Newsletter

Mata dan Telinga Menyimak Suku Bunga

Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
17 May 2018 06:00
Mata dan Telinga Menyimak Suku Bunga
Foto: Edward Ricardo
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mampu menguat tipis pada akhir perdagangan kemarin, setelah seharian berkubang di zona merah. Koreksi IHSG yang sepertinya sudah terlalu dalam membuat investor melakukan aksi borong. 

Pada perdagangan kemarin, IHSG mampu menguat 0,06%. IHSG sempat mencapai titik terendahnya dengan koreksi -1,71%, sebelum berangsur-angsur naik dan kembali ke zona hijau.  

Koreksi yang sudah terjadi nampak membuka ruang bagi investor untuk melakukan akumulasi beli. Hingga kemarin, IHSG sudah minus 8,09% dibandingkan posisi awal tahun. 

Berbagai sentimen negatif mendera IHSG. Dari dalam negeri, aksi teror belum berhenti dan kemarin terjadi penyerangan ke Mapolda Riau. Jatuh korban jiwa baik dari aparat kepolisian maupun pihak penyerang. 

Peristiwa Riau menambah deretan kekerasan yang terjadi sejak akhir pekan lalu. Diawali dengan bom bunuh diri di tiga gereka di Surabaya, yang disusul oleh aksi serupa di Mapolrestabes Surabaya. 

Perkembangan ini membuat investor cemas terhadap situasi keamanan domestik. Investor yang tidak nyaman pun memilih keluar dan ini membebani IHSG. 

Sejumlah rilis data juga tidak membawa kabar baik. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan Indonesia periode April 2018 defisit US$ 1,63 miliar, terparah sejak 2014. 

Investor kemudian mencemaskan transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018, yang bisa ikut terseret ke teritori negatif bila tren ini berlanjut. Kecemasan ini cukup berdasar, mengingat transaksi berjalan dan NPI pada kuartal sebelumnya juga mencatat defisit masing-masing US$ 5,5 miliar dan US$ 3,85 miliar. 

Nilai tukar rupiah juga tidak suportif bagi IHSG. Kemarin, rupiah melemah 0,4% terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Merespons pelemahan rupiah, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 709,4 miliar. Saham-saham yang paling banyak dilepas oleh investor asing di antaranya ASII (Rp 209,9 miliar), ADRO (Rp 130,3 miliar), BMRI (Rp 96,8 miliar), UNVR (Rp 79,9 miliar), dan INDF (Rp 61,4 miliar). 

IHSG masih beruntung bisa lepas dari cengkeraman koreksi, karena bursa saham regional tidak mampu melakukan hal serupa. Indeks Nikkei 225 turun 0,44%, SSEC melemah 0,7%, Hang Seng terkoreksi 0,13%, dan Straits Times minus 0,2%. 

Dari Wall Street, tiga indeks utama berhasil mencetak penguatan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,25%, S&P 500 menguat 0,41%, dan Nasdaq bertambah 0,63%. Wall Street mampu menguat di tengah rentetan sentimen negatif.

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS masih terus menanjak, untuk tenor 10 tahun kini berada di 3,1038%. Tertinggi sejak Juli 2011 atau hampir 7 tahun. 

Kenaikan yield menandakan ada peningkatan ekspektasi inflasi, yang kemudian bisa berujung ke pengetatan moneter ekstra oleh The Federal Reserve/The Fed. Selain itu, kenaikan yield juga membuat obligasi bisa menarik minat investor sehingga menjadi pesaing bagi pasar saham. 

Perkembangan di Semenanjung Korea juga kurang enak didengar. Korea Utara membatalkan pertemuan dengan AS yang seharusnya terjadi kemarin, karena menilai latihan militer gabungan antara Korea Selatan dan Negeri Adidaya sebagai bentuk provokasi. Bahkan Pyongyang juga mengancam menarik diri dari pembicaraan dengan AS pada 12 Juni mendatang di Singapura.  

Presiden AS Donald Trump mengaku belum mendengar kabar apapun dari Korea Utara. Namun eks taipan properti ini akan terus memantau situasi. 

"Belum ada keputusan, kami belum menerima pemberitahuan apapun. Kami belum melihat atau mendengar apa-apa. Nanti kita lihat," ujar Trump, dikutip dari Reuters. 

Namun, Gedung Putih justru memberikan reaksi yang cukup keras. Jika Korea Utara sampai membatalkan pertemuan, maka AS pun akan melakukan tindakan tegas.

"Presiden sudah siap jika pertemuan itu dilakukan. Namun kalau batal, kami akan melakukan tekanan maksimal seperti yang sudah terjadi selama ini," tegas Sarah Sanders, Juru Bicara Gedung  Putih, seperti dilansir Reuters.

Aura damai di Semenanjung Korea pun menjadi sedikit buyar. Kini ketegangan di kawasan tersebut bisa kembali muncul kapan saja, dan menjadi faktor risiko bagi pasar keuangan global. Tentu bukan kabar yang baik.

Kemudian, proses negosiasi perdagangan AS-China juga sepertinya harus melalui jalan terjal. China diketahui ingin agar sanksi AS terhadap ZTE (perusahaan telekomunikasi asal China) dicabut, permintaan yang memicu penolakan dari sejumlah anggota Kongres AS. ZTE tetap dianggap sebagai ancaman bagi keamanan bagi Negeri Paman Sam, sehingga tidak seharusnya sanksi dicabut.  

ZTE dijatuhi hukuman tidak boleh menjual produknya di AS selama 7 tahun, karena terbukti melakukan pengiriman ilegal ke iran dan Korea Utara. Namun China ingin sanksi ini dicabut terlebih dulu sebelum memulai pembicaraan substansial dengan AS soal perdagangan. 

Sebagai informasi, kedua negara ini terlibat perang dagang dengan menaikkan bea masuk. Situasi mulai mereda kala Presiden China Xi Jinping berkomitmen menjadikan Negeri Tirai Bambu sebagai perekonomian yang lebih terbuka, ramah terhadap investor asing, dan bersedia menurunkan surplus perdagangan mereka demi kebaikan dunia. 


Serangkaian pertemuan pun sudah dilakukan dalam upaya memperbaiki hubungan dagang Washington-Beijing. Namun prosesnya mungkin tidak akan terlalu mulus, akan penuh dengan pro dan kontra. 

Meski dihujani sentimen negatif, Wall Street masih mampu menguat karena kinerja korporasi yang solid. Saham-saham ritel dan teknologi mampu menyokong Wall Street menuju zona hijau.

Saham pusat perbelanjaan Macy's dan JC Penney naik masing-masing 10,8% dan 5,49% karena kinerja yang mentereng. Facebook dan Micron Technology juga mampu menguat dan menjadi penyumbang penguatan Wall Street. 


Untuk perdagangan hari ini, terdapat sejumlah sentimen yang bisa menjadi penggerak pasar. Dari dalam negeri, BI akan mengumumkan suku bunga acuan yang kemungkinan besar terjadi setelah penutupan pasar. Namun pengumuman ini benar-benar akan dinantikan, karena sebelumnya BI sudah memberikan sinyal kuat ke arah kenaikan suku bunga. 

Pekan lalu, Gubernur BI Agus Martowardojo menegaskan bank sentral punya ruang besar untuk menaikkan suku bunga acuan. BI, menurut Agus, menilai melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir sudah tidak lagi sejalan dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia.  

"Dengan mempertimbangkan hal tersebut, BI memiliki ruang yang cukup besar untuk menyesuaikan suku bunga kebijakan. Respons kebijakan tersebut akan dijalankan secara konsisten dan pre-emptive untuk memastikan keberlangsungan stabilitas," tegas Agus.  

Median konsensus CNBC Indonesia memperkirakan BI masih menahan suku bunga acuan di 4,25%. Namun 4 dari 11 ekonom yang terlibat dalam pembentukan konsensus memperkirakan akan ada kenaikan 25 basis poin menjadi 4,5%. Oleh karena itu, ruang untuk penyesuaian masih cukup terbuka. 


Di satu sisi, kenaikan suku bunga acuan akan mendorong bunga kredit naik dan menekan konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh medioker di bawah 5% pada kuartal I-2018. Kenaikan suku bunga kredit juga akan menekan investasi, yang saat ini menjadi motor pertumbuhan ekonomi.

Pada kuartal I-2018, investasi atau Penanaman Modal Tetap Bruti (PMTB) mampu tumbuh hampir 8%. Kenaikan suku bunga tentu akan mengerem laju investasi, yang ekspansinya banyak bergantung dari kredit perbankan.

Oleh karena itu, kenaikan suku bunga acuan bisa berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Target pertumbuhan ekonomi 5,4% yang dicanangkan pemerintah akan sangat sulit (kalau tidak mau dibilang mustahil) tercapai. 

Namun di sisi lain, BI juga dinilai perlu untuk menaikkan suku bunga, untuk mengantisipasi depresiasi rupiah yang menjadi risiko besar bagi perekonomian domestik. Kenaikan suku bunga acuan bisa menarik arus modal asing untuk masuk ke Indonesia. Derasnya aliran modal portofolio ini diharapkan mampu menjadi doping bagi rupiah. 

Oleh karena itu, pasar betul-betul menantikan keputusan BI. Apakah BI akan memilih menaikkan suku bunga demi menyelamatkan rupiah atau menahan suku bunga atas nama menjaga pertumbuhan ekonomi nasional? Kita tunggu saja... 


Sedangkan dari eksternal, hal yang tetap harus diwaspadai adalah berlanjutnya kenaikan yield obligasi AS karena peningkatan ekspektasi inflasi. Positifnya data-data ekonomi AS merupakan hal yang memantik persepsi tersebut. 

Teranyar, penjualan ritel naik 0,3% secara month-to-month (MtM), sesuai dengan ekspektasi pasar. Sementara pertumbuhan secara year-on-year (YoY) mencapai 4,7%.

Kuatnya data penjualan ritel tersebut lantas menjadi indikasi bahwa pengeluaran konsumsi masyarakat AS akan menguat pada kuartal II-2018 ini, setelah pada kuartal I cukup mengecewakan. Artinya, pertumbuhan ekonomi AS akan membaik di kuartal II-2018. 

Untuk mengendalikan ekspektasi inflasi, obat yang paling cespleng adalah menaikkan suku bunga. Ini yang menjadi kekhawatiran pasar, The Fed akan menaikkan suku bunga melebihi dosis. Potensi kenaikan empat kali sepanjang 2018 masih terbuka, lebih banyak dibandingkan kenaikan tiga kali seperti yang sudah diperkirakan pasar. 

Akibat berita kenaikan suku bunga, dolar AS pun mendapat energi penguatan. Dollar Index, yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama, masih di jalur pendakian dengan kenaikan 0,12%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah naik 4,37%. 

Apresiasi dolar AS bisa berujung pada rupiah yang semakin tertekan. Mungkin jika tanpa campur tangan BI di pasar, dolar AS sudah stabil di kisaran Rp 14.100 atau bahkan lebih kuat.  

Pelemahan rupiah tentu bukan kabar baik bagi IHSG. Depresiasi rupiah membuat aset-aset dalam mata uang ini menjadi kurang menguntungkan karena nilainya turun. Biasanya aksi jual marak terjadi merespons pelemahan rupiah, utamanya oleh investor asing. 

Namun, IHSG bisa mendapat angin segar dari kenaikan harga minyak. Harga si emas hitam naik setelah US Energy Information Administration melaporkan cadangan minyak AS turun 1,4 juta barel pada pekan kemarin. Ini jauh melampaui prediksi pasar yang memperkirakan penurunan 763.000 barel. 

Kenaikan harga minyak juga ditopang oleh komentar sejumlah pejabat Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang memperkirakan harga minyak bisa menembus level US$ 80/barel. Saat ini, harga minyak jenis brent berada di kisaran US$ 79/barel. 

"Harga minyak yang tinggi bukan karena masalah pasokan, tetapi lebih karena psikologis jangka pendek. Harga akan naik ke US$ 80/barel, tetapi tidak akan lama karena akan segera turun," ungkap sang pejabat yang enggan disebutkan namanya, mengutip dari Reuters. 

Bila harga minyak terus naik, maka akan menjadi sentimen positif bagi IHSG. Sebab, saham-saham migas dan pertambangan akan lebih banyak mendapat apresiasi kala harga minyak tinggi. 


Berikut adalah peristiwa-peristiwa yang akan terjadi hari ini:
  • Konferensi pers realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 per akhir April 2018 (11:00 WIB).
  • Pengumuman suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate (standby 15:00 WIB).
  • Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS dalam sepekan hingga tanggal 11 Mei (19:30 WIB).
Investor juga perlu mencermati aksi perusahaan yang akan diselenggarakan pada hari ini, yaitu:

PerusahaanJenis KegiatanWaktu
PT Ekadharma International Tbk (EKAD)RUPS Tahunan-
PT Kresna Graha Investama Tbk (KREN)RUPS Tahunan13:00
PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB)RUPS Tahunan14:00
PT Trias Sentosa Tbk (TRST)RUPS Tahunan14:00
PT MegaPower Makmur Tbk (MPOW)RUPS Tahunan16:00
 
Berikut perkembanga sejumlah bursa utama:
 
IndeksClose% Change% YTD
IHSG5,841.460.06(8.09)
LQ45935.470.01(13.33)
DJIA24.768.930.250.20
CSI3003,892.66(0.80)(3.43)
Hang Seng31,110.20(0.13)3.98
NIKKEI22,717.23(0.44)(0.21)
Strait Times3,533.05(0.20)3.82
 
Berikut perkembangan nilai tukar sejumlah mata uang: 

Mata Uang Close% Change % YoY
USD/IDR14,088.000.45.75
EUR/USD1.18(0.21)5.93
GBP/USD1.350.104.22
USD/CHF1.00(0.04)2.22
USD/CAD1.28(0.66)3.35
USD/JPY110.29(0.04)(0.70)
AUD/USD0.750.621.15

Berikut perkembangan harga sejumlah komoditas: 
  
Komoditas Close % Change % YoY
Minyak WTI (USD/barel)71.490.2745.70
Minyak Brent (USD/barel)79.200.9851.69
Emas (USD/troy ons)1,292.770.102.56
CPO (MYR/ton)2,404.001.26(16.70)
Batu bara (USD/ton)104.400.1441.46
Tembaga (USD/pound)3,060.6220.39
Nikel (USD/ton)14,431.000.0057.44
Timah (USD/ton)20,875.00(0.36)2.43
Karet (JPY/kg)177.800.45(42.55)
Kakao (USD/ton)2,725.002.0632.91

Berikut perkembangan imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara:  

Tenor Yield (%)
 5Y6.82
10Y7.14
15Y7.63
20Y7.73
30Y7.69
 
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:  

IndikatorTingkat
Pertumbuhan ekonomi (Q I-2018 YoY)5.06%
Inflasi (April 2018 YoY)3.41%
Defisit anggaran (APBN 2018)-2.19% PDB
Transaksi berjalan (Q I-2018)-2.15% PDB
Neraca pembayaran (Q I-2018)-US$ 3.85 miliar
Cadangan devisa (April 2018)US$ 124.9 miliar
    
TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular