
Aliran Modal Asing Seret, Neraca Pembayaran RI Tak Tertolong
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 May 2018 13:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia mengalami defisit neraca pembayaran pada kuartal I-2018. Ini merupakan defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pertama sejak kuartal III-2011.
Bank Indonesia mencatat NPI kuartal I-2018 mengalami defisit US$ 3,85 miliar. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
Seperti biasa, transaksi berjalan (current account) masih membukukan defisit. Kali ini nilainya US$ 5,54 miliar atau 2,15% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pencapaian ini tidak lebih baik ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,16 miliar (0,89% PDB).
Namun biasanya defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus di transaksi modal dan finansial. Kali ini tidak berlaku.
Transaksi modal dan finansial memang masih membukukan surplus, yaitu US$ 1,81 miliar. Jauh lebih rendah dibandingkan posisi kuartal I-2017 yang mencapai US$ 6,93 miliar.
"Penurunan surplus tidak terlepas dari dampak peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global yang kemudian mengakibatkan penyesuaian penempatan dana asing di pasar saham dan pasar surat utang pemerintah. Penurunan surplus juga dipengaruhi oleh komponen investasi lainnya yang tercatat defisit, terutama dipengaruhi naiknya penempatan simpanan sektor swasta pada bank di luar negeri," sebut laporan BI.
Pada kuartal I-2018, arus modal di sektor keuangan (portofolio) memang relatif terbatas. Neto arus masuk investasi portofolio hanya dari sisi kewajiban US$ 0,25 miliar. Jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 7,55 miliar.
Di sisi aset, penduduk Indonesia tercatat melakukan neto pembelian surat berharga di luar negeri (defisit) sebesar US$ 1,42 miliar. Defisit yang lebih dalam ketimbanga kuartal I-2017 yang sebesar US$ 1,02 miliar. Dengan perkembangan tersebut, neto investasi portofolio pada kuartaI I-2018 mencatat defisit US$ 1,17 miliar.
Transaksi modal dan finansial hanya tertolong oleh investasi langsung. Pada kuartal I-2018, investasi langsung tercatat US$ 3,13 miliar. Lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,84 miliar.
Pasar keuangan Indonesia pada 2018 memang agak menegangkan. Berbagai sentimen negatif datang bertubi-tubi sehingga membuat investor (terutama asing) cenderung bermain aman dan meninggalkan Indonesia.
Namun sentimen paling utama yang mempengaruhi pasar keuangan adalah pengetatan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS). The Federal Reserve/The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini, tetapi kemungkinan untuk dinaikka menjadi empat kali bukan tidak mungkin.
Pasalnya, perekonomian Negeri Paman Sam masih dalam tren membaik. Pertumbuhan ekonomi AS tahun ini diperkirakan mencapai 2,7%. Lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 2,5%.
Inflasi AS juga terus terakselerasi. Pada April, inflasi secara tahunan mencapai 2,5% secara year-on-year (YoY). Ini merupakan laju tercepat dalam 14 bulan terakhir, yang menandakan perekonomian AS bergerak sehingga memicu tekanan kenaikan harga.
Kemudian kondisi ketenagakerjaan juga terus membaik. Angka pengangguran terus menurun, teranyar di 3,9%. Angka pengangguran ini merupakan catatan terendah dalam 18 tahun ke belakang.
Perbaikan ekonomi AS bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, perbaikan data ekonomi tentu positif karena menunjukkan perbaikan. Namun menyimpan potensi dampak negatif karena dapat memicu kenaikan suku bunga acuan di AS yang lebih agresif.
Ketika ada persepsi The Fed mungkin lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka dampaknya dolar AS bergerak menguat. Mata uang diuntungkan kala suku bunga acuan naik, karena ekspektasi inflasi terjangkar. Ini membuat dolar AS menguat drastis, dan menekan nilai tukar rupiah.
Kala dolar AS menguat, maka rupiah pun tertekan. Pelemahan nilai tukar rupiah membuat aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Akibatnya terjadi pelepasan saham maupun obligasi oleh investor.
Bila situasi ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin transaksi modal dan finansial akan terus mengalami tekanan. Saat ini boleh saja transaksi modal dan finansial surplus, tetapi ke depan bisa saja negatif. Sebab, transaksi modal dan finansial hanya mengandalkan investasi langsung alias Foreign Direct Investment (FDI) karena portofolio tidak bisa diandalkan selagi situasi global masih tidak pasti seperti sekarang. Kala FDI juga tidak bisa membantu, maka transaksi modal dan finansial kemungkinan besar akan defisit.
Saat transaksi modal dan finansial sudah defisit, maka NPI praktis semakin tidak tertolong karena transaksi berjalan hampir pasti selalu defisit. NPI menggambarkan arus devisa di perekonomian nasional. Bila defisit artinya lebih banyak devisa yang keluar dibandingkan yang masuk.
NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar. Kala NPI defisit, maka rupiah akan kehilangan pijakan untuk terapresiasi. Hasilnya sudah terlihat, rupiah melemah 1,41% terhadap dolar AS selama kuartal I-2018.
Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Bila ini terjadi, maka transaksi modal dan finansial bisa terus tertekan, dan tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan NPI. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I-2018 Defisit US$ 3,8 M
Bank Indonesia mencatat NPI kuartal I-2018 mengalami defisit US$ 3,85 miliar. Memburuk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar.
![]() |
Namun biasanya defisit transaksi berjalan bisa ditutup oleh surplus di transaksi modal dan finansial. Kali ini tidak berlaku.
"Penurunan surplus tidak terlepas dari dampak peningkatan ketidakpastian di pasar keuangan global yang kemudian mengakibatkan penyesuaian penempatan dana asing di pasar saham dan pasar surat utang pemerintah. Penurunan surplus juga dipengaruhi oleh komponen investasi lainnya yang tercatat defisit, terutama dipengaruhi naiknya penempatan simpanan sektor swasta pada bank di luar negeri," sebut laporan BI.
Pada kuartal I-2018, arus modal di sektor keuangan (portofolio) memang relatif terbatas. Neto arus masuk investasi portofolio hanya dari sisi kewajiban US$ 0,25 miliar. Jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 7,55 miliar.
Di sisi aset, penduduk Indonesia tercatat melakukan neto pembelian surat berharga di luar negeri (defisit) sebesar US$ 1,42 miliar. Defisit yang lebih dalam ketimbanga kuartal I-2017 yang sebesar US$ 1,02 miliar. Dengan perkembangan tersebut, neto investasi portofolio pada kuartaI I-2018 mencatat defisit US$ 1,17 miliar.
Transaksi modal dan finansial hanya tertolong oleh investasi langsung. Pada kuartal I-2018, investasi langsung tercatat US$ 3,13 miliar. Lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yaitu US$ 2,84 miliar.
Pasar keuangan Indonesia pada 2018 memang agak menegangkan. Berbagai sentimen negatif datang bertubi-tubi sehingga membuat investor (terutama asing) cenderung bermain aman dan meninggalkan Indonesia.
Namun sentimen paling utama yang mempengaruhi pasar keuangan adalah pengetatan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS). The Federal Reserve/The Fed diperkirakan menaikkan suku bunga acuan sebanyak tiga kali sepanjang tahun ini, tetapi kemungkinan untuk dinaikka menjadi empat kali bukan tidak mungkin.
Pasalnya, perekonomian Negeri Paman Sam masih dalam tren membaik. Pertumbuhan ekonomi AS tahun ini diperkirakan mencapai 2,7%. Lebih baik dibandingkan perkiraan sebelumnya yaitu 2,5%.
Inflasi AS juga terus terakselerasi. Pada April, inflasi secara tahunan mencapai 2,5% secara year-on-year (YoY). Ini merupakan laju tercepat dalam 14 bulan terakhir, yang menandakan perekonomian AS bergerak sehingga memicu tekanan kenaikan harga.
Kemudian kondisi ketenagakerjaan juga terus membaik. Angka pengangguran terus menurun, teranyar di 3,9%. Angka pengangguran ini merupakan catatan terendah dalam 18 tahun ke belakang.
Perbaikan ekonomi AS bagai pisau bermata dua. Di satu sisi, perbaikan data ekonomi tentu positif karena menunjukkan perbaikan. Namun menyimpan potensi dampak negatif karena dapat memicu kenaikan suku bunga acuan di AS yang lebih agresif.
Ketika ada persepsi The Fed mungkin lebih agresif dalam menaikkan suku bunga, maka dampaknya dolar AS bergerak menguat. Mata uang diuntungkan kala suku bunga acuan naik, karena ekspektasi inflasi terjangkar. Ini membuat dolar AS menguat drastis, dan menekan nilai tukar rupiah.
Kala dolar AS menguat, maka rupiah pun tertekan. Pelemahan nilai tukar rupiah membuat aset-aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menarik karena nilainya turun. Akibatnya terjadi pelepasan saham maupun obligasi oleh investor.
Bila situasi ini terus berlanjut, maka bukan tidak mungkin transaksi modal dan finansial akan terus mengalami tekanan. Saat ini boleh saja transaksi modal dan finansial surplus, tetapi ke depan bisa saja negatif. Sebab, transaksi modal dan finansial hanya mengandalkan investasi langsung alias Foreign Direct Investment (FDI) karena portofolio tidak bisa diandalkan selagi situasi global masih tidak pasti seperti sekarang. Kala FDI juga tidak bisa membantu, maka transaksi modal dan finansial kemungkinan besar akan defisit.
Saat transaksi modal dan finansial sudah defisit, maka NPI praktis semakin tidak tertolong karena transaksi berjalan hampir pasti selalu defisit. NPI menggambarkan arus devisa di perekonomian nasional. Bila defisit artinya lebih banyak devisa yang keluar dibandingkan yang masuk.
NPI merupakan salah satu fundamental yang menjadi pijakan penguatan nilai tukar. Kala NPI defisit, maka rupiah akan kehilangan pijakan untuk terapresiasi. Hasilnya sudah terlihat, rupiah melemah 1,41% terhadap dolar AS selama kuartal I-2018.
Rilis data ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Indonesia bisa dinilai rentan oleh pelaku pasar sehingga arus modal portofolio kemungkinan akan terus keluar. Bila ini terjadi, maka transaksi modal dan finansial bisa terus tertekan, dan tidak ada lagi yang bisa menyelamatkan NPI. Rupiah pun semakin kehilangan sokongan untuk menguat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(roy) Next Article Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I-2018 Defisit US$ 3,8 M
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular