
OPEC-AS Siap Tambal Kurangnya Pasokan, Harga Minyak Melandai
Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
11 May 2018 09:43

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak bergerak melandai pagi ini, seiring munculnya sentimen bahwa Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) dan Amerika Serikat (AS) akan mengisi gap berkurangnya pasokan minyak global akibat dipulihkannya sanksi AS terhadap Iran.
Hingga pukul 09.00 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 melemah tipis 0,01% ke US$71,35/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018 terkoreksi 0,14% ke US$77,36/barel.
Meskipun agak tertekan, harga minyak masih berada di dekat level tertingginya sejak akhir November 2014. Kuatnya posisi harga minyak masih disokong oleh keputusan presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Alhasil, Iran sudah di ambang pengenaan sanksi yang akan mempengaruhi produksi dan distribusi minyak asal Negeri Persia tersebut. Sebagai informasi, Iran mengekspor minyak sebanyak 450.000 barel/hari ke Eropa dan 1,8 juta barel/hari ke Asia. Dengan sanksi ekonomi, dunia akan kehilangan potensi tersebut dan berujung pada kenaikan harga sang emas hitam.
Mundurnya Negeri Paman Sam dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 oleh pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, bersama-sama dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris tersebut, ternyata berbuntut panjang. Tensi geopolitik di Timur Tengah kini mulai mengarah ke konflik bersenjata.
Setelah pengumuman Trump, Israel (yang merupakan sekutu utama AS) menyerang pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan ISIS. Negeri Zionis berdalih bahwa serangan tersebut diluncurkan sebagai balasan serangan misil kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan.
Jika skala perang semakin meluas, maka harga minyak masih berpotensi semakin melambung. Pasalnya, produksi dan distribusi minyak dari Timur Tengah dipastikan akan semakin terganggu.
Namun, hari ini penguatan harga minyak terbatas oleh munculnya indikasi bahwa AS dan Arab Saudi akan menambah pasokan minyak mereka ke pasar global, dengan tujuan untuk menggantikan hilangnya pasokan dari Iran.
"Arab Saudi akan bekerjasama dengan negara-negara produsen minyak lainnya untuk meminimalkan dampak dari potensi berkurangnya pasokan. Terkait keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran, Arab Saudi berkomitmen untuk mendukung stabilitas pasar minyak," sebut pernyataan Kementerian Perminyakan Arab Saudi, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, saat ini produksi minyak mentah mingguan Negeri Paman Sam masih tercatat amat perkasa dengan berada di angka 10,7 juta barel per hari (bph), atau kembali mencatatkan rekor sepanjang sejarah negeri adidaya tersebut. Dengan catatan itu, AS bahkan telah melampaui volume produksi sang pemimpin OPEC Arab Saudi.
Saat ini, hanya Rusia yang mampu memproduksi minyak mentah lebih banyak dari AS, dengan volume produksi sekitar 11 juta bph. Namun, banyak analis telah meprediksikan bahwa AS akan mampu menyalip Rusia di akhir tahun ini, apabila laju produksi AS masih kuat seperti saat ini.
(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Hingga pukul 09.00 WIB hari ini, harga minyak jenis light sweet untuk kontrak pengiriman Juni 2018 melemah tipis 0,01% ke US$71,35/barel, sementara brent untuk kontrak pengiriman Juli 2018 terkoreksi 0,14% ke US$77,36/barel.
![]() |
Meskipun agak tertekan, harga minyak masih berada di dekat level tertingginya sejak akhir November 2014. Kuatnya posisi harga minyak masih disokong oleh keputusan presiden AS Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan nuklir Iran.
Mundurnya Negeri Paman Sam dari kesepakatan nuklir yang dibuat pada 2015 oleh pemerintahan mantan presiden AS Barack Obama, bersama-sama dengan China, Prancis, Jerman, Rusia, dan Inggris tersebut, ternyata berbuntut panjang. Tensi geopolitik di Timur Tengah kini mulai mengarah ke konflik bersenjata.
Setelah pengumuman Trump, Israel (yang merupakan sekutu utama AS) menyerang pasukan Iran yang membantu pemerintah Suriah memerangi pemberontak dan ISIS. Negeri Zionis berdalih bahwa serangan tersebut diluncurkan sebagai balasan serangan misil kubu Suriah ke Dataran Tinggi Golan.
Jika skala perang semakin meluas, maka harga minyak masih berpotensi semakin melambung. Pasalnya, produksi dan distribusi minyak dari Timur Tengah dipastikan akan semakin terganggu.
Namun, hari ini penguatan harga minyak terbatas oleh munculnya indikasi bahwa AS dan Arab Saudi akan menambah pasokan minyak mereka ke pasar global, dengan tujuan untuk menggantikan hilangnya pasokan dari Iran.
"Arab Saudi akan bekerjasama dengan negara-negara produsen minyak lainnya untuk meminimalkan dampak dari potensi berkurangnya pasokan. Terkait keputusan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir dengan Iran, Arab Saudi berkomitmen untuk mendukung stabilitas pasar minyak," sebut pernyataan Kementerian Perminyakan Arab Saudi, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, saat ini produksi minyak mentah mingguan Negeri Paman Sam masih tercatat amat perkasa dengan berada di angka 10,7 juta barel per hari (bph), atau kembali mencatatkan rekor sepanjang sejarah negeri adidaya tersebut. Dengan catatan itu, AS bahkan telah melampaui volume produksi sang pemimpin OPEC Arab Saudi.
Saat ini, hanya Rusia yang mampu memproduksi minyak mentah lebih banyak dari AS, dengan volume produksi sekitar 11 juta bph. Namun, banyak analis telah meprediksikan bahwa AS akan mampu menyalip Rusia di akhir tahun ini, apabila laju produksi AS masih kuat seperti saat ini.
(RHG/RHG) Next Article Aktivitas Pengeboran AS Meningkat, Harga Minyak Melandai
Most Popular