Sudah 3 Pekan Harga Emas Terus Turun

Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
06 May 2018 11:52
Sudah 3 Pekan Harga Emas Terus Turun
Foto: REUTERS/Phil Noble
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas COMEX kontrak pengiriman Juni 2018 menguat 0,25% ke US$1.316/troy ounce pada penutupan perdagangan akhir pekan, didorong oleh ketidakpastian pembicaraan perdagangan Amerika Serikat (AS) dan China, serta besarnya peluang Negeri Paman Sam untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran.

Namun, dalam sepekan terakhir harga sang logam mulia tercatat melemah 0,56%, yang berarti sudah tiga kali berturut-turut performa mingguan harga emas selalu negatif. Harga emas mendapat tekanan hebat dari dolar AS yang perkasa pekan ini.

Sebagai informasi, indeks dolar AS, yang mengukur posisi greenback terhadap 6 mata uang dunia tercatat menguat hingga 1,12% dalam seminggu terakhir, dan saat ini bertengger manis di titik tertingginya sejak awal Januari 2018.
Sudah 3 Pekan Harga Emas Terus TurunFoto: Tim Riset CNBC Indonesia/ Raditya Hanung
Penguatan dolar AS memang sulit tertahankan di pekan lalu. Hal ini disebabkan adanya potensi inflasi AS akan terakselerasi dalam bulan-bulan ke depan. Pada awal pekan, data Personal Consumption Expenditure (PCE) yang menjadi indikator Bank Sentral AS (The Federal Reserve/ The Fed) untuk mengukur tingkat inflasi, sudah mencapai target 2%. Sedangkan untuk PCE inti sudah mendekati 2%, tepatnya 1,9%.

Kemudian, pada hari Selasa waktu setempat (2/5/2018), hasil pertemuan dari The Fed diumumkan. Walaupun suku bunga acuan tetap ditahan seperti estimasi pelaku pasar, bank sentral AS tersebut mengungkapkan bahwa inflasi dan inflasi inti telah bergerak menuju target sebesar 2%.

Pernyataan tersebut merupakan sebuah peningkatan dari pernyataan pada bulan Maret lalu ketika The Fed mengungkapkan bahwa kedua indikator itu masih bertengger di bawah 2%.

Tak sampai di situ, The Fed juga seakan mengindikasikan bahwa inflasi bisa meroket di atas 2%.

"Inflasi dalam basis 12 bulan (year-on-year/ yoy) diharapkan berada di sekitar target simetris 2% dalam jangka waktu menengah," tulis pernyataan The Fed. Penggunaan kata simetris inilah yang menimbulkan persepsi bahwa inflasi nantinya bisa melebihi level 2%.


Alhasil, timbul kembali persepsi bahwa bank sentral akan menaikkan suku bunga acuan sebanyak empat kali, lebih agresif dari rencana awal yang sebanyak tiga kali saja. Pelaku pasar pun berbondong-bondong memeluk dolar AS. Seperti diketahui, potensi kenaikan suku bunga akan memperkuat mata uang, karena ekspektasi inflasi bisa terjangkar.

Pada akhirnya, instrumen safe haven seperti yen Jepang dan emas pun dilepas oleh investor. Sebagai catatan, mata uang Negeri Sakura juga ikut melemah 0,07% dalam sepekan terakhir.
Sepekan ke depan, kecemasan akan kenaikan suku bunga acuan oleh The Fed yang lebih agresif dari perkiraan masih akan menghantui. Pasalnya, Jumat (4/5/2018) tingkat pengangguran AS per akhir April diumumkan di angka 3,9%, lebih rendah dibandingkan konsesus yang sebesar 4%, terlepas dari penciptaan lapangan kerja sektor non-pertanian yang diumumkan di bawah ekspektasi pasar (164.000 aktual vs. 192.000 estimasi).

Tingkat pengangguran per akhir April merupakan yang terendah dalam hampir 18 tahun.

Namun, harapan bagi penguatan harga emas juga datang dari perkembangan tensi geopolitik, seiring masih terbuka lebarnya kemungkinan AS untuk menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran. Trump akan mengumumkan keputusannya terkait sikap terhadap perjanjian tersebut pada 12 Mei mendatang.

Selain itu, hasil pertemuan delegasi AS-China yang membahas isu-isu terkait perdagangan masih ditunggu oleh investor. Trump dalam cuitannya di media sosial Twitter menyatakan akan segera bertemu dengan delegasi AS yang sudah pulang ke Negeri Paman Sam, untuk membahas tindak lanjut ke depan.


Mengutip laporan Reuters, dalam perundingan yang berlangsung dua hari tersebut, pemerintahan Trump menuntut pemotongan surplus perdagangan China dengan AS sebesar US$200 miliar (Rp 2.786 triliun), tarif yang lebih jauh lebih rendah, dan subsidi untuk pengembangan teknologi canggih.

Di sisi lain, Beijing juga meminta AS untuk mengurangi sanksi bagi ZTE. Seperti diketahui, sebelumnya Negeri Paman Sam melarang perusahaan asal AS untuk mengekspor produknya ke ZTE, yang menjadi sebuah langkah yang mengancam kelangsungan bisnis perusahaan teknologi asal Negeri Tirai Bambu tersebut.

Apabila akhirnya tensi perang dagang antar dua raksasa ekonomi dunia ini mereda, tentunya itu bukan kabar baik bagi harga emas, seiring akan kembalinya kepercayaan diri investor untuk “bermain” dengan aset-aset berisiko. Sebaliknya, apabila tidak ada hasil yang baik dari pertemuan AS-China, tentunya akan menjadi energi positif bagi harga sang logam mulia.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular