
Newsletter
Hantu Pergi, Prahara (Sepertinya) Sudah Berlalu
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin & Raditya Hanung, CNBC Indonesia
27 April 2018 06:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terperosok cukup dalam pada perdagangan kemarin. Kinerja emiten yang kurang menggembirakan menjadi salah satu faktor penyebab koreksi.
Pada perdagangan kemarin, IHSG anjlok hingga 2,81% ke 5.909,2, titik terendah sejak 4 Desember 2017. Transaksi berlangsung semarak dengan nilai Rp 10,15 triliun. Namun sayang, sepertinya transaksi yang dominan adalah untuk menjual.
Aksi jual investor investor terkonsentrasi pada emiten-emiten yang berkapitalisasi pasar besar. Hal ini terlihat dari indeks LQ45 yang anjlok hingga 3,57%, lebih dalam dari koreksi IHSG.
Aksi jual pada saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo tersebut dipicu oleh kinerja keuangan emiten yang tidak memenuhi ekspektasi. Sepanjang kuartal-I 2018, BMRI membukukan laba bersih Rp 5,9 triliun, di bawah rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters yang sebesar Rp 6 triliun. Sementara BBCA membukukan laba bersih Rp 5,5 triliun, di bawah konsensus yang sebesar Rp 5,6 triliun.
Ketika emiten perbankan mencatatkan kinerja yang mengecewakan, bisa diproyeksikan laju ekonomi dan performa emiten di sektor lainnya juga tidak akan menggembirakan. Data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Mei mendatang, sementara rilis laporan keuangan dari para emiten akan terus berlangsung dalam beberapa waktu ke depan.
Merespons hal tersebut, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 1,31 triliun. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing di antaranya BMRI (Rp 569,69 miliar), BBRI (Rp 475,27 miliar), BBCA (Rp 104,25 miliar), ASII (Rp 94,68 miliar), dan TLKM (Rp 65,48 miliar). Dari Wall Street, Wall Street berhasil mencatatkan penguatan yang cukup mengesankan.
Selain itu, hantu kenaikan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) juga membayangi IHSG. Yield instrumen tersebut mencapai kisaran 3,03% untuk tenor 10 tahun, dan menciptakan kekhawatiran terhadap laju inflasi Negeri Paman Sam.
Pada perdagangan kemarin, IHSG anjlok hingga 2,81% ke 5.909,2, titik terendah sejak 4 Desember 2017. Transaksi berlangsung semarak dengan nilai Rp 10,15 triliun. Namun sayang, sepertinya transaksi yang dominan adalah untuk menjual.
Aksi jual investor investor terkonsentrasi pada emiten-emiten yang berkapitalisasi pasar besar. Hal ini terlihat dari indeks LQ45 yang anjlok hingga 3,57%, lebih dalam dari koreksi IHSG.
Aksi jual pada saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo tersebut dipicu oleh kinerja keuangan emiten yang tidak memenuhi ekspektasi. Sepanjang kuartal-I 2018, BMRI membukukan laba bersih Rp 5,9 triliun, di bawah rata-rata konsensus yang dihimpun oleh Reuters yang sebesar Rp 6 triliun. Sementara BBCA membukukan laba bersih Rp 5,5 triliun, di bawah konsensus yang sebesar Rp 5,6 triliun.
Ketika emiten perbankan mencatatkan kinerja yang mengecewakan, bisa diproyeksikan laju ekonomi dan performa emiten di sektor lainnya juga tidak akan menggembirakan. Data pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I-2018 akan diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 7 Mei mendatang, sementara rilis laporan keuangan dari para emiten akan terus berlangsung dalam beberapa waktu ke depan.
Merespons hal tersebut, investor asing melakukan jual bersih senilai Rp 1,31 triliun. Saham-saham yang paling banyak dilepas investor asing di antaranya BMRI (Rp 569,69 miliar), BBRI (Rp 475,27 miliar), BBCA (Rp 104,25 miliar), ASII (Rp 94,68 miliar), dan TLKM (Rp 65,48 miliar). Dari Wall Street, Wall Street berhasil mencatatkan penguatan yang cukup mengesankan.
Selain itu, hantu kenaikan imbal hasil atau yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) juga membayangi IHSG. Yield instrumen tersebut mencapai kisaran 3,03% untuk tenor 10 tahun, dan menciptakan kekhawatiran terhadap laju inflasi Negeri Paman Sam.
Next Page
Kekhawatiran Mereda, Wall Street Menguat
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular