
IHSG Dibuka Menguat Disulut Upgrade Indonesia oleh Moody's
Tim CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
13 April 2018 09:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pagi ini dibuka menguat 0,19% ke level 6.322,94. Upgrade peringkat utang Indonesia oleh Moody's Investors Service dan redanya tensi perang di Suriah menjadi katalis penguatan bursa saham domestik pagi ini.
Saham-saham yang menjadi katalis penguatan IHSG antara lain, saham BBRI yang naik 0,56%, saham TLKM yang naik 0,53%, dan saham ASII yang naik 0,97% pada saat pembukaan perdagangan.
Bursa saham domestik pagi ini tampaknya lebih bergairah setelah Moody's menaikan peringkat utang. Moody's meningkatkan Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia dari Baa3/Outlook Positif menjadi Baa2/Outlook Stabil pada.
Dalam siaran persnya, Moody's menyatakan faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah kerangka kebijakan yang kredibel dan efektif yang dinilai kondusif bagi stabilitas makroekonomi.
Peningkatan cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati tersebut memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal.
Sementara itu, bursa saham Asia pagi ini mayoritas dibuka positif. Indeks acuan Nikkei 225 menguat 0,71% menjadi 21.814,48, indeks ASX 200 di Australia juga berada di zona hijau dengan menguat 0,15% menjadi 5.824,1. Demikian pula indeks Kospi di Korea Selatan naik tipis 0,05% ke level 2.443,84.
Dini hari tadi Wall Street mampu mencetak penguatan signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,21%, S&P 500 menguat 0,83%, dan Nasdaq bertambah 1,11%.
Selain sentimen dari Moody's, pada perdagangan hari ini ada hal lain yang perlu diperhatikan. Harga minyak juga sampai saat ini masih suportif terhadap IHSG, dengan menunjukkan kenaikan meski mulai terbatas. Meredanya sentimen negatif dari Suriah sempat membuat harga si emas hitam terkoreksi cukup dalam, tetapi bisa bangkit karena surplus pasokan minyak semakin tipis akibat tingginya permintaan dan pemotongan produksi.

Dengan produksi di anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang terus dikurangi, maka dunia harus bergantung kepada cadangan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Cadangan minyak di negara-negara maju pada Februari 2018 turun 17,4 juta barel dari bulan sebelumnya menjadi 2,85 miliar barel.
Perkembangan ini bisa menjaga harga minyak tetap tinggi. Bahkan harga minyak telah menyentuh rekor tertinggi sejak 2014.
Namun, harga minyak masih rawan terkoreksi karena melimpahnya produksi di AS. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru di 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Kabar dari emiten juga bisa menjadi pendorong penguatan IHSG. Hari ini, beberapa emiten dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan. Bila ada sentimen positif dari sana, misalnya kenaikan dividen, maka bisa menyumbang energi tambahan bagi IHSG.
Namun, tetap akan ada risiko dalam perdagangan hari ini. Otoritas Moneter Singapura (MAS) dijadwalkan menggelar pertemuan pada hari ini, di mana pelaku pasar berekspektasi ada pengetatan moneter untuk kali pertama dalam enam tahun.
Tidak seperti otoritas moneter lain yang punya suku bunga acuan, MAS menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan mereka. Pengetatan kebijakan moneter artinya MAS memperkenankan depresiasi dolar Singapura dalam rentang tertentu, sehingga mengurangi intervensi di pasar yang menyebabkan likuiditas mengetat.
Dari 15 ekonom yang terlibat dalam pengumpulan konsensus Reuters, sembilan di antaranya memperkirakan MAS akan melakukan pengetatan kebijakan moneter. Bila ini terjadi, maka pelaku pasar bisa menilai Singapura semakin menarik dan terjadilah perpindahan arus modal ke Negeri Singa, termasuk yang berasal dari Indonesia. IHSG pun bisa terancam karena kehilangan 'bensin'.
Investor juga perlu mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Seiring berkurangnya sentimen negatif dari ketegangan di Suriah, dolar AS bergerak menguat karena investor mulai menarik dana dari aset-aset aman (safe haven). Ini bisa membuat greenback menguat terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Depresiasi rupiah bisa membuat berinvestasi di aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, akan sulit mengandalkan investor asing untuk ikut memperkuat IHSG.
(hps) Next Article IHSG Dibuka Menguat, Atmosfer Konsolidasi Masih Terasa
Saham-saham yang menjadi katalis penguatan IHSG antara lain, saham BBRI yang naik 0,56%, saham TLKM yang naik 0,53%, dan saham ASII yang naik 0,97% pada saat pembukaan perdagangan.
Bursa saham domestik pagi ini tampaknya lebih bergairah setelah Moody's menaikan peringkat utang. Moody's meningkatkan Sovereign Credit Rating (SCR) Republik Indonesia dari Baa3/Outlook Positif menjadi Baa2/Outlook Stabil pada.
Peningkatan cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati tersebut memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal.
Sementara itu, bursa saham Asia pagi ini mayoritas dibuka positif. Indeks acuan Nikkei 225 menguat 0,71% menjadi 21.814,48, indeks ASX 200 di Australia juga berada di zona hijau dengan menguat 0,15% menjadi 5.824,1. Demikian pula indeks Kospi di Korea Selatan naik tipis 0,05% ke level 2.443,84.
Dini hari tadi Wall Street mampu mencetak penguatan signifikan. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,21%, S&P 500 menguat 0,83%, dan Nasdaq bertambah 1,11%.
Selain sentimen dari Moody's, pada perdagangan hari ini ada hal lain yang perlu diperhatikan. Harga minyak juga sampai saat ini masih suportif terhadap IHSG, dengan menunjukkan kenaikan meski mulai terbatas. Meredanya sentimen negatif dari Suriah sempat membuat harga si emas hitam terkoreksi cukup dalam, tetapi bisa bangkit karena surplus pasokan minyak semakin tipis akibat tingginya permintaan dan pemotongan produksi.

Dengan produksi di anggota Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC) yang terus dikurangi, maka dunia harus bergantung kepada cadangan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. Cadangan minyak di negara-negara maju pada Februari 2018 turun 17,4 juta barel dari bulan sebelumnya menjadi 2,85 miliar barel.
Perkembangan ini bisa menjaga harga minyak tetap tinggi. Bahkan harga minyak telah menyentuh rekor tertinggi sejak 2014.
Namun, harga minyak masih rawan terkoreksi karena melimpahnya produksi di AS. US Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa cadangan minyak AS meningkat 3,3 juta barel dalam sepekan hingga tanggal 6 April. Produksi minyak mentah mingguan AS juga kembali mencetak rekor baru di 10,53 juta barel/hari pada pekan lalu.
Kabar dari emiten juga bisa menjadi pendorong penguatan IHSG. Hari ini, beberapa emiten dijadwalkan menggelar RUPS Tahunan. Bila ada sentimen positif dari sana, misalnya kenaikan dividen, maka bisa menyumbang energi tambahan bagi IHSG.
Namun, tetap akan ada risiko dalam perdagangan hari ini. Otoritas Moneter Singapura (MAS) dijadwalkan menggelar pertemuan pada hari ini, di mana pelaku pasar berekspektasi ada pengetatan moneter untuk kali pertama dalam enam tahun.
Tidak seperti otoritas moneter lain yang punya suku bunga acuan, MAS menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan mereka. Pengetatan kebijakan moneter artinya MAS memperkenankan depresiasi dolar Singapura dalam rentang tertentu, sehingga mengurangi intervensi di pasar yang menyebabkan likuiditas mengetat.
Dari 15 ekonom yang terlibat dalam pengumpulan konsensus Reuters, sembilan di antaranya memperkirakan MAS akan melakukan pengetatan kebijakan moneter. Bila ini terjadi, maka pelaku pasar bisa menilai Singapura semakin menarik dan terjadilah perpindahan arus modal ke Negeri Singa, termasuk yang berasal dari Indonesia. IHSG pun bisa terancam karena kehilangan 'bensin'.
Investor juga perlu mencermati perkembangan nilai tukar dolar AS. Seiring berkurangnya sentimen negatif dari ketegangan di Suriah, dolar AS bergerak menguat karena investor mulai menarik dana dari aset-aset aman (safe haven). Ini bisa membuat greenback menguat terhadap mata uang Asia, termasuk rupiah.
Depresiasi rupiah bisa membuat berinvestasi di aset berbasis mata uang ini menjadi kurang menguntungkan. Akibatnya, akan sulit mengandalkan investor asing untuk ikut memperkuat IHSG.
(hps) Next Article IHSG Dibuka Menguat, Atmosfer Konsolidasi Masih Terasa
Most Popular