Suku Bunga dan Suriah Membuat Investor Lari ke Obligasi

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
12 April 2018 11:02
Risiko mulai membayangi pasar sehingga investor cenderung mencari instrumen investasi yang aman, seperti obligasi.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara masih dalam tren turun. Risiko mulai membayangi pasar sehingga investor cenderung mencari instrumen investasi yang aman, seperti obligasi. 

Pada Kamis (12/4/2018), yield Surat Berharga Negara (SBN) seri acuan tenor 10 tahun berada di 6,573%. Turun dibandingkan posisi hari sebelumnya yaitu 6,59%. 

Suku Bunga dan Suriah Membuat Investor Lari ke ObligasiReuters
Penurunan yield merupakan pertanda kenaikan harga. Ketika harga naik, artinya instrumen ini tengah diminati investor. 

Setelah reli sejak awal pekan, pasar saham global hari ini kembali ke mode defensif. Diawali dari Wall Street, saat ini bursa saham Asia pun mengalami tekanan.

Ada beberapa risiko yang menghantui pasar saham.
 Pertama adalah rilis risalah rapat atau minutes meeting Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve/The Fed. Para anggota dewan gubernur sepakat bahwa pemulihan ekonomi di Negeri Paman Sam semakin nyata. 

"Seluruh partisipan sepakat bahwa perkiraan ekonomi ke depan akan membaik. Sebagai tambahan, seluruh partisipan juga meyakini inflasi dalam bulan-bulan ke depan akan meningkat," sebut risalah itu. 

Pada Maret, inflasi AS tercatat 2,4% secara year-on-year (YoY). Lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang 2,2% YoY. Inflasi AS sepertinya sudah stabil di kisaran 2%, seperti yang ditargetkan The Fed. 

Perekonomian AS yang semakin membaik bagai dua sisi mata uang. Di satu sisi, ini merupakan sesuatu yang positif karena pertumbuhan ekonomi dan konsumsi masyarakat membaik.

Namun di sisi lain, percepatan laju ekonomi memunculkan persepsi bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga acuan lebih dari tiga kali pada tahun ini. Apalagi Jerome Powell, Gubernur The Fed, pernah 'bersumpah' bahwa bank sentral akan menjaga perekonomian AS dari bahaya overheating.
 

Kenaikan suku bunga bukan kabar baik bagi pasar saham, tetapi menjadi berkah bagi obligasi. Sebab, obligasi merupakan instrumen yang sensitif terhadap suku bunga dan inflasi. Ketika suku bunga naik dan ekspektasi inflasi terjaga, maka akan menjadi angin segar bagi pasar surat utang. 

Faktor kedua adalah dinamika di Timur Tengah, dalam hal ini Suriah. Situasi di Suriah memanas setelah beberapa waktu lalu terjadi serangan senjata kimia yang menewaskan puluhan orang. Rezim pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dituduh menjadi dalang penyerangan ini. 

AS pun panas. Presiden AS Donald Trump mengutuk keras penggunaan senjata kimia tersebut. Trump juga menyerang para sekutu Presiden al-Assad seperti Rusia.

"Rusia berjanji untuk menembak jatuh semua misil yang diarahkan ke Suriah. Bersiaplah, Rusia. Mereka (misil) akan datang. Baru dan 'pintar'. Anda seharusnya tidak bermitra dengan binatang yang membunuh rakyatnya dengan gas dan menikmatinya!" tegas Trump melalui kicauan di Twitter. 

Pelaku pasar khawatir konflik bersenjata AS-Rusia benar-benar akan meletus. Bila ketegangan fisik terjadi, maka dampaknya akan sangat luas. 

Dua ketidakpastian tersebut membuat pasar meninggalkan pasar saham untuk mencari instrumen yang lebih aman. Obligasi menawarkan hal tersebut. Ini membuat pasar obligasi diserbu investor yang mengalihkan dananya dari pasar saham. Akibatnya, harga obligasi naik dan yield bergerak ke arah berlawanan.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/hps) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular