10 Saham Indeks LQ45 Paling Cuan Kuartal I 2018

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
04 April 2018 12:55
10 Saham Indeks LQ45 Paling Cuan Kuartal I 2018
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang kuartal I 2018, saham-saham berkapitalisasi pasar jumbo menjadi pemberat langkah IHSG. Hal ini tercermin dari indeks LQ45 yang terkoreksi hingga 6,83%, lebih dalam dari koreksi IHSG yang sebesar 2,62%.

Namun, bukan berarti seluruh saham yang menjadi bagian dari indeks LQ45 memberikan imbal hasil negatif. Tim riset CNBC Indonesia merangkum 10 saham indeks LQ45 dengan imbal hasil tertinggi sepanjang kuartal 1 2018.

Foto: CNBC Indonesia/Anthony Kevin


Dominasi Emiten Pertambangan
Dari 10 saham di atas, terdapat 5 saham emiten yang bergerak dalam sektor pertambangan yaitu TRAM, ANTM, PTBA, INDY, dan ADRO. Penguatan harga saham kelima perusahaan tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas yang menjadi andalan perusahaan dalam meraup pendapatan.

Sepanjang kuartal 1, harga minyak mentah WTI kontrak pengiriman Mei 2018 naik sebesar 7,48% menjadi US 64,94/barel, sementara brent naik 5,08% menjadi US$ 70,27/barel.

Kenaikan harga minyak dunia merupakan hasil dari tingginya tingkat kepatuhan dari negara-negara penghasil minyak dunia (baik OPEC maupun non-OPEC) dalam mematuhi kesepakatan pemangkasan produksi yang rencananya berlangsung sampai dengan akhir tahun ini. Berkurangnya suplai minyak ini terjadi ditengah-tengah berlangsungnya pemulihan ekonomi dunia yang mendongkrak permintaan si emas hitam.

Namun, penguatan harga minyak tertahan oleh kencangnya produksi Amerika Serikat (AS). Sepanjang pekan lalu, stok minyak negeri paman sam bertambah 1,6 juta barel dan produksinya menembus rekor baru yaitu mencapai 10,43 barel/hari.

Beralih ke komoditas batu bara, walaupun harga batu bara terkoreksi sebesar 4,4% sepanjang kuartal 1, apresiasinya tetaplah mencapai 9,05% jika dihitung dari akhir 2016. Positifnya pergerakan harga batu bara tersebut lantas berkontribusi terhadap mengkilapnya kinerja keuangan emiten-emiten pertambangan batu bara tahun lalu (diumumkan tahun ini).

PTBA misalnya, membukukan kenaikan laba bersih sebesar 125% pada tahun 2017 (dari Rp 2 triliun menjadi Rp 4,5 triliun). Sementara itu, laba bersih ADRO naik sebesar 44,4% pada periode yang sama (dari US$ 334,6 juta menjadi US$ 483,3 juta).

10 Saham Indeks LQ45 Paling Cuan Kuartal I 2018Foto: Edward Ricardo

TIM RISET CNBC INDONESIA
Saham MYRX mulai menunjukkan kenaikan signifikan sejak 8 Februari lalu. Hal ini dipicu oleh rencana perusahaan untuk membawa anak usahanya yaitu PT Harvest Time melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari IPO anak usaha tersebut, diharapkan terhimpun dana Rp 300 miliar - Rp 500 miliar.

Harvest Time, merupakan anak usaha Hanson International fokus pada kegiatan usaha properti. Saat ini Harvest Time sedang mengembangkan kawasan dengan membangun perumahan sebanyak 11.000 unit di Maja, Tangerang. Sebanyak 3.000 unit rumah akan diserahkan dalam waktu dekat. Kepemilikan Hanson International pada Harvest Time mencapai 80%.

Namun, rencana IPO yang pada awalnya ditargetkan sebelum akhir Maret terpaksa diundur menjadi kuartal 3 lantaran terganjal masalah hukum, yaitu tanah yang dimiliki perusahaan diakui oleh pihak lain.

Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 28 Desember 2017, dalam Nomor 250/Pdt.D./2016/PN.Jkt.Sel, PT Harvest Time telah menjadi tergugat dalam sengketa lahan yang berlokasi di kawasan Curug Bitung, Lebak, Banten. Tiga perusahaan yang menggugat calon emiten ini menegaskan bahwa cucu usaha dari PT Hanson International Tbk (MYRX) tersebut diharuskan membayar ganti rugi sebesar Rp 1,16 triliun. Ganti rugi tersebut harus dilakukan karena perusahaan telah menduduki lahan milik PT Equator Majapura Raya, PT Equator Kartika dan PT Equator Satrialand Development.

Pada 3 kuartal pertama tahun 2017, laba bersih perusahaan anjlok hingga 49% menjadi Rp 77,9 miliar, dari yang sebelumnya Rp 153,3 miliar pada tahun 2016. Kenaikan harga saham emiten yang beroperasi di bidang transportasi gas ini didorong oleh rencana pembentukan holding BUMN migas, dimana saham pemerintah atas PGAS akan diambil alih oleh PT Pertamina selaku holding.

Sebagai bagian dari pembentukan holding tersebut, PT Pertamina Gas (Pertagas) selaku anak usaha dari PT Pertamina akan diambil alih oleh PGAS. Ketika hal ini terjadi nantinya, aset PGAS akan menggelembung menjadi sekitar US$ 8,19 miliar.

Perhitungan ini didapat dari penjumlahan total aset PGAS per akhir kuartal 3 2017 yang sebesar US$ 6,31 miliar dengan aset Pertagas per akhir 2016 yang senilai US$ 1,88 miliar.

Adanya sinergi infrastruktur antar kedua perusahaan diharapkan dapat meningkatkan kinerja keuangan yang sudah terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun lalu, laba bersih PGAS anjlok 53% (dari US$ 304,3 juta menjadi US$ 143,1 juta). Sejak awal tahun, harga saham WSKT dan ADHI memang langsung tancap gas. Pelaku pasar nampak optimis atas prospek emiten-emiten konstruksi. Terlebih, sepanjang 2015 dan 2016 saham-saham emiten konstruksi menunjukkan kinerja yang mengecewakan, sehingga membuka ruang akumulasi bagi para investor.

Namun, dalam beberapa waktu terakhir harga saham emiten-emiten konstruksi karya (termasuk WSKT dan ADHI) berada dalam tren penurunan, menyusul robohnya bekisting pier head proyek tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu) pada bulan lalu yang berujung pada penghentian sementara (moratorium) proyek-proyek infrastruktur layang.

Sepanjang 2017, WSKT membukukan laba bersih sebesar Rp 3,9 triliun. Jumlah ini naik sebesar 129,4% dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu, laba bersih ADHI naik 64,4% pada periode yang sama (dari Rp 313,4 miliar menjadi Rp 515,4 miliar). Penguatan harga saham MNCN didorong oleh kinerja keuangannya yang relatif positif ditengah tertekannya kompetitor perusahaan. Sepanjang 2017, laba bersih perusahaan naik sebesar 6,1% menjadi Rp 1,45 triliun, dari yang sebelumnya Rp 1,37 triliun.

Sebagai perbandingan, laba bersih PT Surya Citra Media TBk (SCMA) pada periode yang sama anjlok hingga 11,3% (dari Rp 1,5 triliun menjadi Rp 1,3 triliun). Kemudian, laba bersih PT Intermedia Capital Tbk (MDIA) selaku induk usaha ANTV merosot hingga 14,9% (dari Rp 646 miliar menjadi Rp 550 miliar).

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular