Ini Penyebab Rupiah dan Rupee Jadi Mata Uang Terlemah di Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2018 16:25
Ini Penyebab Rupiah dan Rupee Jadi Mata Uang Terlemah di Asia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah dan rupee tidak hanya punya nama yang mirip. Nasib kedua mata uang ini pun hampir serupa, yaitu bergerak melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 

Sejak awal tahun, rupiah menguat 1,4% di hadapan greenback. Sementara mata uang Negeri Bollywood terdepresiasi lebih dalam yaitu 2%. 


Mata uang kawasan mayoritas menguat terhadap dolar AS. Bahkan penguatan yen sempat mencapai 7% tetapi kini sedikit melambat menjadi 5,9%. 

Reuters
Di dua negara ini, pasokan valas dari perdagangan sedang seret. Indonesia telah mengalami defisit perdagangan selama tiga bulan beruntun. 

Indonesia punya pekerjaan rumah yang belum kunjung terselesaikan. Setiap kali pertumbuhan ekonomi terakselerasi, dampaknya adalah lonjakan impor. 

Industrialisasi yang belum tuntas membuat pelaku usaha dalam negeri sulit memenuhi kenaikan permintaan, utamanya bahan baku dan barang modal. Mau tidak mau kebutuhan tersebut harus disediakan dari impor. 


Reuters
Di India, defisit perdagangannya malah lebih parah. Dalam setahun terakhir, neraca perdagangan India terus membukukan defisit. 

Pada Februari 2018, defisit perdagangan Negeri Bollywood mencapai US$ 11,98 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang minus US$ 16,29 miliar, tetapi naik ketimbang periode yang sama pada 2017 yaitu US$ 9,5 miliar. 

Ministry of Commerce and Industry India
Ekonomi India melaju kencang sejak pergantian rezim perpajakan dari Pajak Pertambahan Nilai/PPN alias Value Added Tax (VAT) menjadi Goods and Services Tax (GST). Rezim ini adalah pajak tunggal yang dibebankan kepada konsumen, setelah sebelumnya India menerapkan pajak berlapis yang dipungut oleh pemerintah pusat dan negara bagian. 

Sebelum pemberlakuan GST, pajak di India yang dipungut oleh pemerintah pusat adalah:
  • Cukai pusat.
  • Cukai tambahan.
  • Pajak layanan.
  • Pabean.
  • Cukai tambahan khusus. 
Sementara pajak yang ditarik di level negara bagian adalah:
  • PPN.
  • Pajak hiburan.
  • Pajak atas barang yang masuk ke daerah (octroi/entry tax).
  • Pajak pembelian.
  • Pajak barang mewah.
  • Pajak perjudian.  
GST di India mulai berlaku pada 1 Juli 2017 tetapi gaungnya sudah terdengar sejak 2009. Melalui penerapan GST, pajak akhir yang dibebankan ke konsumen menjadi lebih murah karena sistem pajak tunggal. 

Sebagai contoh, memesan taksi online kini dikenai pajak 5%. Turun dibandingkan sebelumnya yang bisa 6%. Lalu untuk hotel dengan tarif kurang dari 1.000 rupee (Rp 211.320) bebas pajak. 

Bagi perusahaan besar dan UMKM, sistem perpajakan kini juga menjadi sederhana dan bebannya turun. Ini membuat dunia usaha bisa menyisihkan keuntungan lebih karena beban pajak berkurang. 

Kombinasi dari peningkatan konsumsi masyarakat dan dunia usaha adalah ekonomi yang tumbuh mengesankan. Di antara negara-negara G20, India kini memiliki pertumbuhan ekonomi tercepat mengalahkan China. 

Foto: Ministry of Statistics and Programme Implementation India
India memang negara industrialis. Namun semaju apapun industri di sana, sulit untuk memenuhi permintaan 1,32 miliar penduduk. Oleh karena itu, impor India pun meroket untuk menutup kebutuhan masyarakat dan dunia usaha.
Akibat dari membanjirnya impor di Indonesia dan India, maka aktivitas pengiriman barang dari luar negeri pastinya juga ikut naik. Biaya pengiriman (freight) ikut naik, sehingga memberikan terkanan terhadap neraca jasa.  

Neraca perdagangan dan neraca jasa merupakan komponen dari transaksi berjalan (current account), sebuah neraca yang menggambarkan arus devisa di sebuah negara dari sektor riil. Ketika transaksi berjalan surplus, maka devisa yang tersedia cukup memadai sementara ketika defisit maka yang terjadi adalah sebaliknya.

India dan Indonesia menderita transaksi berjalan yang defisit. Maka pasokan devisa dari sektor perdagangan pun sulit diharapkan.

Reuters
Harapan mengeruk devisa tinggal datang dari sektor keuangan. Namun yang satu ini tidak seperti devisa dari perdagangan yang bertahan lama. Devisa dari sektor keuangan alias portofolio sering disebut sebagai hot money, karena mudah datang dan pergi. 

Arus modal asing di sektor keuangan ini rentan keluar begitu ada sentimen negatif, baik dari dalam maupun luar negeri. Seperti yang terjadi tahun ini, investor asing cenderung keluar dari pasar negara berkembang karena isu suku bunga. 

Di negara-negara maju, aura pengetatan kebijakan moneter semakin terasa karena Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga setidaknya tiga kali tahun ini. Bank Sentral Inggris (BoE) juga diperkirakan menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan Mei mendatang. 

Belum lagi ada berbagai isu yang membuat investor pasar keuangan grogi. Mulai dari perang dagang, tensi geopolitik Timur Tengah yang panas-dingin, hingga upaya makar di Spanyol bisa menjadi faktor yang mendorong investor bermain aman dan menghindari aset-aset berisiko. 

Situasi ini membuat rupiah dan rupee sulit menguat. Sokongan devisa yang lebih stabil dari sektor perdagangan yang seret membuat penguatan nilai tukar mengandalkan aliran modal asing di sektor keuangan. Sumber devisa ini mudah keluar-masuk pasar sehingga nilai tukar tidak punya pijakan kuat untuk terapresiasi.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular