
Di Asia, Rupiah dan Rupee Melemah Paling Parah
Tim Riset, CNBC Indonesia
29 March 2018 19:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah belum juga membaik. Dari awal Januari 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih terpuruk paling parah setelah Rupee India.
Melansir data Reuters, Kamis (29/3/2018), rupiah telah melemah 1,4% atau lebih dalam dari pekan lalu yang hanya 1,3%.
Di awal tahun 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 13.565/US$ dan pernah mencapai nilai di Rp 13.287/US$ pada 25 Januari 2018.
Rupiah terus melemah terhadap dolar AS ke level tertingginya Rp 13.800/US$ pada 8 Maret 2018. Hari ini, rupiah lawan dolar AS ditutup pada Rp 13.760/US$.
Sementara, Rupee India terkena tekanan paling parah di Asia. Rupee melemah hingga 2% sejak awal tahun 2018.
India dan Indonesia nampaknya memiliki masalah yang sama yakni defisit di transaksi berjalan. India tercatat memiliki defisit transaksi berjalan (current account deficit/cad) di 1,74% dari PDB di triwulan IV-2018. Sementara Indonesia, memiliki cad sebesar 2,23% pada periode yang sama.
Ketergantungan terhadap aliran modal asing memang membawa volatilitas bagi nilai tukar kedua negara ini. Apalagi khusus Indonesia yang memiliki 'twin deficit' di defisit APBN dan cad. Defisit ini membuat Indonesia ketergantungan kepada aliran modal asing atau capital inflow.
Mata uang yang menguat paling tinggi di Asia yakni Yen Jepang menguat 5,5%. Sementara Ringgit Malaysia menguat 4,7%. Kemudian Bath Thailand juga menguat hingga 4,1% dan dolar Singapura mencapai 2% penguatannya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, kemarin Rabu (29/3/2018), mengatakan pelemahan nilai tukar Rupiah masih terkendali. "Februari 2018 kemarin, aliran modal asing masih masuk US$ 300 juta. Rupiah terdepresiasi 1,29% namun lebih baik dari Filipina, Korea Selatan, India, dan Turki," ungkap Agus Marto di Gedung BI dalam acara Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2017.
Rupiah masih lebih baik karena menurut Agus, stabilitas makro ekonomi Indonesia tetap terjaga. Di 2018, BI memproyeksikan inflasi terjaga di 2,5%-4,5%.
"Sementara di sektor keuangan pertumbuhan kredit perbankan akan berada di 10%-12% sedangkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9%-11%," terangnya.
Agus lebih jauh mengatakan, tantangan masih akan mengemuka di 2018. Terutama soal perang dagang.
"Proteksionisme perdagangan bisa menganggu prospek ekonomi global. Dan ini berdampak negatif ke indoensia," tegas Agus.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Apakah Wajar Dolar AS di Rp 14.000/US$?
Melansir data Reuters, Kamis (29/3/2018), rupiah telah melemah 1,4% atau lebih dalam dari pekan lalu yang hanya 1,3%.
Di awal tahun 2018, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level Rp 13.565/US$ dan pernah mencapai nilai di Rp 13.287/US$ pada 25 Januari 2018.
Sementara, Rupee India terkena tekanan paling parah di Asia. Rupee melemah hingga 2% sejak awal tahun 2018.
![]() |
India dan Indonesia nampaknya memiliki masalah yang sama yakni defisit di transaksi berjalan. India tercatat memiliki defisit transaksi berjalan (current account deficit/cad) di 1,74% dari PDB di triwulan IV-2018. Sementara Indonesia, memiliki cad sebesar 2,23% pada periode yang sama.
Ketergantungan terhadap aliran modal asing memang membawa volatilitas bagi nilai tukar kedua negara ini. Apalagi khusus Indonesia yang memiliki 'twin deficit' di defisit APBN dan cad. Defisit ini membuat Indonesia ketergantungan kepada aliran modal asing atau capital inflow.
![]() |
Mata uang yang menguat paling tinggi di Asia yakni Yen Jepang menguat 5,5%. Sementara Ringgit Malaysia menguat 4,7%. Kemudian Bath Thailand juga menguat hingga 4,1% dan dolar Singapura mencapai 2% penguatannya.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, kemarin Rabu (29/3/2018), mengatakan pelemahan nilai tukar Rupiah masih terkendali. "Februari 2018 kemarin, aliran modal asing masih masuk US$ 300 juta. Rupiah terdepresiasi 1,29% namun lebih baik dari Filipina, Korea Selatan, India, dan Turki," ungkap Agus Marto di Gedung BI dalam acara Peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2017.
Rupiah masih lebih baik karena menurut Agus, stabilitas makro ekonomi Indonesia tetap terjaga. Di 2018, BI memproyeksikan inflasi terjaga di 2,5%-4,5%.
"Sementara di sektor keuangan pertumbuhan kredit perbankan akan berada di 10%-12% sedangkan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9%-11%," terangnya.
Agus lebih jauh mengatakan, tantangan masih akan mengemuka di 2018. Terutama soal perang dagang.
"Proteksionisme perdagangan bisa menganggu prospek ekonomi global. Dan ini berdampak negatif ke indoensia," tegas Agus.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(dru) Next Article Apakah Wajar Dolar AS di Rp 14.000/US$?
Most Popular