Perang Dagang Reda, Yield Obligasi Negara Turun

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 March 2018 11:32
Perang Dagang Reda, Yield Obligasi Negara Turun
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Imbal hasil (yield) obligasi negara mulai bergerak turun setelah beberapa waktu terakhir dalam tren naik. Tekanan yang mulai mereda di pasar keuangan juga terlihat di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Pada Selasa (27/3/2018), yield SBN seri acuan tenor 10 tahun berada di 6,840%. Turun dibandingkan posisi hari sebelumnya yaitu 6,901%.

Yield Obligasi Negara TurunReuters
Sebelumnya, yield selalu bergerak ke atas sejak 20 Maret lalu. Ketidakpasian jelang dan setelah pertemuan The Federal Reserve/The Fed membuat pelaku pasar bersikap konservatif dan memilih menahan diri. Kala itu, instrumen yang dianggap aman (safe haven) seperti yen Jepang, emas, sampai minyak menjadi buruan investor. 

Sepekan kemarin, yen Jepang secara point to point menguat 1,29%. Kemudian harga emas naik 2,41%, sementara harga minyak light sweet dan brent mencatatkan penguatan yang signifikan, masing-masing sebesar 5,68% dan 6,4%. 

Tidak hanya antisipasi pertemuan The Fed, pasar juga was-was karena pekan lalu isu perang dagang berhembus kencang. Setelah selesai dengan baja dan aluminium, pada Kamis lalu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump merilis kebijakan bea masuk untuk 1.000 lebih produk China atas nama perlindungan hak kekayaan intelektual. 

China pun tangkas merespons kebijakan ini dengan mengenakan bea masuk terhadap 128 produk China. Aksi saling balas ini dikhawartirkan memicu perang dagang dalam skala global, karena pelakunya adalah dua negara dengan perdagangan terbesar di muka bumi. 

Namun kekhawatiran tersebut mulai pudar kala Washington dan Beijing membuka ruang untuk negosiasi. Menurut sumber dari pihak-pihak yang terlibat dalam negosiasi ini, China menawarkan untuk mengimpor lebih banyak perangkat semikonduktor dari AS, mengurangi pembelian dari beberapa negara seperti Korsel dan Taiwan. 

Selain itu, China juga tengah menyusun aturan yang memperbolehkan investor asing memiliki saham mayoritas di perusahaan sekuritas. Aturan ini rencananya akan difinalkan pada Mei. 

Dialog AS-China menciptakan euforia di pasar. Pada perdagangan awal pekan ini, Wall Street sudah rebound setelah beberapa hari terkoreksi. Bahkan tiga indeks utama di bursa New York mencatatkan kinerja terbaik sejak awal 2015. 

Pelaku pasar pun siap kembali 'bermain' dengan aset-aset berisiko, risk appetite sudah kembali. Harga instrumen safe haven bergerak turun, seperti yen yang hari ini terdepresiasi 0,21% dan emas turun 0,08%. 

Minat terhadap instrumen berisiko kemungkinan melanda SBN. Ini terlihat dari harga SBN yang bergerak naik. 

Hari ini, harga SBN 10 tahun berada di 94,825%. Naik dibandingkan posisi kemarin di 94,4%. Kenaikan harga bisa diartikan sebagai pertanda maraknya permintaan. 

Yield Obligasi Negara TurunReuters
Hari ini, pemerintah berencana melelang lima seri obligasi negara. Sepertinya lelang ini dilakukan dalam momentum yang tepat. 

Dalam lelang ini, pemerintah menetapkan target indikatif sebesar Rp 17 triliun. Namun bisa dinaikkan (upsize) menjadi Rp 25,5 triliun.


Dian Ayu Yustina, Ekonom Bank Danamon, memperkirakan minat dalam lelang ini akan cukup besar. Penguatan rupiah yang masih berlanjut bisa menjadi faktor yang membuat SBN semakin menarik. 

Pada pukul 11:00 WIB rupiah melanjutkan penguatannya 0,2% ke Rp 13.708/US$. Pada pembukaan hari ini, rupiah menguat 0,14%. 

"Pagi ini rupiah dibuka menguat karena sentimen perang dagang AS-China mereda. Mungkin kita akan melihat permintaan yang bagus dalam lelang hari ini," sebut Dian dalam risetnya. 

Namun, lanjut Dian, ada risiko dari potensi percepatan laju inflasi akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Sejak bulan lalu, harga Pertamax cs dinaikkan dalam kisaran Rp 100-500/liter. 

"Ada potensi tekanan inflasi domestik karena kenaikan harga BBM. Namun sepertinya tidak terlalu signifikan, sebab terjadi di tengah penurunan harga pangan sebagai dampak panen raya Maret-April," tulis Dian.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular