
Yield Obligasi Negara Sentuh 6,872%, Tertinggi Sejak Agustus
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
24 March 2018 12:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar obligasi negara dalam sepekan ini tidak lepas dari tekanan. Imbal hasil (yield) pun merangkak naik ke titik tertinggi sejak Agustus 2017.
Kemarin, yield Surat Berharga Negara (SBN) acuan tenor 10 tahun berada di angka 6,872%. Ini merupakan titik tertinggi sejak 21 Agustus 2017.
Kenaikan yield berarti harga instrumen ini turun. Harga SBN 10 tahun kemarin berada di 94,6%. Turun dibandingkan sehari sebelumnya yaitu 95,38%, sedangkan pada awal pekan harganya masih di 95,59%.
Kala yield obligasi pemerintah Indonesia naik, hal sebaliknya justru terjadi di Negeri Paman Sam. Kemarin, yield obligasi negara AS 10 tahun berada di 2,826%. Lebih rendah dibandingkan sehari sebelumnya yaitu 2,832%.
Penurunan yield obligasi pemerintah AS disebabkan oleh tingginya minat investor seiring kenaikan suku bunga. Pada 21 Maret waktu setempat, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin ke 1,5-1,75%.
Ini membuat obligasi pemerintah AS menjadi menarik dan diburu pelaku pasar. Tingginya antusiasme investor membuat harga instrumen ini naik dan yield-nya terkoreksi.
Sementara Bank Indonesia pada 22 Maret lalu memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 4,25%. Langkah ini ditempuh karena inflasi diperkirakan masih sesuai ekspektasi, dan pertumbuhan ekonomi domestik membutuhkan dorongan.
Akibatnya, suku bunga di AS menjadi semakin menarik. Ini mendorong yield SBN ke atas, karena mengantisipasi arus modal keluar ke Negeri Adidaya.
Kenaikan yield SBN kemungkinan hanya akibat persepsi psikologis pasar, lebih ke faktor teknikal. Sebab secara fundamental, sebenarnya arus modal yang masuk ke pasar SBN masih cukup deras.
Investor asing menambah kepemilikannya di SBN sebesar Rp 1,91 triliun selama 19-22 Maret. Dalam periode yang sama, perbankan pun meningkatkan koleksi SBN mereka sebesar Rp 1,49 triliun.
Artinya SBN masih menjadi instrumen yang diminati sehingga secara fundamental agak sulit dicerna mengapa harganya bisa turun. Oleh karena itu, sepertinya tekanan ini hanya bersifat temporer dan ketika pasar sudah kembali rasional maka persepsi negatif akan hilang. Ketika itu terjadi, diharapkan harga SBN bisa rebound dan yield pun terkoreksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Kemarin, yield Surat Berharga Negara (SBN) acuan tenor 10 tahun berada di angka 6,872%. Ini merupakan titik tertinggi sejak 21 Agustus 2017.
![]() |
![]() |
Kala yield obligasi pemerintah Indonesia naik, hal sebaliknya justru terjadi di Negeri Paman Sam. Kemarin, yield obligasi negara AS 10 tahun berada di 2,826%. Lebih rendah dibandingkan sehari sebelumnya yaitu 2,832%.
![]() |
Penurunan yield obligasi pemerintah AS disebabkan oleh tingginya minat investor seiring kenaikan suku bunga. Pada 21 Maret waktu setempat, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin ke 1,5-1,75%.
Ini membuat obligasi pemerintah AS menjadi menarik dan diburu pelaku pasar. Tingginya antusiasme investor membuat harga instrumen ini naik dan yield-nya terkoreksi.
Sementara Bank Indonesia pada 22 Maret lalu memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di 4,25%. Langkah ini ditempuh karena inflasi diperkirakan masih sesuai ekspektasi, dan pertumbuhan ekonomi domestik membutuhkan dorongan.
Akibatnya, suku bunga di AS menjadi semakin menarik. Ini mendorong yield SBN ke atas, karena mengantisipasi arus modal keluar ke Negeri Adidaya.
Kenaikan yield SBN kemungkinan hanya akibat persepsi psikologis pasar, lebih ke faktor teknikal. Sebab secara fundamental, sebenarnya arus modal yang masuk ke pasar SBN masih cukup deras.
Investor asing menambah kepemilikannya di SBN sebesar Rp 1,91 triliun selama 19-22 Maret. Dalam periode yang sama, perbankan pun meningkatkan koleksi SBN mereka sebesar Rp 1,49 triliun.
Artinya SBN masih menjadi instrumen yang diminati sehingga secara fundamental agak sulit dicerna mengapa harganya bisa turun. Oleh karena itu, sepertinya tekanan ini hanya bersifat temporer dan ketika pasar sudah kembali rasional maka persepsi negatif akan hilang. Ketika itu terjadi, diharapkan harga SBN bisa rebound dan yield pun terkoreksi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru) Next Article Takut Jakarta 'Digembok' Kayak Manila, Investor Lepas SBN
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular