Internasional

Terpukul Pajak AS, Barclays Merugi Rp 36,9 T di 2017

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
22 February 2018 18:14
Laba sebelum pajak grup Barclays meningkat 10% menjadi £ 3.54 miliar di tahun 2017, simpanan nasabah juga naik 2% menjadi £ 193.4 miliar
Foto: Reuters
Jakarta, CNBC Indonesia - Barclays mencatat kerugian signifikan pada laporan keuangan tahunan 2017, sebagian disebabkan oleh reformasi pajak Amerika Serikat (AS) dan dolar yang melemah.

Bank asal Inggris tersebut merugi £ 1.92 miliar (US$ 2,67 miliar atau setara dengan Rp 36,9 triliun), sebagian besar adalah biaya senilai £ 901 juta untuk beban pajak yang dibayarkan kepada pemerintah AS sebagai pajak tangguhan (deffered tax assets).

Padahal, laba sebelum pajak grup tersebut meningkat 10% menjadi £ 3.54 miliar di tahun 2017, simpanan nasabah juga naik 2% menjadi £ 193.4 miliar.

Laba sebelum pajak melampaui jumlah di tahun 2016, yaitu senilai £ 3.2 miliar, namun meleset dari prediksi rata-rata analis pada angka £ 4.7 miliar. Meskipun begitu, prediksi tersebut tidak diperbarui dengan hitungan pajak pengurangan nilai (write-down) yang dikenakan AS, menurut Reuters yang dilansir oleh CNBC International.

Sejumlah bank mencatatkan miliaran pajak pengurangan nilai pada laporan kuartal keempat akibat reformasi pajak yang diprakarsai Partai Republik pada bulan Desember tahun lalu, meskipun kerugian ini diprediksi hanya terjadi satu kali.


Barclays juga mengumumkan kenaikan deviden menjadi 6,5 pence per saham untuk tahun 2018, meningkat lebih dari dua kali lipat dari deviden tahun lalu senilai 3 pence.

Saham Barclays ditransaksikan lebih tinggi 5,2% pada perdagangan pagi hari Kamis (22/2/2018).

Penjualan unit Barclays Afrika milik bank tersebut juga menurunkan laba untuk tahun ini.

"2018 akan menjadi tahun pertama dalam lima tahun saat bank ini mulai dengan model operasi yang bersih," kata Staley kepada CNBC segera setelah hasil tersebut dipublikasikan.

Bank itu sedang berupaya untuk melepaskan isu mengenai reputasinya setelah mengalami skandal selama beberapa tahun. Isu yang terbaru berpusat pada dugaan perlakuan tidak menyenangkan terhadap whistleblower pada awal 2017.

Staley memimpin bank tersebut sejak tahun 2015 dan berjanji untuk membangun kembali citra bank tersebut. Ia adalah CEO kelima dari bank tersebut dalam tujuh tahun.

"Kami masih memiliki beberapa isu warisan, tapi kami sangat nyaman dengan posisi bank ini," tambahnya.
(prm) Next Article Laba Barclays Kuartal Dua Melesat 3 Kali Lipat Jadi Rp 36 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular