
The Fed Naikkan Bunga, Waspada Pembalikan Dana
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 February 2018 12:22

Jakarta, CNBC Indonesia – Kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat (AS) sepertinya sudah semakin dekat. Pasar meyakini bank sentral AS, The Federal Reserve/ The Fed, akan menaikkan suku bunga dalam pertemuan bulan depan.
Hal ini semakin terkonfirmasi saat The Fed merilis ikhtisar rapat (minutes meeting) Januari 2018. Dalam dokumen tersebut, cukup gamblang disebutkan bahwa sudah cukup alasan untuk menaikkan suku bunga acuan.
“Para anggota sepakat bahwa penguatan kinerja ekonomi dalam jangka pendek membuat kenaikan Federal Funds Rate secara bertahap sudah kayak. Hampir seluruh peserta rapat memperkirakan inflasi akan mengarah ke kisaran 2% dalam jangka menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang di atas ekspektasi dan pasar tenaga kerja yang kuat,” sebut The Fed dalam risalahnya.
Laju inflasi Negeri Paman Sam mulai terakselasi seiring pulihnya konsumsi masyarakat. Kebijakan Presiden Donald Trump yang memangkas tarif pajak penghasilan korporasi juga mempengaruhi rumah tangga, karena banyak perusahaan yang memberikan bonus kepada karyawannya.
Di sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran AS juga mencapai titik terendah dalam 17 tahun terakhir. Angka penciptaan lapangan kerja juga terus bertambah.
Kenaikan suku bunga acuan AS yang baru potensi saja sudah mendorong imbal hasil (yield) obligasi negara AS. Hari ini, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun sudah mencapai 2,94% dan pasar sepertinya bersiap untuk menyambut yield di kisaran 3%.
Selisih atau spread antara yield obligasi AS dengan Indonesia pun semakin menyempit. Saat ini yield obligasi global Indonesia ada di kisaran 4,24%.
Dengan selisih yang mengecil ini, maka potensi pembalikan arus modal (capital reversal) menjadi semakin nyata. Obligasi pemerintah AS merupakan salah satu instrumen paling aman di dunia. Sudah aman, kini instrumen itu juga menawarkan imbalan yang menarik.
Selama periode 1-20 Februari 2018, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun Rp 8,29 triliun. Minat investor yang tercermin dari penawaran yang masuk di lelang obligasi juga menurun.
Ketika terjadi capital reversal, maka akan mengancam transaksi modal dan finansial yang merupakan komponen dari neraca pembayaran. Selama ini, transaksi modal dan finansial masih surplus sehingga bisa menutup defisit yang terjadi di transaksi berjalan sehingga neraca pembayaran terjaga positif.
Saat arus modal portofolio keluar dari Indonesia, maka surplus transaksi modal dan finansial bisa berkurang atau bahkan menjadi defisit (kecuali ada investasi asing di sektor riil yang cukup besar bisa mengompensasi). Jika ini terjadi, maka neraca pembayaran juga terancam karena transaksi berjalan hampir mustahil bisa surplus. Dampak dari risiko eksternal ini adalah nilai tukar rupiah.
Semakin banyaknya valas yang mengair keluar dari Indonesia akan menekan nilai tukar rupiah. Rupiah akan terkena hantaman dari dua sisi, yaitu sektor finansial dan sektor riil.
Hantaman kepada rupiah dari sisi sektor riil adalah peningkatan impor seiring perbaikan ekonomi. Kebutuhan bahan baku dan barang modal yang meningkat masih sulit dipenuhi oleh industri dalam negeri, sehingga terpaksa didatangkan dari luar negeri.
Itulah beberapa risiko yang bisa menimpa Indonesia kala suku bunga acuan AS naik. Ada baiknya pemerintah, bank sentral, dan seluruh pelaku ekonomi mempersiapkan mitigasi untuk menghindari kemungkinan terburuk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/prm) Next Article Dolar AS Terus Melemah, Ini Obatnya
Hal ini semakin terkonfirmasi saat The Fed merilis ikhtisar rapat (minutes meeting) Januari 2018. Dalam dokumen tersebut, cukup gamblang disebutkan bahwa sudah cukup alasan untuk menaikkan suku bunga acuan.
“Para anggota sepakat bahwa penguatan kinerja ekonomi dalam jangka pendek membuat kenaikan Federal Funds Rate secara bertahap sudah kayak. Hampir seluruh peserta rapat memperkirakan inflasi akan mengarah ke kisaran 2% dalam jangka menengah seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang di atas ekspektasi dan pasar tenaga kerja yang kuat,” sebut The Fed dalam risalahnya.
![]() |
Di sisi ketenagakerjaan, tingkat pengangguran AS juga mencapai titik terendah dalam 17 tahun terakhir. Angka penciptaan lapangan kerja juga terus bertambah.
![]() |
![]() |
![]() |
Selama periode 1-20 Februari 2018, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) turun Rp 8,29 triliun. Minat investor yang tercermin dari penawaran yang masuk di lelang obligasi juga menurun.
![]() |
![]() |
![]() |
Semakin banyaknya valas yang mengair keluar dari Indonesia akan menekan nilai tukar rupiah. Rupiah akan terkena hantaman dari dua sisi, yaitu sektor finansial dan sektor riil.
Hantaman kepada rupiah dari sisi sektor riil adalah peningkatan impor seiring perbaikan ekonomi. Kebutuhan bahan baku dan barang modal yang meningkat masih sulit dipenuhi oleh industri dalam negeri, sehingga terpaksa didatangkan dari luar negeri.
Itulah beberapa risiko yang bisa menimpa Indonesia kala suku bunga acuan AS naik. Ada baiknya pemerintah, bank sentral, dan seluruh pelaku ekonomi mempersiapkan mitigasi untuk menghindari kemungkinan terburuk.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/prm) Next Article Dolar AS Terus Melemah, Ini Obatnya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular