Berikut ini beberapa problem yang menyelimuti industri keramik nasional, hingga memukul para pelaku usaha, termasuk raksasa keramik nasional ini.
Â
1.     Lesunya Industri PropertiDalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR pada 12 Oktober, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengadukan nasib bisnis mereka yang menghadapi penurunan drastis dalam dua tahun terakhir, menyusul lesunya pertumbuhan properti dalam negeri.
Â
2.     Gempuran Produk AsingMenurut data Sucofindo, perusahaan inspeksi nasional, Indonesia mencatatkan pertumbuhan impor keramik di atas 20 persen setiap tahunnya. Impor terbesar berasal dari China, disusul Vietnam, yang melibas produk dalam negeri karena menawarkan harga yang jauh lebih murah.
Â
3.     Tingginya Harga GasIndustri keramik Indonesia mengalami tantangan berat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena tingginya harga gas yang menyumbang 40 persen biaya produksi perusahaan keramik. Sejauh ini, delapan pabrik keramik gulung tikar karena persoalan harga gas, menyisakan 32 perusahaan lain yang kembang kempis.
Â
4.     Ketimpangan Perjanjian DagangSesuai perjanjian AFTA (Asean Free Trade Area), bea masuk impor keramik dari China akan turun dari 20 persen menjadi 5 persen. Namun, menurut Asaki, China masih mengenakan bea masuk sebesar 20 persen untuk produk yang sama.
(hps/hps)