
Sektor Properti Mulai Menunjukkan Sinyal Pemulihan
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
01 February 2018 07:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor properti mulai menunjukkan tren membaik pada 2018, setelah mengalami tekanan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Dua emiten properti menyampaikan laporan kemarin sudah menunjukkan ada kenaikan dari pendapatan pada 2017, yang menunjukkan penjualan properti mulai kembali bergairah.
PT Intiland Development Tbk. (DILD), kemarin menyampaikan penjualan (marketing sales) sampai akhir tahun 2017 sebesar Rp 3,93 triiun. Realisasi penjualan tersebut terdiri dari Rp 2,93 triliun untuk penjualan unit residensial atau mencakup 87% dari total penjualan dan Rp 432 miliar dari reccuring income atau 13% dari total penjualan.
Capaian tersebut lebih tinggi 106% dibandingkan capaian penjualan tahun 2016 sebesar Rp 1,6 triliun. Berdasarkan rilis perseroan di laporan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia capaian tersebut juga 46% lebih tinggi dibandingkan dengan target penjualan 2017 sebesar Rp 2,3 tiliun. Sementara, peningkatan reccuring income perseroan meningkat 38% dari realisasi reccuring income tahun lalu sebesar Rp 313 miliar.
Peningkatan penjualan ini didorong oleh peluncuran proyek mixed-use dan high rise 57 Promenade pada kuartal III 2017 serta penjualan unit industri di Ngoro Industrial Park sepanjang semester I tahun lalu.
Penjualan unit-unit di proyek mixed use dan high rise yang dikembangkan perseroan memang masih mencakup porsi paling tinggi yaitu sebesar Rp 1,92 triliun atau tumbuh 226% dari capaian tahun 2016 sebesar Rp 590 miliar. Kemudian disusul penjualan unti industri sebesar Rp 531 miliar atau meningkat 556% dari capaian 2016 sebesar Rp 81 miliar. Baru penjualan properti investasi sebesar Rp 432 miliar atau naik 38% dari capaian 2016 sebesar Rp 313 miliar.
Sementara itu, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melaporkan pada kuartal III 2017 pendapatan mengalami pertumbuhan tipis 1,08% menjadi Rp 7,5 triliun, dari Rp 7,42 triliun pada periode yang sama 2016. Sehingga perolehan laba kotor sebesar Rp 3,2 triliun hanya naik 3,23% dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar Rp 3,1 triliun.
Namun dari sisi laba bersih terjadi penurunan 5,96% menjadi Rp 625 miliar, dibandingkan perolehan yang sama pada kuartal III 2016 yang tercatat sebesar Rp 664,59 miliar.
"Kinerja pendapatan perseroan yang stagnan disebabkan oleh penurunan pendapatan Divisi Residential & Urban Development sebesar 20% menjadi Rp 1,9 triliun dipicu penurunan township sebesar 32% menjadi Rp 957 miliar, kata Direktur Utama Lippo Karawaci, Ketut Budi Wijaya melalui keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia.
Dirinci dalam keterbukaan tersebut, pendapatan divisi Komersial yang terdiri dari Mal Ritel & Hotel sebesar Rp 550 miliar. Beberapa divisi perseroan yang mengalami peningkatan kinerja, yaitu divisi Manajemen Aset yang mencatatkan pendapatan naik 9% per September 2017 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 707 miliar.
Tentu layak untuk disimak, laporan emiten-emiten properti lainnya yang akan disampakan dalam beberapa waktu ke depan. Namun yang jelas, jika Bank Indonesia mempertahankan kebijakan suku bunga rendah, maka akan terasa langsung kepada sektor properti.
Seperti yang dikeluhan Realestat Indonesia (REI) yang mengatakan saat ini bunga kredit konstruksi bagi pengembang rumah subsidi sebagian besar berada di atas 10%. Padahal BI Rate 4,25%.
“Bunga bank ada di kisaran 12-13%. Sebenarnya untuk bunga kredit konstruksi perumahan non-subsidi sudah ada di level di bawah 10%, sementara untuk subsidi sebagian besar masih di atas 10%. Ini ironi pengembang rumah subsidi malah dapat bunga kredit lebih besar," kata Soelaeman Soemawinata dalam konferensi pers di Kantor DPP REI, Rabu (31/01/2018).
(hps) Next Article Juragan Lahan Jabodetabek, Agung Podomoro atau Summarecon?
PT Intiland Development Tbk. (DILD), kemarin menyampaikan penjualan (marketing sales) sampai akhir tahun 2017 sebesar Rp 3,93 triiun. Realisasi penjualan tersebut terdiri dari Rp 2,93 triliun untuk penjualan unit residensial atau mencakup 87% dari total penjualan dan Rp 432 miliar dari reccuring income atau 13% dari total penjualan.
Capaian tersebut lebih tinggi 106% dibandingkan capaian penjualan tahun 2016 sebesar Rp 1,6 triliun. Berdasarkan rilis perseroan di laporan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia capaian tersebut juga 46% lebih tinggi dibandingkan dengan target penjualan 2017 sebesar Rp 2,3 tiliun. Sementara, peningkatan reccuring income perseroan meningkat 38% dari realisasi reccuring income tahun lalu sebesar Rp 313 miliar.
Penjualan unit-unit di proyek mixed use dan high rise yang dikembangkan perseroan memang masih mencakup porsi paling tinggi yaitu sebesar Rp 1,92 triliun atau tumbuh 226% dari capaian tahun 2016 sebesar Rp 590 miliar. Kemudian disusul penjualan unti industri sebesar Rp 531 miliar atau meningkat 556% dari capaian 2016 sebesar Rp 81 miliar. Baru penjualan properti investasi sebesar Rp 432 miliar atau naik 38% dari capaian 2016 sebesar Rp 313 miliar.
Sementara itu, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melaporkan pada kuartal III 2017 pendapatan mengalami pertumbuhan tipis 1,08% menjadi Rp 7,5 triliun, dari Rp 7,42 triliun pada periode yang sama 2016. Sehingga perolehan laba kotor sebesar Rp 3,2 triliun hanya naik 3,23% dibandingkan periode yang sama 2016 sebesar Rp 3,1 triliun.
Namun dari sisi laba bersih terjadi penurunan 5,96% menjadi Rp 625 miliar, dibandingkan perolehan yang sama pada kuartal III 2016 yang tercatat sebesar Rp 664,59 miliar.
"Kinerja pendapatan perseroan yang stagnan disebabkan oleh penurunan pendapatan Divisi Residential & Urban Development sebesar 20% menjadi Rp 1,9 triliun dipicu penurunan township sebesar 32% menjadi Rp 957 miliar, kata Direktur Utama Lippo Karawaci, Ketut Budi Wijaya melalui keterbukaan informasi yang disampaikan kepada Bursa Efek Indonesia.
Dirinci dalam keterbukaan tersebut, pendapatan divisi Komersial yang terdiri dari Mal Ritel & Hotel sebesar Rp 550 miliar. Beberapa divisi perseroan yang mengalami peningkatan kinerja, yaitu divisi Manajemen Aset yang mencatatkan pendapatan naik 9% per September 2017 jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 707 miliar.
Tentu layak untuk disimak, laporan emiten-emiten properti lainnya yang akan disampakan dalam beberapa waktu ke depan. Namun yang jelas, jika Bank Indonesia mempertahankan kebijakan suku bunga rendah, maka akan terasa langsung kepada sektor properti.
Seperti yang dikeluhan Realestat Indonesia (REI) yang mengatakan saat ini bunga kredit konstruksi bagi pengembang rumah subsidi sebagian besar berada di atas 10%. Padahal BI Rate 4,25%.
“Bunga bank ada di kisaran 12-13%. Sebenarnya untuk bunga kredit konstruksi perumahan non-subsidi sudah ada di level di bawah 10%, sementara untuk subsidi sebagian besar masih di atas 10%. Ini ironi pengembang rumah subsidi malah dapat bunga kredit lebih besar," kata Soelaeman Soemawinata dalam konferensi pers di Kantor DPP REI, Rabu (31/01/2018).
(hps) Next Article Juragan Lahan Jabodetabek, Agung Podomoro atau Summarecon?
Most Popular