
Saham Properti Lagi-Lagi Diobral, Ada Apa Sih?

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten properti kembali melorot ke zona merah pada awal perdagangan hari ini, Rabu (12/1/2022), melanjutkan kecenderungan penurunan pada perdagangan Selasa kemarin (11/1).
Berikut kinerja saham emiten properti, mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.35 WIB.
Bekasi Asri Pemula (BAPA), saham -6,45%, ke Rp 87/saham
DMS Propertindo (KOTA), -5,97%, ke Rp 63/saham
Pollux Properti Indonesia (POLL), -5,17%, ke Rp 825/saham
Greenwood Sejahtera (GWSA), -4,73%, ke Rp 161/saham
Agung Podomoro Land (APLN), -4,17%, ke Rp 115/saham
PP Properti (PPRO), -3,57%, ke Rp 54/saham
Andalan Sakti Primaindo (ASPI), -1,32%, ke Rp 75/saham
Modernland Realty (MDLN), -1,28%, ke Rp 77/saham
Alam Sutera Realty (ASRI), -1,27%, ke Rp 155/saham
Binakarya Jaya Abadi (BIKA), -0,77%, ke Rp 258/saham
Surya Semesta Internusa (SSIA), -0,44%, ke Rp 452/saham
Menurut data di atas, saham BAPA menjadi yang paling ambles, yakni sebesar 6,45%, dengan nilai transaksi Rp 1,53 miliar.
Di bawah saham BAPA, ada saham KOTA yang anjlok 5,97%, melanjutkan pelemahan dalam 3 hari terakhir.
Saham POLL dan GWSA juga masing-masing terjungkal 5,17% dan 4,73%.
Tidak ketinggalan, saham APLN dan PPRO juga turun 4,17% dan 3,57%.
Anjloknya saham-saham emiten properti ini tampaknya dipicu oleh dua faktor utama. Pertama adalah sentimen kenaikan suku bunga acuan secara global dan yang kedua adalah peningkatan kasus Covid-19.
Untuk sentimen yang pertama, stance kebijakan moneter the Fed yang hawkish dikhawatirkan dapat memantik bank sentral lain termasuk dalam negeri untuk menaikkan suku bunga acuan.
Ketika suku bunga acuan dinaikkan, maka imbasnya bisa negatif ke sektor ini lantaran penjualan properti sangat mengandalkan kredit dari perbankan. Suku bunga yang naik terlalu cepat dan tinggi dapat membuat minat serta daya beli properti masyarakat turun.
Sentimen kedua adalah seputar Covid-19. Setelah varian Omicron dilaporkan masuk ke Tanah Air, kasus infeksi Covid-19 terus meningkat. Kemarin ada tambahan kasus baru sebanyak 800 lebih. Padahal sebelum Omicron masuk, kasus infeksi Covid-19 di dalam negeri konsisten di bawah 500.
Adanya kecemasan akan serangan gelombang ketiga Covid-19 ini membuat pelaku pasar mengantisipasi akan adanya rem darurat dari pemerintah. Hingga saat ini PPKM leveling masih diberlakukan dan terus diperpanjang.
Jika rem darurat ditarik, maka emiten properti yang memiliki portofolio pusat perbelanjaan/shopping mall jelas akan terkena imbas negatifnya karena berakibat pada sepinya pengunjung.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/vap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saham Emiten 'Receh' Properti Ngamuk, Ada Apa Ini?