
Populer Sejak Pandemi, 5 Tanaman Hias Harganya 'Gokil'

Meski demikian, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menyebut bahwa fenomena ini sebagai gelembung ekonomi (bubble economy). Ia meminta masyarakat untuk menyikapi tren tanaman hias ini dengan bijak.
"Fenomena tanaman hias ini disebut sebagai gelembung ekonomi d imana harga suatu barang jauh dari nilai intrinsiknya," katanya menjawab CNBC Indonesia.
"Dalam sejarah bubble economy pertama kali dicatat pada tahun 1637 saat harga bunga Tulip dihargai 3.000 sampai 4.200 gulden di Eropa."
Dia menuturkan bahwa di Indonesia sendiri ini bukan hal baru. Tren sama terjadi berulang pada saat booming ikan louhan, daun anthurium sampai batu akik.
"Ini menunjukkan adanya gejala irasionalitas di pasar," ujarnya.
Sebagai contoh, jelasnya, dulu Anturium pernah dihargai setara mobil. Ternyata ada permainan antar pedagang tanaman hias atau kartel yang menggoreng harga sehingga bisa ratusan juta rupiah.
"Sekarang bisa terjadi lagi ketika tanaman hias seperti monstera atau janda bolong yang harganya selangit. Ini perlu diselidiki, siapa yang bermain dibelakang fenomena ini? yang jelas spekulan selalu menciptakan produk untuk dipermainkan," papar dia.
Hal senada juga dikatakan pengamat lainnya Mirah Midadan Fahmid. Ia menyebut bahwa meningkatnya bisnis ini lantaran permintaan yang meningkat disertai kelangkaan komoditas produk.
"Dalam melihat fenomena bisnis ini, kita bisa kembali lagi ke hukum permintaan. Di mana ketika permintaan meningkat, harganya pasti ikut naik," ujarnya."Apalagi di tambah dengan komoditas yang sedang digandrungi tersebut mengalami kelangkaan, harga belinya pasti meningkat drastis."
Dia menuturkan bahwa bisnis ini bisa tergolong menjadi "business monkey" yang berpotensi merugikan orang lain (konsumen). Meski begitu, ini menguntungkan bagi kelompok orang tertentu (penjual) karena tingginya harga yang ditetapkan.
Sementara itu, akan ada titik di mana tingginya harga beli tersebut tidak akan mendapatkan pembeli lagi. Sehingga akan merugikan penjual yang selama ini menahan atau kelompok orang yang melakukan investasi dengan cara menahan kuantitas komoditas tersebut dan menjual dengan harga tinggi.
[Gambas:Video CNBC]