
Love Distancing: Cinta & Keluarga yang Terpisah Akibat Corona
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
26 March 2020 14:20

Jakarta, CNBC Indonesia- Bersyukurlah saat pemerintah meminta kita hanya menjaga jarak 1 meter dan kita masih bisa berkumpul dengan orang yang kita sayangi. Bagi sebagian orang, jarak 1 meter bahkan menjadi kemewahan di masa seperti ini.
Terutama bagi para tenaga medis, di mana sejak pandemi corona menyerang negeri ini, bertemu dengan orang yang mereka sayangi pun sulit sekali.
Seperti yang dialami oleh Leonita, yang baru saja kehilangan sang ayahanda karena covid-19.
Kisah Leonita sempat viral di sosial media beberapa hari lalu. Kepada CNBC Indonesia, Leonita yang merupakan putri Guru Besar Epidemiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Bambang Sutrisna, meluangkan waktu menceritakan pengalaman pilunya.
"Noni tolong Papi, Papi sesak sekali," Leonita menirukan ucapan terakhir sang Ayah, sebelum akhirnya ayah yang ia cintai menghembuskan nafas terakhir pada Senin, 23 Maret lalu.
"Ayah saya menelepon tanggal 22 malam, itu terakhir kali. Dia jarang mengeluh, kalau sampai dia mengeluh berarti memang sedang sangat kesakitan. Dan kami saat itu, tidak bisa berada di dekatnya," tutur Noni, sapaan akrab Leoni kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/3/2020).
Ayahnya, dokter Bambang, berstatus PDP (Pasien Dalam Pengawasan) usai kontak dengan pasien suspect covid-19 beberapa hari sebelumnya. Bambang, juga merupakan dokter yang berada di garda depan untuk melawan penyebaran virus corona di Indonesia.
Kondisi Bambang kemudian makin parah, dan dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan. Di sana, Bambang dengan kondisi yang sudah lemah sempat ditolak karena rumah sakit sudah penuh. "Ini akhirnya diterima karena ayah saya tenaga medis, meskipun kondisinya sudah sangat parah."
Namun, di tengah kondisi ayahnya yang semakin memburuk, tidak ada satu pun anggota keluarga yang bisa mendekat bahkan untuk melihat kondisi sang ayah.
"Karena Papi ada di ruang isolasi, kami tidak bisa masuk, kami tidak bisa lihat. Tidak ada yang jaga juga, karena dokter dan suster terbatas, jadi saat dia sedang sakit kami tidak berada di sisinya," tutur Noni dengan suara yang bergetar.
Kepergian dokter Bambang, buat Noni makin lebih terasa karena sebelumnya Noni sedang mengisolasi diri. "Profesi sebagai dokter ini sangat berisiko, semuanya pasti sudah terpapar. Saya akhirnya isolasi diri, dan tidak menemui orang tua dulu karena khawatir."
Perjumpaan terakhir Noni dengan ayah dan ibunya adalah dua pekan lalu usai ia menggelar pesta pernikahannya pada 7 Maret 2020. "Habis menikah, beberapa hari setelahnya sempat bertemu Papi dan Mama, tapi habis itu tidak sempat lagi."
Noni mengaku bahkan ia sempat berseteru dengan sang ibunda soal kondisi ayahnya dan menjelaskan mengapa Noni tidak bisa berada di dekat mereka dulu sementara waktu. "Kondisinya sangat susah, kami semua terpapar dan khawatir satu sama lain. Tapi tidak bisa berdekatan, terutama dengan Papi di saat-saat terakhirnya."
Sampai akhirnya, ia harus mengantarkan jenazah sang ayah ke liang kubur. Bagi Noni, semua ini rasanya tidak nyata. Ia baru menikah dan diantar sang ayah ke pelaminan pada 7 Maret, dan beberapa hari kemudian ia yang harus menyaksikan sang ayah ke peristirahatan abadi.
Terutama bagi para tenaga medis, di mana sejak pandemi corona menyerang negeri ini, bertemu dengan orang yang mereka sayangi pun sulit sekali.
Seperti yang dialami oleh Leonita, yang baru saja kehilangan sang ayahanda karena covid-19.
"Noni tolong Papi, Papi sesak sekali," Leonita menirukan ucapan terakhir sang Ayah, sebelum akhirnya ayah yang ia cintai menghembuskan nafas terakhir pada Senin, 23 Maret lalu.
"Ayah saya menelepon tanggal 22 malam, itu terakhir kali. Dia jarang mengeluh, kalau sampai dia mengeluh berarti memang sedang sangat kesakitan. Dan kami saat itu, tidak bisa berada di dekatnya," tutur Noni, sapaan akrab Leoni kepada CNBC Indonesia, Rabu (25/3/2020).
Ayahnya, dokter Bambang, berstatus PDP (Pasien Dalam Pengawasan) usai kontak dengan pasien suspect covid-19 beberapa hari sebelumnya. Bambang, juga merupakan dokter yang berada di garda depan untuk melawan penyebaran virus corona di Indonesia.
Kondisi Bambang kemudian makin parah, dan dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan. Di sana, Bambang dengan kondisi yang sudah lemah sempat ditolak karena rumah sakit sudah penuh. "Ini akhirnya diterima karena ayah saya tenaga medis, meskipun kondisinya sudah sangat parah."
Namun, di tengah kondisi ayahnya yang semakin memburuk, tidak ada satu pun anggota keluarga yang bisa mendekat bahkan untuk melihat kondisi sang ayah.
"Karena Papi ada di ruang isolasi, kami tidak bisa masuk, kami tidak bisa lihat. Tidak ada yang jaga juga, karena dokter dan suster terbatas, jadi saat dia sedang sakit kami tidak berada di sisinya," tutur Noni dengan suara yang bergetar.
Kepergian dokter Bambang, buat Noni makin lebih terasa karena sebelumnya Noni sedang mengisolasi diri. "Profesi sebagai dokter ini sangat berisiko, semuanya pasti sudah terpapar. Saya akhirnya isolasi diri, dan tidak menemui orang tua dulu karena khawatir."
Perjumpaan terakhir Noni dengan ayah dan ibunya adalah dua pekan lalu usai ia menggelar pesta pernikahannya pada 7 Maret 2020. "Habis menikah, beberapa hari setelahnya sempat bertemu Papi dan Mama, tapi habis itu tidak sempat lagi."
Noni mengaku bahkan ia sempat berseteru dengan sang ibunda soal kondisi ayahnya dan menjelaskan mengapa Noni tidak bisa berada di dekat mereka dulu sementara waktu. "Kondisinya sangat susah, kami semua terpapar dan khawatir satu sama lain. Tapi tidak bisa berdekatan, terutama dengan Papi di saat-saat terakhirnya."
Sampai akhirnya, ia harus mengantarkan jenazah sang ayah ke liang kubur. Bagi Noni, semua ini rasanya tidak nyata. Ia baru menikah dan diantar sang ayah ke pelaminan pada 7 Maret, dan beberapa hari kemudian ia yang harus menyaksikan sang ayah ke peristirahatan abadi.
Next Page
Tak Bisa Peluk Hingga Terjebak Lockdown
Pages
Most Popular