Menang Oscar, Ini Kunci di Balik Suksesnya Film Parasite

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
10 February 2020 15:15
Di balik suksesnya Parasite jadi Film Terbaik Oscar 2020, ada invasi industri perfilman Korea besar-besaran
Foto: Jelang Piala Oscar (AP Photo/Chris Pizzello)
Jakarta, CNBC Indonesia - "The most personal is the most creative [Yang paling pribadi adalah yang paling kreatif]," ujar sutradara film Parasite yaitu Bong Joon Ho ketika menerima Piala Oscar ketiganya tadi pagi WIB atau semalam waktu setempat.

Bong menerima piala ketiganya untuk kategori sutradara terbaik, setelah sebelumnya menerima piala setinggi 34,4 cm dan seberat 3,85 kg tersebut ketika memenangkan kategori naskah terbaik dan film internasional terbaik.

Uniknya, setelah memenangkan kategori sutradara terbaik, film Korea Selatan yang dia arahkan mampu menyabet penghargaan sebagai film terbaik sehingga secara total sudah menggondol empat Oscar, jumlah terbanyak dalam malam penghargaan itu.

Apakah kemenangan Bong dan Parasite berarti ada invasi dari Korsel?



Jangan lupa bahwa Parasite, film Korea Selatan kedua yang masuk nominasi Oscar, mampu merangsek, bahkan mendominasi dan menjadi 'juara umum' penghargaan itu dengan dukungan CJ Corp dari sisi produksi.

CJ Corp adalah konglomerasi di bidang ritel dan hiburan yang masih memiliki hubungan darah dengan Grup Samsung meskipun berbeda entitas.

Di Indonesia, CJ Corp terkenal lebih dulu di Indonesia ketika masuk ke Indonesia dan membangun pabrik penyedap rasa Mi-Pung pada 1990 dan mengakuisisi pemilik jaringan bioskop Blitz-Megaplex yaitu PT Graha Layar Prima Tbk (BLTZ) pada 2014. Saat ini, perusahaan itu juga berhasil mengembangkan jaringan ritel roti Tous les Jours.


Pada Juli 2010, CJ Corp menjejakkan langkah pertamanya di Amerika Serikat dengan satu bioskop di Los Angeles, dan yang kedua di kota yang sama pada 2017 silam.

Kemenangan Parasite dan dunia film Korsel tidak lepas dari perkembangan dunia sinema di Negeri Ginseng. Kuota bioskop yang membatasi jumlah film asing yang diputar setiap harinya di layar lebar sejak 1967 mampu menggerakkan insan film dalam negeri mereka untuk lebih gencar berkarya.

Semangat berproduksi mereka yang sudah terbangun dari titik terendah sejak krisis Asia 1998 pun sempat diuji ketika muncul perjanjian perdagangan bebas (FTA) AS dengan Korsel. Perjanjian itu membuat produksi film lokal justru dibatasi dan berarti memperbanyak jumlah film asing dua kali lipat pada 2006 hingga memicu demonstrasi.

Dukungan pengusaha setempat, yang biasa disebut chaebol, tidak lepas dari pertumbuhan dunia film Korsel, salah satunya CJ Corp tadi. Konglomerat yang lain juga tak lepas dari ekspansi bisnisnya ke AS dan dunia.



Sebut saja alat elektronik Samsung dan LG Electronics, mobil murah Hyundai dan KIA Motors, baja murah Posco, migas dari SK Holdings, serta makanan khas Korsel dari Sorabol dan Bibibop Asia Grill pun sudah masuk dan sudah menginvasi tanah AS.

Kembali ke film. Hasil dari gebrakan Korsel di kancah film dunia terasa sekali ketika salah satu filmnya yaitu Oldboy menyabet penghargaan Grand Prix di Cannes Film Festival 2004. Sutradara AS berkulit hitam yang eksentrik yaitu Spike Lee akhirnya me-remake film tersebut pada 2013.

Baru kemudian Parasite meraih penghargaan Palme d'Or, juga di Cannes pada 2019, dan akhirnya menyabet film terbaik di Academy Award beserta tiga penghargaan lain hari ini.



 

 


 

Netflix dan Disrupsi Televisi

Gebrakan film Korsel itu tidak berbeda jauh dari disrupsi Netflix ke pasar film berkualitas dan mencuri gengsi dari gelaran itu, tidak hanya di AS tetapi juga di dunia. Dalam perhelatan Oscar saja, layanan streaming dan video on demand (VOD) bagi film dan serial itu mampu mengirimkan 24 nominasi, tertinggi dibanding rumah produksi lain yang lebih 'serius'.

Sebut saja Disney yang baru mengakuisisi Fox hanya menominasikan 23 ketegori dari film-filmnya. Di bawahnya baru ada nama Sony Pictures, Warner Brothers, Universal Studios, Neon, dan Lionsgate-Roadside.

Hasil dari banyaknya film berkualitas Netflix tentu tidak main-main. Sebagai debutan, dua filmnya yaitu Marriage Story mampu menjadi penerima Oscar. Film lain yaitu American Factory, yang diproduksi bersama Higher Ground milik mantan first lady Michelle Obama juga memenangi kategori film fitur dokumenter terbaik.


 

Pamor Netflix terbukti terbantu oleh legitimasi dari masuknya judul-judul film produksi eksklusifnya, yang tidak hanya unggul di layanan streaming-nya tetapi juga di kancah persaingan film dunia.

Hasilnya bahkan sudah terlihat lebih dulu. eMarketer dalam Investopedia mencatat sudah ada 18,4 juta rumah tangga di AS yang memutus langganan TV kabel mereka pada 2019, dan menyisakan 88 juta lainnya yang tentunya tidak lepas dari 'jasa' VOD semacam Netflix. Angka itu jelas jauh di bawah jumlah pelanggan Netflix sedunia yang sudah mencapai 148 juta orang per April 2019. Saat ini pun, Netflix seakan sudah menjadi kata ganti dari televisi.

Didirikan sejak 1997, Netflix yang menjadi pelopor bisnis VOD di dunia itu didirikan oleh Marc Randolph dan Reed Hastings di California. Perusahaan memiliki usaha perdana sebagai distributor penjualan dan penyewaan DVD melalui pengiriman pos. Sempat menawarkan diri untuk dibeli pesaingnya yaitu Blockbuster, yang justru kolaps duluan pada 2010.

Cara pemasaran perusahaan pun berkembang. Saat ini, mereka memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk membangun gudang data (database) pelanggan. Dari sana, mereka akan dengan mudah mengetahui kesukaan dan harapan pelanggan.

Mulai dari tema film yang sedang menarik ditonton atau siapa bintang film yang sedang bersinar tentu dapat mereka kantongi. Lantas, datanya pun diolah dan diterjemahkan ke dalam ide dari film-film yang mereka produksi.

Akhir tahun lalu, Gulfnews.com melaporkan pendapatan Netflix sudah melampaui seluruh bioskop, atau kata lainnya box office, di seluruh Amerika Utara.

Usaha Netflix juga tidak mudah untuk sampai ke Hollywood dan sampai mendapuk Oscar. Tahun lalu, mereka harus menghabiskan dana US$ 25 juta untuk kampanye demi Oscar saja, tulis CNBC.com. Mereka juga tidak lepas dari boikot jaringan bioskop terkenal AS ketika berusaha memutar film mereka guna memenuhi syarat dari Piala Oscar.

Baik Netflix dan Korsel memang terkenal dengan kerja keras dan profresivitasnya dalam jangka panjang. Namun, hari ini hasil kerja keras keduanya di industri kreatif tentu tidak main-main. Film mereka sudah tembus Piala Oscar kan?

 

[Gambas:Video CNBC]



TIM RISET CNBC INDONESIA


(irv/gus) Next Article Cegah Pandemi, Ajang Oscar ke-93 Diundur Jadi April 2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular