Waspadalah, Ini Dampak Negatif Internet Bagi Anak-anak

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
04 August 2018 18:39
Waspadalah, Ini Dampak Negatif Internet Bagi Anak-anak
Foto: Freepik
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketika para veteran teknologi seperti pendiri Napster, Sean Parker, mengkritik bagaimana smartphone (ponsel cerdas) memengaruhi perkembangan masa kecil, Anda jelas tahu ada pergeseran yang terjadi.

Pada tahun 2017, Parker memperingatkan bahwa media sosial "benar-benar mengubah hubungan Anda dengan masyarakat, satu sama lain...hanya Tuhan yang tahu apa yang dilakukannya terhadap otak anak-anak kita."

Parker memiliki dua anak kecil, jadi dia pasti akrab dengan taktik menyerahkan smartphone untuk mendiamkan anak kecil atau yang disebut 'dot digital'.

Majelis Eropa (The Europen Council) baru-baru ini mengeluarkan rekomendasi tentang hak-hak anak dalam lingkungan digital, membangun kerangka hukum aturan privasi Eropa (GDPR), yang menetapkan batas-batas penggunaan data anak-anak.

Bahkan ada panduan bagi orang tua tentang cara memantau perkembangan digital anak-anak, yang diterbitkan oleh Digital Intelligence Quotient (DQ) Institute, bekerja sama dengan Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum / WEF).

Ada lebih banyak kesadaran dari sebelumnya bahwa teknologi di masa kanak-kanak perlu diawasi dengan benar, oleh pemerintah dan orang tua.
 
Untuk membantu Anda mempertimbangkan beberapa masalah yang ada, berikut lima cara layar smartphone, tablet atau televisi membingkai ulang kehidupan anak-anak, dilansir dari situs resmi World Economic Forum (WEF).
 
Buktinya masih berupa anekdot, tapi nampaknya keberadaan teknologi sejak awal (seperlima anak berusia 3-4 tahun memiliki tablet sendiri) memang membentuk tubuh. Gangguan penglihatan telah naik dua kali lipat sejak 1960-an dan obesitas (penyakit kegemukan) meningkat.

Ahli bedah tulang belakang telah melaporkan peningkatan penyakit nyeri leher dan punggung pada pasien muda. Kemungkinan terkait dengan postur tubuh yang buruk karena menggunakan smartphone dalam jangka waktu lama.

Tetapi dengan meningkatnya jumlah aplikasi dan perangkat untuk memantau tingkat aktivitas fisik, solusinya bisa berbentuk digital juga.
 


Desain yang adiktif dari kebanyakan video game dan aplikasi dapat memformat kembali otak anak-anak. Banyak anak-anak terfokus pada "putaran hadiah" (reward loops), yang secara teratur mengeluarkan insentif. 

"Hampir semua interaksi digital, terutama media sosial, sengaja dirancang untuk membuat individu ingin menggunakannya kembali, segera dan berulang-ulang, baik siang atau malam", kata sebuah laporan tentang Childhood Digital oleh 5Rights yang berbasis di Inggris.

Lembaga tersebut percaya bahwa perusahaan teknologi perlu menyesuaikan desain produk mereka untuk anak-anak. Misalnya, dengan mematikan Autoplay.
 


Era digital juga mengguncang batas-batas kehidupan. Dulu usia standar seseorang untuk memiliki ponsel pintar adalah sekolah menengah atas (SMA). Tetapi sekarang tidak lagi.
 
Media sosial tiba-tiba memberi anak-anak yang belum dewasa ruang yang relatif independen untuk menguji 'perilaku berisiko' yang tidak dapat mereka pahami atau atasi, menurut laporan 5Rights. 

Tumpang tindih antara kelompok usia yang tidak sesuai dan perilaku yang ditimbulkan media sosial membuat anak-anak dan orang dewasa perlu memahami tanggung jawab mereka masing-masing di era digital baru.
 

Ada banyak diskusi tentang semakin besarnya kesepian yang dipupuk oleh media sosial, dan dampaknya pada kesehatan mental anak muda. Remaja yang menghabiskan lebih dari tiga jam sehari di media sosial dan internet, lebih dari 35% berisiko melakukan tindakan bunuh diri, menurut penelitian AS baru-baru ini. 

Tetapi satu dekade terakhir telah terdapat peningkatan kesadaran dan kepekaan terhadap masalah kesehatan mental. Sebagian besar diskusi ini diadakan oleh orang-orang muda di lingkungan yang mereka paling alami: internet.



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular