Saat Emas Freeport Tak Seberapa Dibanding Cakar Wolverine

Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
24 June 2018 21:47
Membedah nilai transaksi dua rencana bisnis, yakni divestasi Freeport dan akuisisi Fox oleh Disney.
Foto: CNBC Indonesia/Wahyu Daniel
Jakarta, CNBC Indonesia- Judul di atas tentunya sebuah hiperbola, membandingkan gunungan emas di tambang Freeport dengan cakar Wolverine - terbuat dari adamantium - yang jelas-jelas hanya fiksi belaka.

Sebenarnya, bukan itu yang hendak dibandingkan oleh CNBC Indonesia. Tetapi lebih ke soal dua rencana transaksi bisnis yang sedang hangat diperbincangkan, baik di dalam maupun di luar negeri. Transaksi pertama adalah soal rencana divestasi saham PT Freeport Indonesia oleh pemerintah Indonesia sebesar 51%, dan selanjutnya adalah rencana Disney mengakuisisi 21st Century Fox.

Lagi-lagi, sebenarnya kedua transaksi tersebut tidak bisa dibandingkan karena tidak setara. Istilah bisnisnya adalah tidak apple to apple, satu transaksi komoditas tambang sementara satu lagi bicara soal industri kreatif.

Tapi, menurut CNBC Indonesia, justru di sini menariknya. Membedah nilai transaksi dua rencana bisnis, di mana yang satu merupakan transaksi bisnis old school yakni bisnis yang berbasis sumber daya alam seperti pertambangan, migas, dan lainnya. Sementara transaksi satunya - rencana Disney akuisisi Fox- adalah representasi bisnis kekinian yang berbasis pada kreativitas dan properti intelektual, atau bolehlah disebut bisnis yang berdasar pada kekayaan sumber daya manusia.

Pertama mari membahas soal rencana divestasi Freeport, pekan lalu nilai transaksi 51% saham tambang di Papua ini diperkirakan mencapai US$ 5 miliar atau setara dengan Rp 70 triliun (dengan kurs Rp 14.000). Hitungan kasarnya, jika nilai separuh tambang gunungan emas dan tembaga di Papua itu sekitar Rp 70 triliun, maka nilai keseluruhan untuk membeli ratusan ribu hektar lahan Freeport adalah dua kali lipat nilai divestasi.



Artinya, untuk 100% saham Freeport dibutuhkan dana sebesar Rp 140 triliun atau maksimal Rp 150 triliun. Ini tentunya jumlah yang sangat fantastis.

Lalu, uang sebanyak Rp 150 triliun bisa dapat apa saja dari Freeport ke depan?
Kandungan mineral utama yang ada di tambang Freeport adalah tembaga, lalu emas. Tahun ini, alokasi konsentrat yang diberikan pemerintah untuk diekspor Freeport adalah sebanyak 1,24 juta ton.

Berdasar laporan keuangan Freeport McMoran, untuk kinerja kuartal I- 2018 tambang Grasberg jumlah tembaga yang digali dan terjual dari sana adalah sebanyak 114 ribu ton dan emas sebanyak 18.75 ton. Ditotal secara keseluruhan, uang yang didapat Freeport dari emas dan tembaga yang diekspor itu di 3 bulan pertama 2018 mencapai US$ 1,77 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun dengan kurs saat itu.

Jika menghitung kasar potensi pendapatan dengan pukul rata berdasar hasil kuartal I, maka dalam setahun pendapatan yang bisa diraup dengan mengeruk perut bumi Papua adalah sebanyak Rp 96 triliun.



Tidak menghitung cadangan

Nilai divestasi Rp 70 triliun itu, disebut-sebut belum termasuk dengan potensi cadangan emas dan tembaga yang masih tersimpan jauh di perut bumi. Salah satu tambang yang sedang dikembangkan Freeport adalah tambang Kucing Liar di bawah tanah dengan potensi mineral yang baru habis ditambang tahun 2061 nanti.



Sebagaimana hitungan Deutcshe Bank, total nilai tambang Grasberg yang habis tahun ini adalah US$ 23 miliar.

Tapi, saat membahas Freeport dan kandungan emas-tembaga di dalamnya, angka yang dibicarakan mencapai Rp 150 triliun dengan potensi pendapatan per tahun Rp 96 triliun - dengan catatan fluktuasi harga komoditas-, diperoleh dengan menambang ratusan ribu ton mineral dari perut bumi dengan segala kerumitan dan pengorbanannya.

Kerumitan mulai dari luasnya lahan dan mengurusnya, pohon yang ditebang, kebutuhan lahan konservasi, manajemen limbah, belum lagi isu-isu politik dan kepentingan yang kerap mendomplang baik skala regional maupun nasional. Bisnis pertambangan, meskipun menjanjikan puluhan triliun rupiah per tahun, memiliki beban dan ongkos yang tinggi.

Soal divestasi Freeport misalnya, isu ini bergulir untuk waktu yang lama. Gonta-ganti aturan selama puluhan tahun, membuat proses divestasi tak kunjung usai. Targetnya, tahun ini semua bisa rampung dan pemerintah menjadi pemegang saham mayoritas di sana.


Transaksi Bisnis Zaman Now
Mari beranjak ke transaksi lain yang sedang heboh diperbincangkan juga di dunia internasional, yakni niatan Disney mengakuisisi 21st Century Fox.

Walt Disney Co. berencana membeli 21st Century Fox yang memiliki hak properti untuk karakter ternama seperti X-Men dan Deadpool.

Berapa uang yang ditawarkan Disney kepada Fox untuk mengakuisisi Deadpool Cs? Tak tanggung-tanggung yakni sebesar US$ 71,3 miliar atau hampir menyentuh Rp 1000 triliun. Wow!



Bagaimana mekanisme pembayarannya? Ibarat mas kawin, uang akuisisi dibayar cash alias tunai begitu transaksi disepakati. Ini beda dengan divestasi Freeport, yang bernilai Rp 150 triliun dan untuk membayarnya pun susah payah pemerintah harus ajukan pinjaman ke berbagai bank.

Meski tawarannya selangit, Disney belum tentu bisa menggandeng X-Men untuk segera bergabung dengan rekan-rekan Avengers yang terlebih dulu berada di bawah atapnya. Sebab, Disney kudu menunggu dan bersaing dengan tawaran Comcast yang juga tertarik membeli Fox.

Comcast yang membawahi dreamworks - pencipta karakter Minions, Shrek, Kungfu Panda- terakhir mengajukan tawaran US$ 65 miliar untuk Fox, kabarnya tawaran ini masih akan naik lagi demi bersaing dengan Disney. Soal pembayaran, Comcast tak mau kalah, semuanya akan dibayar tunai juga.

Tanpa ada pohon yang ditebang, tanpa ada perut bumi yang dikeruk, dan tanpa ribut-ribut soal kedaulatan, transaksi Rp 1000 triliun ini terlihat lebih menjanjikan dan membahagiakan banyak pihak. Terutama para penonton yang tak sabar melihat kolaborasi rumah-rumah produksi ini. Ibaratnya, apapun ujung transaksi ini akan bikin semua happy.

Bagaimana potensi pendapatan dari transaksi ini?
Nah, intip saja dari penghasilan satu film produksi Fox terbaru yakni Deadpool 2. Berdasar data Forbes, Deadpool 2 berhasil membukukan omset senilai US$ 700 juta atau setara dengan Rp 9,8 triliun untuk penayangannya di seluruh dunia sejak ditayangkan Mei lalu.

Penayangan Deadpool 2 dalam sebulan hampir menyamai angka pendapatan Freeport dalam satu kuartal. Itu baru dari satu film. Dalam setahun, Fox bisa memproduksi puluhan film.



Menurut laporan keuangan mereka di 2017, jumlah pendapatan yang diraup perusahaan mencapai US$ 28,5 miliar dan aset mencapai US$ 50,7 miliar. Tanpa ada emas dan tembaga, aset Fox hampir dua kali lipat aset Freeport berdasar hitungan Deutsche.

Lalu apa aset Fox paling berharga? Fox bergumul di dunia hiburan atau entertainment, mengutip kata Robert Murdoch sang pemilik Fox, yang paling penting di bisnisnya adalah ide-ide yang terus berkembang. Seperti diketahui, ide tak lahir dari perut bumi tapi dari kepala manusia. Inilah yang membuat bisnis mereka berkembang selama puluhan tahun, dan akhirnya dilirik dua raksasa ternama, Disney dan Comcast.


Memang belum ada akhir yang pasti dari dua transaksi ini, baik divestasi Freeport maupun akuisisi Fox. Tapi yang menarik adalah, Indonesia dengan lebih dari 200 juta penduduk sebenarnya memiliki potensi yang besar di sektor industri kreatif. Tapi, hingga saat ini yang masih menjadi andalan pendapatan negara masih komoditas yang dieksploitasi dari sumber daya alam.

Mengutip apa yang pernah diutarakan Presiden Joko Widodo di kalangan pengusaha muda di Yogyakarta akhir tahun lalu, tren bisnis dunia kini sedang berubah. Penguasa-penguasa bisnis tak lagi perusahan tambang atau migas, tetapi perusahaan yang mengandalkan kreativitas dan teknologi.

Untuk itu, lanjutnya, ekosistem kewirausahaan di kalangan generasi muda harus dibangun. "Kreatifitas-kreatifitas baru mahasiswa harus ditumbuhkan, difasilitasi, dan didukung," ujar Jokowi.
(gus) Next Article Disney Luncurkan Mobile Game Pertama untuk Asia Tenggara

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular