Riwayat Divestasi Freeport ke Indonesia

News - Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
12 January 2018 16:00
Proses divestasi dari tahun 1991 tak kunjung tereksekusi, begini perjalanannya Foto: Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah gencar mengincar kepemilikan saham sebesar 51% di PT Freeport Indonesia. Berbagai langkah dan upaya disiapkan agar bisa mengambil hak divestasi yang sudah tertuang dalam peraturan.

Sebenarnya, bagaimana sejarah dan proses divestasi yang diperjuangkan Indonesia selama ini?

1967
Kontrak Karya I antara Freeport dan pemerintah Indonesia diteken pada April 1967 dengan masa berlaku untuk 30 tahun. Dari kontrak ini ditentukan Freeport McMoRan memiliki 90,64% saham dan pemerintah Indonesia dengan 9,36% saham di PT Freeport Indonesia. Freeport kemudian meminta perpanjangan kontrak dan dikabulkan pemerintah dengan menerbitkan Kontrak Karya II pada 1991.

1991
Proses divestasi dimulai di sini, bermula dari Desember 1991 yakni saat ditekennya Kontrak Karya II Freeport yang berlaku untuk 30 tahun ke depan. Pasal 24 kontrak mengatur jelas bahwa perusahaan penambang mineral itu wajib melepas sahamnya ke pemerintah Indonesia sebanyak dua tahap.

Tahap pertama Freeport harus melepas sahamnya sebesar 9,36 persen dalam kurun waktu 10 tahun sejak kontrak diteken. Selanjutnya, mulai tahun 2001 Freeport harus menawarkan 2% per tahun ke pemerintah hingga kepemilikan nasional di perusahaan tambang asal Amerika itu mencapai 51%.

Divestasi tahap awal berjalan mulus, 9,36% saham dibeli oleh swasta nasional PT Indocopper Investama Corporation. Perusahaan ini masih terafiliasi dengan kelompok usaha Bakrie.

1992
Tetapi setahun setelah pembelian saham, tepatnya tahun 1992, Freeport justru mengakuisisi 49% saham Indocooper. Ini artinya hampir separuh saham Indocopper milik Freeport, divestasi yang semula di tangan nasional jadi setengah-setengah.

1994
Proses divestasi mulai berantakan ketika Presiden Soeharto menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang pelaksanaan kegiatan usaha mineral dan batu bara. Dalam aturan disebut perusahaan asing bisa memiliki saham hingga 100% dan diperbolehkan membeli saham perusahaan yang sudah didirikan dalam rangka penanaman modal dalam negeri.

1997
Tak bertahan lama, tahun 1997 Bakrie kembali menjual sisa sahamnya di Indocopper kepada PT Nusamba Mineral Industri, perusahaan milik pengusaha Bob Hasan. Beraksi serupa dengan Bakrie, Nusamba Mineral pun menjual saham ini kembali ke PT Freeport Indonesia. Alhasil Freeport kembali memiliki saham sebanyak 90,64% di tambang Grassberg, Mimika, Papua.

1998-2008
Freeport beroperasi seperti biasa, divestasi tak berjalan karena adanya aturan PP Nomor 20 tahun 1994.

2009
Pemerintah menerbitkan Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara. Dalam undang-undang ini ditegaskan berbagai ketentuan yang wajib dilaksanakan pengusaha tambang mulai dari pembangunan smelter, perubahan kontrak menjadi Izin Usaha Pertambangan/Izin Usaha Pertambangan Khusus, dan penegasan soal kewajiban Divestasi 51%.

2010
Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. PP ini diterbitkan karena pemerintah tak mampu selesaikan target renegosiasi sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Minerba.

2011
Jika mengikuti ketentuan kontrak karya 1991, proses divestasi semestinya selesai pada tahun ini.

2014
Pemerintah menerbitkan revisi ketiga PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan minerba. Mengatur para pemegang kontrak tambang bisa mendivestasikan sahamnya hingga 20% setahun sejak aturan diterbitkan.

Freeport sempat mengajukan agar divestasi dilakukan dengan cara IPO.

2016
Wacana divestasi kembali hangat, Freeport mengajukan nilai divestasi mencapai US$ 1,7 miliar sementara pemerintah menawar lebih dari separuh yakni US$ 630 juta dengan alasan sesuai Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2013.

Isu pembentukan holding BUMN tambang mulai hangat. 

2017
Pemerintah menyatakan Freeport sepakat divestasi 51% di Agustus 2017. Tetapi, September 2017 Freeport menyurati Indonesia dan mengatakan menolak kesepakatan tersebut.

November 2017 Holding BUMN Tambang dibentuk untuk menyiapkan aksi korporasi pembelian saham divestasi.
Artikel Selanjutnya

ESDM: Papua dan Mimika Dapat 10% Partisipasi Saham Freeport


(gus/gus)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading