Divestasi Saham Freeport, Besarkah Manfaatnya Bagi Negara?

Gustidha Budiartie & Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
11 January 2018 20:30
Harga saham dinilai akan memberatkan keuangan negara
Foto: ist
  • Indonesia memiliki lahan tambang 122 ribu hektar dengan potensi cadangan 4,3 juta ton ore yang bisa dimanfaatkan di Papua
  • Divestasi Freeport dinilai akan terlalu mahal 

Jakarta, CNBC Indonesia- Rencana pemerintah untuk membeli saham divestasi Freeport sebanyak 51% dinilai hanya merugikan negara. Selain karena harga divestasi yang mahal, kandungan mineral yang berada di tambang tersebut pun juga tidak begitu banyak.

Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri memaparkan PT Freeport Indonesia menguasai lahan tambang di Papua itu lebih dari 40 tahun, artinya ketika diambil alih tersisa sedikit saja emas dan perak yang bisa dimanfaatkan negara. Apalagi, ke depannya Freeport akan lebih fokus mengembangkan tambang bawah tanah yang butuh investasi lebih besar dan teknologi lebih sulit.

"Bebannya lebih besar, hasilnya tidak seberapa," kata Faisal saat dijumpai di Le Meridien, Kamis (11/1).

Divestasi juga dinilai berat juga dikarenakan adanya masalah keberadaan hak partisipasi Rio Tinto di tambang Grassberg milik Freeport, Papua. "Harganya pasti jadi lebih mahal jika harus ikut beli saham Rio Tinto."



Menurut Faisal ketimbang membeli saham divestasi di tambang Grassberg, lebih baik pemerintah investasi di lahan tambang yang diserahkan Freeport ke Indonesia dua tahun lalu.  Indonesia dan PT Freeport Indonesia pernah sepakat soal pengurangan lahan tambang. Freeport yang semula menguasai lahan operasi seluas 212 ribu hektar, menyerahkan sebagian besarnya ke pemerintah Indonesia, yakni seluas 122 ribu hektar. Sehingga wilayah operasi perusahaan tambang asal Amerika itu kini tersisa 90 ribu hektar.

Potensi cadangan kandungan yang berada di lahan seluas 122 ribu hektar itu diperkirakan mencapai 4,3 juta ton ore. "Lebih baik pemerintah investasi di lahan tersebut dan mencari mitra baru," kata Faisal. 

Sementara itu, pemerintah tetap berusaha mendapat hak partisipasi (participating interest/PI) Rio Tinto di PT Freeport Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu cara pemerintah untuk bisa mendapat 51% saham perusahaan.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono menyatakan hal tersebut tidak menjadi masalah karena pada akhirnya PI tersebut akan dikonversi menjadi saham. “Jalan memutar atau menurun, sebetulnya prinsip kami adalah mendapat 51% karena PI itu akan menjadi saham. Kalau sepakat ini bisa dikonversi menjadi saham, kenapa tidak?,” kata Bambang di kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kamis (11/1/2018).
Bambang menyampaikan, saat ini  pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih melakukan negosiasi atas hal-hal terkait divestasi.

Pembangunan fasilitas pemurnian (smelter), yang menjadi salah satu kewajiban Freeport, dipertanyakan pertanggung jawabannya. Sebab, bisa saja ketika pemerintah telah mendapat 51% saham Freeport pembangunan smelter ikut membebani negara. “Mungkin pembahasan seperti itu yang masih dibahas oleh Kementerian BUMN, Kemenkeu, dan Freeport,” ujar Bambang.


(gus/gus) Next Article Renegosiasi Mentok, Rencana Kerja Kontraktor Tambang Ditahan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular