Internasional

Givenchy, Le Grand Hubert yang Rancang Gaun Audrey Hepburn

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
13 March 2018 13:52
Perancang busana asal Perancis, Hubert de Givenchy, meninggal dunia pada usia 91 tahun
Foto: CNBC
Jakarta, CNBC Indonesia - Perancang busana asal Perancis, Hubert de Givenchy, yang juga seorang pelopor pembuat pakaian siap pakai (ready-to-wear), meninggal dunia pada usia 91 tahun hari Sabtu (10/3/2018). Givenchy merupakan perancang gaun hitam mini yang dikenakan Audrey Hepburn dalam film "Breakfast at Tiffany's".

Rumah mode Givenchy memberikan penghormatan kepada founder-nya dalam sebuah kalimat, menyatakan Givenchy merupakan "sosok besar dalam dunia mode fesyen Perancis dan merupakan seorang pria gagah yang merupakan simbol keelokan dan keanggunan Paris untuk lebih dari setengah abad."

"Ia merevolusi fesyen internasional melalui gaya penampilan abadi yang diciptakannya untuk Audrey Hepburn, teman terbaik dan inspirasinya (muse) selama lebih dari 40 tahun," ujar perwakilan rumah mode Givenchy. "Karyanya tetap dikagumi hari ini sampai selamanya."

Dilansir dari CNBC International, Givenchy merupakan salah satu bangsawan terkemuka dalam jajaran desainer asal Paris, di antara Christian Dior, Yves Saint Laurent, dan mentornya, Christobal Balenciaga, yang mendefinisikan ulang fesyen setelah Perang Dunia II.


Sebagai seorang yang melambangkan keanggunan dan tata krama yang sempurna, ia membangun pertemanan dekat dengan beberapa kliennya yang terkenal, mulai dari bintang Hollywood, seperti Liz Taylor dan Lauren Bacall, sampai pada wanita-wanita pejabat negara, seperti Jackie Kennedy dan Putri Grace dari Monaco.

Givenchy yang lahir dari keluarga aristokrat pada tanggal 21 Februari 1927 di kota provinsi Beauvais, pindah ke Paris di usia 17 tahun.

Perancang busana Jacques Fath merekrut Givenchy karena rancangannya yang mempunyai ciri khas. Ia mempelajari dasar-dasar mendesain pakaian selama dua tahun, mulai dari membuat sketsa sampai menggunting dan merancang (fitting) gaya adibusana (haute couture).

Setelah magang dengan beberapa perancang top lainnya, Givenchy mendirikan sendiri rumah busananya pada tahun 1952.

Koleksi debutnya menampilkan konsep yang terpisah - atasan dan bawahan yang dapat dipadupadankan (mix and match), berlawanan dengan tampilan seragam (head-to-toe) yang merupakan tampilan biasanya dalam mode fesyen Paris saat itu.

Givenchy yang hanya memiliki modal minim, menampilkan rok panjang yang menyapu lantai dan baju country chic dengan bahan kapas putih mentah (raw white cotton) yang biasanya dipesan untuk rancangan.

"Le Grand Hubert", begitu ia biasa dipanggil karena sosoknya sangat tinggi, sekitar 6 kaki & 5 inci (1,96 meter). Ia populer di kalangan konsumen haute couture kelas atas dan merek fesyennya disukai orang-orang seperti Gloria Guinness, Wallis Simpson, dan Permaisuri Pahlavi dari Iran.

Hepburn, yang dikenalnya pada tahun 1953 dan memakai rancangannya dalam film komedi romantis "Sabrina", merupakan ikon yang paling akrab dengan rumah modenya.

Kabarnya Givenchy mengharapkan kehadiran Katherine Hepburn yang besar untuk fitting busana, namun malah mendapati sosok Mademoiselle (nyonya dalam bahasa perancis) Hepburn yang bertubuh mungil, yang datang memakai celana ketat, kaos T-shirt, dan sandal, dengan rokok di tangannya.
Givenchy, Le Grand Hubert yang Rancang Gaun Audrey HepburnAudrey Hepburn (Foto: CNBC)
Itu merupakan awal pertemanan selama satu dekade, di mana Givenchy merancang busana untuk bintang itu untuk beberapa film yang dibintanginya, termasuk film tahun 1961 yang paling populer "Breakfast at Tiffanny's".

Gaun malam berwarna hitam dan tanpa lengan yang dikenakannya dalam film tersebut dihiasi dengan deretan mutiara, juga dilengkapi sarung tangan sepanjang siku yang terlihat kebesaran, yang akhirnya menjadi ikon fesyen paling populer dari Givenchy.

Givenchy merilis fesyen ready-to-wear dan aksesorisnya yang ditujukan untuk memperluas pasarnya pada tahun 1960. Kesuksesan penjualannya pada akhirnya membuatnya mampu memperoleh tambahan modal dan menjadikannya satu-satunya perancang asal Paris yang mampu menguasai sendiri merek fesyennya.

Pada tahun 1988 ia menjual rumah modenya kepada bangsawan konglomerat Perancis, LVMH, induk perusahaan fesyen papan atas yang kini memiliki Dior, Celine, Marc Jacobs, Pucci, dan Kenzo.

Givenchy pensiun pada tahun 1995 dan rumah modenya sukses dijalankan oleh penggantinya, seperti John Galliano, Alexander McQueen, Julien Macdonald, Riccardo Tisci dari Italia, dan saat ini oleh Clare Waight Keller, yang merupakan wanita pertama yang memimpin.

Waight Keller, yang memimpin sejak tahun lalu, melalui akun instagramnya mengatakan ia "sangat berduka akibat kehilangan sosok orang dan seniman hebat yang membuatnya bangga karena pernah mengenalnya."

"Bukan hanya karena ia merupakan sosok paling berpengaruh dalam dunia fesyen di kehidupan kami dulu, dan juga sosok yang mengilhami cara berpakaian masa kini (modern), namun ia juga merupakan salah satu pria paling bergaya dan mempesona yang pernah aku kenal," tulisnya.


Bernard Arnault, CEO di LVMH, mengatakan "sangat berduka" atas kematian Givenchy.

"Ia merupakan sosok desainer yang menjadikan Paris sebagai pusat fesyen dunia pasca 1950 seiring menciptakan karakter yang unik bagi merek fesyennya sendiri," seperti pernyataan yang di rilis oleh LVHM.
(prm) Next Article Karpet Merah Indonesia Fashion Week 2019 Resmi Digelar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular