
Di Balik Resepsi Mewah Anak Raja Tambang Batu Bara
Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa & Arina Yulistara, CNBC Indonesia
17 February 2018 11:34

Meski H.Ciut dikenal sebagai Raja Tambang di Kalimantan Selatan dengan kekayaannya yang berlimpah. Sebut saja kolam renang pribadi, rumah bak istana, koleksi mobil mewah, dan pemilik motor gede, tapi toh di Jakarta hampir tak ada yang tahu nama beliau sampai pagelaran resepsi putranya menjadi viral di sosial media.
H. Ciut bersama dengan kakaknya, H. Ijay, berjaya karena bisnis batu bara. Dulu, mereka memiliki perusahaan PT. Batu Gunung Mulia, namun Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan ini habis pada 2014.
Kemudian mereka mendirikan PT Binuang Mitra Bersama, tak hanya memiliki IUP mereka juga mengantongi izin trading dari pemerintah. IUP artinya mereka memiliki tambang batu bara, dan sekaligus penjualannya.
Binuang Mitra Bersama terdaftar di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sejak 2013. Tercatat memiliki area tambang seluas 300 hektar lebih dan memiliki 1.000 karyawan.
Dalam sebulan, perusahaan ini bisa memproduksi sekitar 1 juta hingga 2 juta ton batu bara.
“Tergantung kebutuhan pasar, kalau sedang tinggi seperti ini bisa semakin banyak,” kata Putra yang sekaligus berperan sebagai marketing perusahaan.
Sebagian besar hasil produksi tambang mereka dijual untuk kebutuhan domestik. Klien tetap mereka di antaranya PT Kalimantan Prima Persada/KPP (anak usaha dari PT Pama Persada Nusantara), PT Pama Persada Nusantara, Semen Indonesia, PLN, dan industri lainnya.
“Tapi paling banyak ke KPP,” kata Putra.
KPP dan Pama adalah perusahaan yang masih terafiliasi dengan PT United Tractors Tbk dan PT Astra International Tbk. PAMA, menurut situs perusahaan, sudah berkongsi dengan Batu Gunung Mulia sejak 2005 dengan pasokan sebanyak 2 juta ton per tahun.
Gelaran pesta hingga 10 hari 10 malam, kata Putra, juga tak lepas dari bisnis batu bara yang kembali bergeliat sejak 2017 lalu.
Seperti diketahui harga batu bara sempat turun sejak 2012 hingga 2016, dengan titik terendah harga jual bisa berada di bawah US$50 per ton. Tetapi harga batu bara kembali merangkak naik sejak pertengahan 2017 dan berdampak pada bisnis H.Ciut.
“Dulu sewaktu down, kami cuma bisa jual Rp 300 ribu per ton, sekarang bisa sampai Rp 500 ribu per ton."
Bisa dibayangkan, jika untuk memanggil Ayu Ting-Ting butuh anggaran sekitar Rp 200 juta secara kasar, H. Ciut setidaknya butuh mengeruk hingga 400 ton batu bara dari perut bumi.
Jika jumlah ini dimasukkan dalam truk tronton berkapasitas 10 ton, maka tarif Ayu Ting-Ting setara dengan 40 truk tronton batu bara. Mengutip salah seorang petinggi di Direktorat Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM yang tak mau disebut namanya, raja-raja seperti H.Ciut ini berjumlah ratusan di Kalimantan. (gus/gus)
H. Ciut bersama dengan kakaknya, H. Ijay, berjaya karena bisnis batu bara. Dulu, mereka memiliki perusahaan PT. Batu Gunung Mulia, namun Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan ini habis pada 2014.
Kemudian mereka mendirikan PT Binuang Mitra Bersama, tak hanya memiliki IUP mereka juga mengantongi izin trading dari pemerintah. IUP artinya mereka memiliki tambang batu bara, dan sekaligus penjualannya.
Dalam sebulan, perusahaan ini bisa memproduksi sekitar 1 juta hingga 2 juta ton batu bara.
“Tergantung kebutuhan pasar, kalau sedang tinggi seperti ini bisa semakin banyak,” kata Putra yang sekaligus berperan sebagai marketing perusahaan.
Sebagian besar hasil produksi tambang mereka dijual untuk kebutuhan domestik. Klien tetap mereka di antaranya PT Kalimantan Prima Persada/KPP (anak usaha dari PT Pama Persada Nusantara), PT Pama Persada Nusantara, Semen Indonesia, PLN, dan industri lainnya.
“Tapi paling banyak ke KPP,” kata Putra.
KPP dan Pama adalah perusahaan yang masih terafiliasi dengan PT United Tractors Tbk dan PT Astra International Tbk. PAMA, menurut situs perusahaan, sudah berkongsi dengan Batu Gunung Mulia sejak 2005 dengan pasokan sebanyak 2 juta ton per tahun.
Gelaran pesta hingga 10 hari 10 malam, kata Putra, juga tak lepas dari bisnis batu bara yang kembali bergeliat sejak 2017 lalu.
Seperti diketahui harga batu bara sempat turun sejak 2012 hingga 2016, dengan titik terendah harga jual bisa berada di bawah US$50 per ton. Tetapi harga batu bara kembali merangkak naik sejak pertengahan 2017 dan berdampak pada bisnis H.Ciut.
“Dulu sewaktu down, kami cuma bisa jual Rp 300 ribu per ton, sekarang bisa sampai Rp 500 ribu per ton."
Bisa dibayangkan, jika untuk memanggil Ayu Ting-Ting butuh anggaran sekitar Rp 200 juta secara kasar, H. Ciut setidaknya butuh mengeruk hingga 400 ton batu bara dari perut bumi.
Jika jumlah ini dimasukkan dalam truk tronton berkapasitas 10 ton, maka tarif Ayu Ting-Ting setara dengan 40 truk tronton batu bara. Mengutip salah seorang petinggi di Direktorat Jenderal Mineral Batu Bara Kementerian ESDM yang tak mau disebut namanya, raja-raja seperti H.Ciut ini berjumlah ratusan di Kalimantan. (gus/gus)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular