11 Tahun Bersabar, Berapa Tahun Lagi Kasus Bakrie Life Kelar?

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
11 April 2019 08:35
Kasus ini kembali muncul ke permukaan setelah muncul laporan 16 pemegang polis asuransi jiwa Bakrie Life ke Badan Reserse Kriminal.
Foto: Bakrie Life (dok. detik)
Jakarta, CNBC Indonesia - Selama 11 tahun berlalu, kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwa Bakrie (Bakrie Life) ternyata belum juga usai. Kasus ini kembali muncul ke permukaan setelah muncul laporan 16 pemegang polis asuransi jiwa Bakrie Life ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Rabu (10/4/2019).

Berdasarkan dokumen laporan yang diterima CNBC Indonesia, para pemegang polis yang diwakili kuasa hukum Paulus Jimmy Theja sudah melaporkan manajemen Bakrie Life dan menuntut kepastian hukum setelah 6 tahun tidak ada perkembangan.

Paulus mengatakan, hak-hak pemegang polis masih belum dikembalikan secara penuh hingga saat ini. Total kerugian disebut mencapai Rp 100 miliar dalam bentuk pokok, hasil investasi, dan denda keterlambatan.

Adapun pihak terlapor dalam hal ini adalah Bakrie Life, Direktur Utama Bakrie Life Timoer Soetanto, dan beberapa manajemen lain.


"Bakrie Life gagal bayar 2008 dan izin dicabut 2016 dan sampai sekarang belum ada kepastian hukum. Belum ada keadilan diperoleh nasabah makanya nasabah putuskan lapor kasus ini secara pidana ke Bareskrim," terang Paulus dalam konferensi pers yang berlangsung Rabu kemarin (10/4/2019).

Paulus menambahkan bahwa dalam kasus ini pihaknya dan penyidik Bareskrim sepakat dengan adanya dugaan melawan hukum yang dilakukan Bakrie Life dalam delik pidana, sesuai dengan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2014 tentang Perasuransian, soal asuransi wajib menyampaikan informasi yang benar.

Selain itu, ketentuan lain yakni Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dilanggar.

"Tanpa mendahului polisi kami yakin delik pidana kuat dengan pertimbangan produk Diamond Investama ini punya karakter risiko rendah karena 90% dana ke obligasi. [Dalam] prospektus disebutkan obligasi yang dimaksud risiko rendah, 5% deposito dan 5% saham," jelas Paulus.

Diamond Investa adalah produk asuransi berbalut investasi atau unit link (asuransi dan investasi) milik Bakrie Life.

Produk tersebut mengalami gagal bayar pada 2008 setelah bursa saham jatuh karena krisis global yang dipicu kasus subprime mortgage di Amerika Serikat (AS). Saat itu, perusahaan terlalu agresif berinvestasi di pasar modal ketika harga saham berguguran.

Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yang kini telah berubah nama menjadi OJK, menyatakan gagal bayar Diamond Investa mencapai Rp 500 miliar. Untuk menyelesaikan masalah ini dicapai kesepakatan Bakrie Life akan mencicil kewajiban.

Namun pencicilan yang dilakukan Bakrie Life bermasalah. Tidak semua pemegang polis dananya dikembalikan hingga akhirnya pada 2016, OJK mencabut izin operasional Bakrie Life.

"Kedua investasi ini fixed dan dibayar per bulan serta ada manfaat kematian maksimal Rp 1 miliar. Bila Bakrie Life jalankan isi perjanjian dengan nasabah secara konsisten maka Bakrie Life mustahil gagal bayar. Di sinilah indikasi kuat terjadi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," lanjut Paulus.

Salah satu yang melaporkan kasus tersebut adalah Eveline yang berposisi sebagai direktur Dwi Karsa dan satu perusahaan lainnya.

Ia mengaku menginvestasikan dana perusahaan sebesar Rp 3,6 miliar pada asuransi Diamond Investama. Awalnya dana tersebut digunakan untuk kesejahteraan perusahaan. Tetapi hanya 3 bulan setelah membeli, produk tersebut langsung bermasalah.

"Preminya Rp 1,2 miliar dengan kerugian mencapai Rp 3,6 miliar," ujarnya.

Ada pula Anna, yang mengaku telah membayar premi sebesar Rp 500 juta. Awalnya, ia berinvestasi karena tergiur tawaran imbal hasil yang lebih tinggi dari bunga bank dan mempercayai nama besar Grup Bakrie.

"Saya sudah cairkan setengahnya. Nyangkut Rp 250 juta. Saya cairkan sebelum ada masalah," tutur Anna.

Juru bicara para nasabah, Wahyudi, menyebut setelah 11 tahun masalah ini berlalu, manajemen masih belum menyelesaikan semua kewajibannya. Nasabah hanya diberikan 'angin surga' atau janji-janji pelunasan kewajiban.

"Sekarang sudah 11 tahun dan saya dibayar bunga saja hanya nol sekian persen dari kewajiban, jadi saya pikir enggak ada gunanya menunggu, hanya janji, angin surga dan kata-kata manis. Jadi saya pikir jalur hukum akan menegakkan kebenaran karena Bakrie enggak niat lagi bayar," jelas Wahyudi.

Menarik ke belakang, dalam menyelesaikan masalah ini, perusahaan pernah melakukan penjualan tanah seluas 77,4 hektare di Makassar. Namun langkah tersebut tak lantas menyelesaikan persoalan utang Bakrie Life terhadap nasabah.

Setelah izin dicabut pada 2017 silam, berdasarkan keputusan OJK setidaknya ada lima kewajiban yang harus dilakukan perusahaan:

1. Menurunkan papan nama, baik di kantor pusat maupun di kantor lainnya di luar kantor pusat.
2. Menyusun dan menyampaikan Neraca Penutupan kepada OJK paling lama 15 hari sejak tanggal pencabutan usaha.
3. Menyelenggarakan rapat umum pemegang saham paling lambat 30 hari sejak tanggal dicabutnya izin usaha untuk memutuskan pembubaran badan hukum Bakrie Life serta membentuk Tim Likuidasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan Peraturan OJK No. 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi dan Kepailitasn Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah.
4. Menyelesaikan seluruh utang dan kewajiban.
5. Membubarkan dan melakukan likuidasi perusahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Lantas, bagaimana penyelesaian kasus ini? Butuh berapa tahun lagi akan selesai? 


(tas) Next Article Wah, Lama Tak Berkabar Kasus Bakrie Life 'Bangkit Dari Kubur'

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular