CNBC Indonesia Awards 2021
Megawati, Peletak Dasar Reformasi Ekonomi

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam waktu 3 tahun dia memangkas inflasi dari 13% menjadi 6%, mengepras angka kemiskinan dari 18% menjadi 16%. Di bawah kepemimpinannya, Indonesia mencetak penerimaan pajak surplus di tengah ekonomi yang masih tertatih.
Sampai detik ini, belum ada pemimpin negara Indonesia yang bisa menyamai prestasi di bidang fiskal tersebut. Para politisi dan cerdik cendekiawan boleh saja abai, atau sengaja menafikannya. Namun, CNBC Indonesia merekam semua itu, menuliskannya sebagai tonggak penting pembangunan ekonomi Indonesia yang tak boleh dihilangkan begitu saja.
Megawati Soekarnoputri adalah seorang pemimpin perempuan yang ditempa zaman melalui berbagai rintangan, kepedihan, dan badai fitnah. Namun dia tetap konsisten memperjuangkan keutuhan negara yang dibangun oleh ayahandanya, sang proklamator Soekarno.
Membunuh ambisi pribadi guna membalas perlakuan buruk lawan politiknya, terutama rezim Orde Baru, bukanlah harga mahal baginya jika demi menjaga keutuhan bangsa dan negara. Dia membayarnya lunas, meski tidak diminta, dengan memaafkan lawan-lawan politiknya.
Legawa memasuki Istana Negara pada 1999 sebagai Wakil Presiden, meski Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) merupakan partai pemenang pemilu, dia memberikan teladan akan sikap negarawan yang memilih duduk bersama demi merawat Ibu Pertiwi yang sedang sakit.
Kala itu, biduk negara oleng akibat krisis moneter 1997-yang memicu krisis keuangan 1998, dan krisis sosial 1999. Media massa menyebutnya sebagai krisis multidimensional dengan angka kemiskinan 23,4%, sementara eforia politik memicu instabilitas kebijakan dan gejolak sosial.
MPR akhirnya menyerahkan mandat kepemimpinan kepada Megawati sebagai Presiden pada tahun 2001, setelah Abdurrahman Wahid (Gus Dur) terkena pemakzulan (impeachment) karena dianggap telah menyalahi haluan negara dengan mengeluarkan dekrit pembubaran MPR.
Pekerjaan besar di bidang ekonomi menunggunya. Kala itu angka kemiskinan mencapai 18,41%, dengan nilai tukar rupiah di level Rp 10.000/dolar Amerika Serikat (AS) atau masih tertekan dari posisi 1999 di kisaran Rp 7.000/dolar AS. Inflasi saat itu tercatat sebesar 13%.
Di tengah situasi demikian, Megawati mengoptimalkan masa kepemimpinannya yang singkat (selama 3 tahun) untuk memperbaiki keadaan. Dia pangkas angka kemiskinan menjadi 16,7%, inflasi dikepras hingga separuh menjadi 6,2% dan kurs rupiah menguat ke Rp 8.900/dolar AS.
Satu yang tak bisa diingkari adalah kesuksesan Megawati yang dengan insting keibuannya mengelola anggaran negara yang kala itu masih terbatas. Pemasukan negara dari pajak sukses digenjot dengan surplus penerimaan pajak Rp 1,7 triliun (2001) dan Rp 180 triliun (2002).
Selepas Megawati, tidak ada satupun kepala negara yang bisa melakukan hal serupa, karena penerimaan pajak senantiasa shortfall (realisasi penarikan pajak di bawah target yang ditetapkan di APBN) sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hingga Presiden Joko Widodo.