CNBC Indonesia Awards 2021

Jahja Setiaatmadja, Pemimpin Adaptif Era Bank Digital

Tri Putra & Arif Gunawan, CNBC Indonesia
15 December 2021 09:59
BCA Jahja Setiaatmadja
Foto: CNBC Indonesia/Gita Rossiana

Jakarta, CNBC Indonesia - Jahja Setiaatmadja adalah bankir senior yang memimpin bank dengan nilai kapitalisasi pasar terbesar di Indonesia, PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Kepiawaiannya semakin teruji di tengah tahun pemulihan pandemi, dengan berbagai terobosan.

Pria berusia 65 tahun tersebut adalah sosok yang sudah malang melintang di dunia keuangan. Mengawali karirnya sebagai akuntan di firma PricewaterhouseCooper, Jahja sempat menjabat berbagai posisi manajerial di perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk.

Prestasinya yang cemerlang mencuri perhatian Grup Salim yang mengantarkan Jahja menduduki jabatan direksi di PT Indomobil pada periode 1980-1989. Di perusahaan otomotif tersebut Jahja didapuk sebagai direktur keuangan.

Kemudian, Jahja mulai berkiprah di industri perbankan sejak tahun 1999 di bank BCA yang saat itu masih dikendalikan oleh Grup Salim. Dia memegang posisi direktur selama 6 tahun. Selanjutnya pada 2006-2011 Jahja dipercaya untuk menjadi Deputi Presiden Direktur BCA.

Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) BCA pada 17 Juni 2011, Jahja resmi diangkat sebagai Presiden Direktur BCA. Hingga kini, Grup Djarum sebagai pemegang saham pengendali baru di BCA menumpukan kepercayaan padanya untuk memimpin BCA hingga 5 tahun ke depan.

Di bawah kepemimpinannya, kinerja BCA terus melesat sehingga saham perseroan di pasar terus diburu investor domestik dan asing, dan terus mencatatkan penguatan sejak Jahja berkiprah di posisi tertinggi bank tersebut.

Saham BBCA tercatat sudah melesat 362% sejak tahun 2011. Itu artinya return tahunan dari saham ini di luar dividen mencapai 36%. Tentu saja ini angka yang sangat fantastis mengingat rata-rata return saham hanya di kisaran 10%.

Harga saham yang konsisten dalam tren menguat tersebut tak terlepas dari kinerja keuangan BCA yang selalu bertumbuh. Secara rerata pertahun (compounded annual growth rate/CAGR), laba bersih BCA konsisten tumbuh 7,06% sejak 2015.

Sebagai informasi, laba bersih BCA masih berada di kisaran Rp 18 triliun enam tahun lalu. Namun pada tahun 2020, laba bersih BCA mencapai Rp 27,1 triliun. Pandemi Covid-19 tahun lalu hanya membuat laba bersih BCA menurun 5,2% (secara tahunan).

Kinerja tersebut masih lebih baik dari capaian bottom line bank kakap lainnya seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk yang laba bersihnya tertekan 42,7%, PT Bank Mandiri Tbk yang anjlok 37,8% dan PT Bank Negara Indonesia Tbk yang terpukul hingga 78,6%.

Yang membuat kepemimpinan Jahja begitu mengesankan, tak hanya bagi Grup Salim dan Grup Djarum melainkan juga publik di pasar saham, adalah pada kemampuannya untuk berpikir di luar pakem, dan mengantisipasi tantangan perubahan dengan kreativitas yang berujung solusi.

"Orang-orang kreatif yang bisa sukses memiliki sifat dasar seperti tidak terpaku dengan pakem yang ada, memiliki ide dan cara berpikir di luar kelaziman atau out of the box, dan juga menciptakan kreativitas yang memiliki value," ujar Jahja dalam beberapa kesempatan.

Hal ini terjadi dalam konteks digitalisasi. Keunggulan BCA sejak awal 2000-an adalah kemampuannya menarik masyarakat untuk menabung-sebagaimana  terlihat dari dana murah (current account saving account/CASA) yang mencapai 75% atau jauh di atas rerata industri.

Keunggulan ini sempat menjadi backlash menyusul terjadinya bottleneck di layanan kantor cabang dan ATM sehingga istilah plesetan 'bank capek antri' mengemuka. Jahja mengatasi persoalan itu dengan mempercepat digitalisasi, hingga nasabah tak perlu ke kantor cabang atau ATM untuk menikmati layanan dasar perbankan seperti transfer, transaksi pembayaran, dlsb.

Jahja bahkan berinisiatif membentuk bank digital murni, yakni blu, menjadi satu dari sedikit bank yang jeli. Sebagai bank dengan CASA besar, tantangan BCA bukanlah pada migrasi nasabah, melainkan diversifikasi simpanan. Nasabah tak harus menutup rekening untuk memindahkan tabungan mereka. Menurut McKinsey, dampak diversifikai simpanan ini ke DPK jauh lebih besar.

"Di satu bank ritel, sebagai contoh, tiap tahun ada 5% pelanggan yang menutup akun bank mereka hingga mengurangi rekening di bank itu sebesar 10% dan memangkas 3% total DPK. Namun tiap tahun, 35% nasabah yang mengurangi nilai tabungan mereka memicu anjloknya DPK hingga 24%," demikian tertulis dalam laporan berjudul "Customer Retention is Not Enough" (2002).

Dengan kepemimpinan adaptif, Jahja tidak jumawa dan abai oleh comfort zone BCA. Dia terus mengembangkan terobosan untuk menghadapi tantangan disrupsi industri. Ia tak ragu mengambil keputusan strategis sekalipun berujung pada strategi pertumbuhan anorganik.

Adaptive leadershipSumber: HBR

Salah satu strategi anorganik adalah dengan akuisisi 99,99% saham PT Bank Royal dan PT Bank Rabobank International Indonesia pada 2020 dengan total nilai akuisisi keduanya Rp 1,6 triliun. Bank Royal lantas diubah menjadi bank murni digital yakni PT Bank BCA Digital.

Setelah meluncurkan brand blu, BCA menyuntikkan modal hingga Rp 4 triliun ke BCA Digital dan mempersiapkannya untuk masuk bursa (initial public offering/IPO). Sementara itu Rabobank atau PT Bank Interim Indonesia digabungkan dengan PT Bank BCA Syariah.

Belum lama beroperasi sebagai bank digital murni, kinerja blu sangatlah impresif. Hal ini terbukti dari capaian himpunan dana pihak ketiga (DPK) di bank tersebut yang mencapai Rp 800 miliar dengan jumlah transaksi 100.000/hari.

Salah satu fitur blu memungkinkan nasabah membuka 10 rekening tabungan dalam 1 akun, menjawab tantangan McKinsey terkait diversifikasi simpanan.

Gaya kepemimpinan di BCA menjadi teladan di industri perbankan, terutama dalam menghadapi tahun penuh transisi 2021. Oleh karena itu, CNBC Indonesia menganugerahkan penghargaan The Most Inspiring Leader in Banking Transition 2021 kepada Jahja Setiaatmadja.

Untuk mencapai penilaian tersebut, Tim Riset CNBC Indonesia melakukan analisis terhadap terobosan dan gaya kepemimpinan CEO perbankan dalam menakhodai organisasi mereka. Proses penilaian difokuskan pada aspek pemahaman atas tantangan zaman, implementasi dalam bentuk kebijakan, dan kepemimpinan dalam diskursus di ruang publik.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular