
Crazy Rich Hong Kong: Sumbang Palu Rp 75 M & Jam Tangan Murah
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
06 October 2018 13:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Li Ka-shing, orang paling kaya di Hong Kong, baru-baru ini mendonasikan dana sebesar US$5 juta atau setara Rp 75 miliar utuk membantu korban gempa dan tsunami Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.
Bantuan itu dia salurkan melalui CK Hutchison Holdings dengan jumlah $2 juta dan Li Ka Shing Foundation sebanyak $3 juta yang diberikan lewat Sustainable Development Goal (SDG) Indonesia One.
SDG Indonesia One adalah sebuah platform kerja sama pendanaan yang terintegrasi untuk pembangunan infrastruktur yang berorientasi terhadap pencapaian SDGs di Indonesia.
Li Ka-shing adalah orang terpandang di kalangan para pebisnis. Ia mendapat julukan "superman" dan dianggap sebagai Warren Buffett-nya asia karena keahlian dan ketajamannya dalam berbisnis.
Lalu, siapakah Li Ka-shing sebenarnya?
Kisah Li yang berhasil menjadi orang terkaya meski berasal dari keluarga miskin sudah cukup terkenal. Dia lahir di provinsi Guangdong, China, pada tahun 1928. Kemudian, keluarganya pindah ke Hong Kong pada tahun 1940-an selama perang Sino-Jepang yang kedua.
Li terpaksa putus sekolah di usia muda karena kematian ayahnya, sehingga dia pun harus menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja di pabrik plastik saat berusia 15 tahun. Pengalaman itu membantu membentuk Li menjadi pebisnis cerdik.
"Pengalaman paling mengerikan selama masa anak-anak saya adalah menyaksikan ayah saya menderita dan pada akhirnya meninggal karena TB [Tuberkulosis]. Saya pun terjangkit," kata Li dalam sebuah wawancara dengan Forbes di tahun 2010, dikutip dari CNBC International.
"Beban kemiskinan dan pahitnya rasa tak berdaya serta keterasingan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang selamanya muncul di hati saya dan jadi dorongan untuk saya," jelasnya.
Li mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah semacam, Apakah mungkin membentuk kembali takdir seseorang? Apakah mungkin meminimalkan tantangan dengan mengurangi kerumitan? Apakah mungkin meningkatkan peluang kesuksesan lewat perencanaan yang teliti?
Di tahun 1950, Li memulai perusahaan plastiknya sendiri yang bernama Cheung Kong Industries. Nama "Cheung Kong" terinspirasi dari Sungai Yangtze di China, di mana aliran dan sungai yang tak terhitung banyaknya terkumpul. Filosofi tersebut diambil untuk mencerminkan keyakinannya pada sinergi dan kekuatan usaha yang digabungkan.
Perusahaannya tercatat di Bursa Saham Hong Kong pada tahun 1972 dan melebarkan sayapnya ke lebih dari 50 negara dengan 300.000 karyawan di berbagai bidang, termasuk real estate, telekomunikasi, pengiriman dan ritel.
Li mengendalikan Hutchison Port, salah satu operator terminal kontainer terbesar di dunia. Dia juga memiliki ritel kesehatan dan kecantikan di Asia yaitu Watsons.
Semua bisnis Li dikonsolidasi ke dalam dua perusahaan besar pada tahun 2015. Dua perusahaan tersebut adalah CK Hutchison untuk usaha selain properti dan CK Asset Holdings untuk bisnis properti. Kedua perusahaan tersebut memiliki total kapitalisasi pasar senilai lebih dari US$80 miliar (Rp 1.212 triliun).
Li memutuskan untuk mundur dari kerajaan bisnisnya pada usia 89 tahun di bulan Maret lalu. Ia pensiun setelah 70 tahun berkutat di perusahaan yang dia bangun dengan jerih payahnya sendiri.
Li, yang berulangtahun ke-90 di bulan Juli lalu, menyerahkan kendali perusahaan ke putra sulungnya Victor Li. Dia memang sudah dinobatkan menjadi pewaris kerajaan ayahnya sejak tahun 2012, dan dia mengembang lebih banyak tanggung jawab setelah itu.
Victor saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur CK Hutchison dan Cheung Kong Property Holdings. Dia juga bertindak sebagai Direktur untuk unit kelompok CK Insfratructure Holdings dan CK Life Sciences International Holdings.
NEXT
Bantuan itu dia salurkan melalui CK Hutchison Holdings dengan jumlah $2 juta dan Li Ka Shing Foundation sebanyak $3 juta yang diberikan lewat Sustainable Development Goal (SDG) Indonesia One.
SDG Indonesia One adalah sebuah platform kerja sama pendanaan yang terintegrasi untuk pembangunan infrastruktur yang berorientasi terhadap pencapaian SDGs di Indonesia.
Kisah Li yang berhasil menjadi orang terkaya meski berasal dari keluarga miskin sudah cukup terkenal. Dia lahir di provinsi Guangdong, China, pada tahun 1928. Kemudian, keluarganya pindah ke Hong Kong pada tahun 1940-an selama perang Sino-Jepang yang kedua.
Li terpaksa putus sekolah di usia muda karena kematian ayahnya, sehingga dia pun harus menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja di pabrik plastik saat berusia 15 tahun. Pengalaman itu membantu membentuk Li menjadi pebisnis cerdik.
"Pengalaman paling mengerikan selama masa anak-anak saya adalah menyaksikan ayah saya menderita dan pada akhirnya meninggal karena TB [Tuberkulosis]. Saya pun terjangkit," kata Li dalam sebuah wawancara dengan Forbes di tahun 2010, dikutip dari CNBC International.
"Beban kemiskinan dan pahitnya rasa tak berdaya serta keterasingan meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang selamanya muncul di hati saya dan jadi dorongan untuk saya," jelasnya.
Li mengatakan pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah semacam, Apakah mungkin membentuk kembali takdir seseorang? Apakah mungkin meminimalkan tantangan dengan mengurangi kerumitan? Apakah mungkin meningkatkan peluang kesuksesan lewat perencanaan yang teliti?
Di tahun 1950, Li memulai perusahaan plastiknya sendiri yang bernama Cheung Kong Industries. Nama "Cheung Kong" terinspirasi dari Sungai Yangtze di China, di mana aliran dan sungai yang tak terhitung banyaknya terkumpul. Filosofi tersebut diambil untuk mencerminkan keyakinannya pada sinergi dan kekuatan usaha yang digabungkan.
Perusahaannya tercatat di Bursa Saham Hong Kong pada tahun 1972 dan melebarkan sayapnya ke lebih dari 50 negara dengan 300.000 karyawan di berbagai bidang, termasuk real estate, telekomunikasi, pengiriman dan ritel.
Li mengendalikan Hutchison Port, salah satu operator terminal kontainer terbesar di dunia. Dia juga memiliki ritel kesehatan dan kecantikan di Asia yaitu Watsons.
Semua bisnis Li dikonsolidasi ke dalam dua perusahaan besar pada tahun 2015. Dua perusahaan tersebut adalah CK Hutchison untuk usaha selain properti dan CK Asset Holdings untuk bisnis properti. Kedua perusahaan tersebut memiliki total kapitalisasi pasar senilai lebih dari US$80 miliar (Rp 1.212 triliun).
Li memutuskan untuk mundur dari kerajaan bisnisnya pada usia 89 tahun di bulan Maret lalu. Ia pensiun setelah 70 tahun berkutat di perusahaan yang dia bangun dengan jerih payahnya sendiri.
Li, yang berulangtahun ke-90 di bulan Juli lalu, menyerahkan kendali perusahaan ke putra sulungnya Victor Li. Dia memang sudah dinobatkan menjadi pewaris kerajaan ayahnya sejak tahun 2012, dan dia mengembang lebih banyak tanggung jawab setelah itu.
Victor saat ini menjabat sebagai Wakil Direktur CK Hutchison dan Cheung Kong Property Holdings. Dia juga bertindak sebagai Direktur untuk unit kelompok CK Insfratructure Holdings dan CK Life Sciences International Holdings.
![]() |
NEXT
Pages
Most Popular