Jumlah Karyawan Resign di AS Tertinggi Sejak 2001, Ada Apa?

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
16 September 2018 07:07
Jumlah karyawan di Amerika Serikat (AS) yang resign atau mengundurkan diri dari pekerjaannya menyentuh tingkat tertinggi sejak tahun 2001.
Foto: Freepict
Jakarta, CNBC Indonesia - Jumlah karyawan di Amerika Serikat (AS) yang resign atau mengundurkan diri dari pekerjaannya menyentuh tingkat tertinggi sejak tahun 2001.

Survei Pembukaan Lapangan Kerja dan Pengunduran Diri Tenaga Kerja (Job Openings and Labor Turnover Survey/ JOLTS) terbaru dari Biro Statistik Tenaga Kerja (Bureau of Labor Statistics/ BLS) melaporkan bahwa sejak Juni sampai Juli, jumlah lapangan pekerjaan yang tidak terisi naik 117.000 menjadi 6,94 juta. Fakta tersebut mengonfirmasi ketatnya pasar tenaga kerja saat ini.

[Gambas:Video CNBC]
Meskipun begitu, di saat yang sama jumlah karyawan resign naik 3,58 juta atau 2,4% dari keseluruhan tenaga kerja AS. Bloomberg yang dikutip CNBC Make It melaporkan bahwa tingkat pengunduran diri seperti ini terakhir kali terjadi di tahun 2001.

Karyawan sejumlah 3,58 juta itu kemungkinan melakukan tindakan yang cerdas, kata Andrew Chamberlain selaku Kepala Ekonom di situs lowongan kerja Glasdoor.

"Kami melihat tingginya kepercayaan diri karyawan dalam kemampuan mereka untuk keluar dan mencari pekerjaan yang lebih baik di tempat lain," kata Chamberlain. "Bagi kebanyakan orang, itu adalah tindakan yang cerdas karena ada keuntungan jelas untuk meningkatkan potensi pendapatan dengan mengganti pekerjaan."

Menurut Brian Kropp selaku Wakil Direktur di perusahaan riset Gartner, rata-rata kenaikan kompensasi untuk pekerja yang keluar dari pekerjaan lamanya untuk pekerjaan baru adalah sekitar 15%.

"Anda tidak akan pernah mendapatkan [kenaikan] 15% itu dengan bertahan di pekerjaan lama," katanya kepada CNBC Make It. "Itu tidak akan terjadi."

Perusahaan Idaman MilenialFoto: Infografis/Perusahaan Impian/Arie Pratama
Perusahaan Idaman Milenial
Pengecualiannya, katanya, adalah ketika karyawan tersebut mendapatkan promosi jabatan. Namun, perusahaan sebenarnya sekarang tidak terlalu sering mempromosikan jabatan karyawan dibanding sebelum krisis keuangan.

"Salah satu hal terbesar yang terjadi selama krisis keuangan global adalah organisasi-organisasi menarik segala bentuk lapisan posisi manajemen pertengahan, yang sebenarnya mempersulit [karyawan] untuk dipromosikan," kata Kropp. "Sederhananya, terdapat peluang yang lebih sedikit untuk dipromosikan."

Bukan hanya para anak muda atau milenial yang sering dianggap tidak sabaran yang membereskan kubikel mereka. Beberapa peningkatan resign tertinggi juga terjadi di kalangan karyawan berpengalaman dan berusia lebih tua.

"Tingkat karyawan muda yang keluar lebih tinggi. Itu adalah kenyataan ketika para Generasi X berada di usia 20 tahun-an. Itu adalah kenyataan ketika Boomers berusia 20 tahun-an. Itu hanyalah sebuah fakta," jelas Kropp.



"Yang menarik adalah kita sekarang melihat karyawan yang lebih mapan di karirnya juga keluar berkali-kali."

Insentif untuk keluar diberikan kepada para pekerja dari semua kelompok usia, katanya.

"Alasan orang keluar dari pekerjaannya saat ini adalah karena pasar tenaga kerja sangat kompetitif, sehingga satu-satunya cara seseorang memperoleh kenaikan pendapatan secara signifikan adalah dengan keluar dan mendapatkan pekerjaan baru," ujarnya.



Pakar manajemen sekaligus kontributor CNBC International Suzy Welch mengatakan bahwa logika ini bisa semakin disederhanakan. Welch mengatakan sebelum mengajukan surat pengunduran diri, seseorang harus bertanya ke dirinya sendiri, "Kapan terakhir kali saya melakukan sesuatu di pekerjaan untuk pertama kalinya?"

Jika Anda belum diberi promosi jabatan baru, peluang baru atau kesempatan untuk mempelajari hal baru, maka itulah saat untuk keluar.

"Faktanya adalah, berkembanglah atau keluar," kata Welch.
(prm) Next Article Tips Nyaman Bekerja di Lingkungan yang Didominasi Pria

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular