CEO TikTok Tantang Joe Biden, Yakin Menang Batal Ditendang

Redaksi, CNBC Indonesia
25 April 2024 08:20
WASHINGTON DC, UNITED STATES - MARCH 23: TikTok CEO Shou Zi Chew listens to questions from U.S. representatives during his testimony at a Congressional hearing on TikTok in Washington, DC on March 23rd, 2023. (Photo by Nathan Posner/Anadolu Agency via Getty Images)
Foto: Anadolu Agency via Getty Images/Anadolu Agency

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Amerika Serikat Joe Biden telah mengesahkan undang-undang yang mengancam TikTok diblokir. Namun, CEO TikTok percaya diri bisa menang melawan Biden dan para wakil rakyat AS di Washington D.C. 

CEO TikTok Shou Zi Chew melontarkan kepercayaan dirinya lewat video yang beredar beberapa saat setelah Biden menandatangani RUU soal TiKTok menjadi UU.

"Tenang, kami tidak akan ke mana-mana. Fakta dan konstitusi ada di pihak kami dan kami yakin menang lagi," katanya.

UU yang baru disahkan Biden berisi paksaan atas pemilik TikTok, ByteDance, untuk menjual bisnis TikTok di Amerika Serikat dalam 270 hari. Jika TikTok tidak dijual, aplikasi video pendek tersebut akan diblokir di wilayah AS.

Artinya, TikTok harus dijual pada 19 Januari 2025 atau sehari sebelum periode kepresidenan Joe Biden berakhir. Namun, tenggat tersebut bisa diperpanjang 3 bulan jika ByteDance dinilai aktif menjalankan proses divestasi.

AS memilih presiden baru setiap 4 tahun yang selalu dilantik pada tanggal 20 Januari. Biden kini sedang berkampanye untuk mempertahankan kursi presiden melawan Donald Trump, yang dikalahkan Biden pada Pilpres AS 2020.

"Kami tidak ingin sampai ada pemblokiran. Ini soal kepemilikan China," kata juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre seperti dikutip oleh Reuters.

Berdasarkan UU yang baru disahkan, toko aplikasi milik Apple dan Google harus menendang aplikasi TikTok. Perusahaan hosting website AS juga dilarang memiliki aplikasi yang dikendalikan oleh ByteDance.

Harga jual ribuan triliun

Harga jual TikTok diperkirakan mencapai US$ 100 miliar (Rp 1.621 triliun). Harganya cukup rendah dibandingkan dengan angka penjualan TikTok di AS. Tahun lalu, layanan tersebut menghasilkan US$ 16 miliar (Rp 259 triliun).

Rep. Jamaal Bowman, D-N.Y., bergabung dengan pendukung aplikasi populer, memimpin unjuk rasa untuk membela TikTok di Capitol di Washington, Rabu, 22 Maret 2023. (AP/J. Scott Applewhite)Foto: Rep. Jamaal Bowman, D-N.Y., bergabung dengan pendukung aplikasi populer, memimpin unjuk rasa untuk membela TikTok di Capitol di Washington, Rabu, 22 Maret 2023. (AP/J. Scott Applewhite)
Rep. Jamaal Bowman, D-N.Y., bergabung dengan pendukung aplikasi populer, memimpin unjuk rasa untuk membela TikTok di Capitol di Washington, Rabu, 22 Maret 2023. (AP/J. Scott Applewhite)

Financial Times mengatakan angka pendapatan harusnya memberi nilai untuk perusahaan mencapai US$ 150 miliar (atau lebih dari Rp 2.431 triliun).

Namun diramalkan akan ada banyak masalah yang harus dihadapi rancangan undang-undang tersebut. Salah satunya, China kemungkinan akan melawan aturan tersebut. Pemerintah Xi Jinping dipastikan akan memblokir kesepakatan apapun yang dibuat AS.

Selain itu, Tiktok juga diramal tak bisa memenuhi tenggat waktu penjualan. "Seperti yang bisa kami katakan dalam bisnis, jumlah hambatan dalam transaksi ini sangat ekstrem," kata mantan mitra merger dan akuisisi di firma hukum Shearman & Sterling Lee Edwards, dikutip dari Washington Post.

"Untuk menyelesaikan kesepakatan sebesar dan kompleksitas ini hanya dalam waktu setengah tahun, termasuk meloloskan tinjauan peraturan apa pun yang mungkin diperlukan di negara-negara di seluruh dunia, akan menjadi hal yang sangat cepat dan agresif," tambahnya.

Namun demikian, melihat potensi dari TikTok banyak pihak yang siap untuk mengakuisisi aplikasi populer itu.

Mantan Menteri Keuangan Steven Mnuchin, mengatakan kepada CNBC Internasional pekan lalu bahwa dia sedang mengumpulkan sekelompok investor yang mau untuk membeli TikTok.

Sementara Bobby Kotick, mantan kepala raksasa video game Activision Blizzard, dan Kevin O'Leary, investor Kanada dari acara TV "Shark Tank," keduanya telah menyatakan minatnya pada kesepakatan TikTok. Namun mereka mungkin tidak mempunyai uang untuk melakukan pengambilalihan secara serius, dan mengumpulkan dana mereka sebagai bagian dari konsorsium investasi akan menimbulkan masalah baru lagi.

"Dengan konsorsium, Anda tidak akan pernah tahu apakah seseorang benar-benar terlibat atau tidak sampai hal tersebut berakhir," kata Locala. "Semakin banyak pihak yang Anda perkenalkan, semakin sulit untuk mencapai kemajuan." terangnya.


(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ketakutan, TikTok Mohon Minta Tolong ke TikTokers

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular