Grab-GoTo-Shopee Mau Jadi Super App, Ini Jeroan Keuangannya

Intan Rakhmayanti Dewi, CNBC Indonesia
05 October 2022 13:05
topik unicorn konten

Jakarta, CNBC Indonesia - Tiga raksasa teknologi Asia Tenggara yaitu GoTo, Grab, dan Sea Group punya ambisi yang sama, menjadi super app. Indonesia adalah medan pertempuran utama mereka.

Jika sebelumnya "jeroan" keuangan tiga perusahaan tersebut hanya diketahui oleh pemegang sahamnya, kini publik punya akses langsung. Di balik strategi akuntansi yang rumit, persaingan sengit ketiganya bisa disarikan.

GoTo, Grab, dan Sea Group memang punya bisnis andalan yang berbeda, begitu juga fokus pasarnya.

GoTo lewat Gojek bersaing dengan Grab dalam bisnis antar penumpang dan pengiriman makanan, sedangkan lewat Tokopedia  GoTo bersaing dengan Shopee milik SEA Group, dan GoTo Financial bersaing dengan Grab Financial Group serta SeaMoney dalam layanan keuangan digital.

Untuk fokus pasar, GoTo sebagian besar berfokus pada Indonesia, sedangkan Grab memutuskan untuk menjadi pemain regional, dan SEA Group memiliki aspirasi untuk menjadi global.

Dalam lingkungan makro yang menantang saat ini, bagaimana perusahaan-perusahaan ini saling bersaing? Karena ketiganya telah merilis pendapatan Q2 2022, berikut perbandingan sederhana dari analisis Momentum Works, dikutip Senin (3/10/2022).

Laporan tersebut menggunakan GMV atau GTV yang diukur secara komparatif, dan mengabaikan perlakuan akuntansi segmen baru/kecil, seperti bisnis pengiriman makanan Shopee.

Penumpang menggunakan jasa ojek daring di Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (8/9/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)Foto: Penumpang menggunakan jasa ojek daring di Stasiun Palmerah, Jakarta, Kamis (8/9/2022). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Berdasarkan laporan perusahaan, GMV Grab dari bisnis on-demand pada Q2 2022 mencapai US$3,5 miliar dibanding GMV on-demand GoTo senilai US$1 miliar. Laporan SEA menyatakan, GMV dari bisnis e-commerce (Shopee) pada periode yang sama mencapai US$19 miliar dibanding GoTo senilai US$4 miliar.

Terlihat bahwa GMV per kuartal Grab dari bisnis on-demand yaitu transportasi online, pesan antar, dan pengiriman sekitar 3,5 kali lebih besar dari GoJek, sedangkan GMV e-commerce Shopee adalah 4,75 kali lebih besar dari dari Tokopedia.

Analis biasanya berasumsi sepertiga dari bisnis Grab berasal dari pasar Indonesia, sedangkan Shopee juga memiliki pasar Taiwan, Polandia, serta Amerika Latin. Berdasarkan perbandingan di atas proyeksi pasar Grab di Indonesia sepertinya tepat.

Pungutan dari pasar online

Menurut berbagai sumber, Tokopedia dan Shopee adalah dua marketplace online terbesar di Indonesia. Keduanya bersaing ketat untuk memperebutkan pedagang dan pelanggan.

Meskipun sulit dibandingkan satu sama lain, karena pasar Shopee yang meliputi banyak negara, ada angka yang bisa dijadikan tolak ukur kedua perusahaan dalam menggali pendapatan.

Gojek Tokopedia (GoTO)Foto: Gojek Tokopedia (GoTO)

Indikator tersebut adalah take rate, yaitu porsi dari total nilai transaksi di dalam platform masing-masing yang dicatat sebagai pendapatan.

Menurut Momentum Works, dikutip Senin (3/10/2022), Tokopedia telah meningkatkan skema komisi untuk pedagang [customer-to-customer] C2C. Langkah ini secara efektif menaikkan take rate, yaitu pendapatan dibagi dengan GMV, dari 2,4% menjadi 3,1% atau sekitar US$4,5 juta (atau sekitar Rp 69,4 miliar).

Tokopedia telah mengumumkan pungutan Rp 1.000 untuk tiap transaksi, menambah biaya transaksi Rp 1.000 yang sudah dikenakan untuk transaksi dengan pembayaran tertentu.

Kenaikan take rate Tokopedia secara nominal mendekati angka milik Alibaba sekitar 4% di China, tetapi masih jauh di belakang Shopee yakni 9,2% atau sekitar US$ 19 juta atau sekitar Rp 290 miliar)

Menurut pemain di bisnis logistik yang diwawancarai oleh Momentum Works, volume barang yang dipesan dari Tokopedia hampir tidak tumbuh pada tahun lalu. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan GMV disumbang oleh barang dan jasa virtual, yang bersifat margin lebih rendah.

Sementara itu, Shopee mengambil langkah-langkah untuk mencapai profitabilitas lebih cepat, bahkan dalam beberapa minggu terakhir mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di banyak pasar.

Selain itu, Shopee juga memangkas banyak insentif yang sebagian besar di bidang logistik. Seperti yang diketahui bahwa Shopee telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi biaya logistik, dan memiliki Shopee Express sendiri untuk meningkatkan daya tawar di hadapan penyedia logistik pihak ketiga.

Meskipun kinerja keuangan GoTo di bisnis on-demand dan e-commerce ada di bawah dua pemain regional, ternyata GoTo punya keunggulan di bisnis fintech. Di antara ketiga perusahaan tersebut, GoTo memproses transaksi paling banyak, yang dilaporkan sebagai GTV untuk GoTo Financial.

Selain GoPay, layanan e-wallet dan pembayaran digital yang dibuat oleh GoJek, GoTo juga memiliki Midtrans, salah satu payment gateway terbesar di Indonesia.

Take rate fintech yang dilaporkan oleh GoTo adalah sekitar 0,5%, yang berada di antara margin pendapatan bersih Xendit (alternatif utama untuk Midtrans) dan tarif pedagang yang dikenakan oleh GoPay. Di sisi lain, Grab melaporkan tingkat komisi 2,7% untuk layanan keuangan.

Tak satu pun dari perusahaan secara eksplisit menyoroti volume pinjaman fintech dalam laporan mereka.

Namun, terlihat pada Neraca SEA (30 Juni 2022) bahwa piutang pinjaman jangka pendeknya telah tumbuh dari US$1,5 miliar (setengah tahun yang lalu) menjadi sekitar US$2 miliar.

Ini mungkin pinjaman gabungan yang dikeluarkan dari neraca SeaMoney Group dan SeaBank di Indonesia. Bank seperti DBS juga mendanai program pinjaman bersama dengan SeaMoney, yang berarti saldo pinjaman SeaMoney sebenarnya lebih dari US$2 miliar.

Di GoTo, mungkin bisa melihat Bank Jago sebagai proxy. Bank yang menjadikan GoTo sebagai pemegang saham utama dan menyediakan modal untuk bisnis pinjaman GoTo, mencatat saldo pinjaman US$330 juta per 30 Juni 2022, tumbuh dari US$221 juta setengah tahun lalu.

Pertanyaan paling penting bagi publik, terutama pemegang saham ketiga perusahaan, adalah berapa lama hingga ketiganya mampu mencetak laba.

Bahkan, ada pertanyaan lebih mendasar, yaitu runway. Modal Grab, Sea Group, dan GoTo cukup untuk mendanai operasional sampai kapan. Apalagi, dalam kondisi global yang membuat minat investasi sedang rendah-rendahnya.

Berdasarkan hitungan Momentum Works, yang dikutip Senin (3/1/2022), kas bersih Grab per akhir semester I/2022 mencapai US$5,5 miliar (sekitar Rp 86 triliun), dengan likuiditas tunai US$7,74 miliar dikurangi pinjaman sebesar US$2,168 miliar.

Pada tingkat burn atau "bakar duit" Q2 2022, dana tersebut dapat bertahan selama sekitar 4 tahun tanpa tambahan modal. Momentum Works menilai waktu ini memadai bagi Grab untuk mencapai titik impas.

Sementara itu, Sea Group pada periode yang sama melaporkan kas mereka jumlahnya menjadi total US$7,8 miliar (sekitar Rp 119 triliun). Tanpa menghitung pasti penerimaan pinjaman sebesar US$2 miliar, perusahaan memiliki aset tetap bersih sebesar US$2,8 miliar, dan US$2,65 miliar investasi jangka pendek dan jangka panjang, beberapa di antaranya dapat dikonversi menjadi uang tunai.

Satu hal yang menonjol adalah obligasi konversi Sea senilai US$4,18 miliar. Satu-satunya masalah yang menjadi perhatian adalah tahap yang dikeluarkan pada tahun 2020 yang akan jatuh tempo pada tahun 2025, dengan harga konversi sekitar US$90,4.

Sea Group, induk usaha dari Shopee dan Garena, perlu memastikan mendorong harga sahamnya di atas level itu, atau mencadangkan likuiditas yang cukup untuk kemungkinan penebusan.

Pada tingkat "bakar duit" saat ini, isi dompet Sea bisa bertahan sekitar 3,5 tahun. SEA Group sedang melakukan langkah-langkah pemangkasan biaya yang mencakup kebijakan pemutusan hubungan kerja (PHK), yang hasilnya mungkin akan mulai terlihat pada Q4 2022.

Posisi kas terlemah di antara ketiganya adalah GoTo, yang hanya punya US$2,35 miliar (sekitar Rp 35,9 triliun), Pada tingkat cash burn saat ini, posisi ini hanya dapat bertahan selama 6 kuartal atau 1,5 tahun.

Dengan valuasi tinggi yang dinikmati GoTo sekarang, Momentum Works menilai perusahaan ini ada di posisi yang lebih sulit untuk menggalang dana tambahan dari investor swasta dibandingkan dengan Grab dan Sea Group.

Pasalnya, investor pasti enggan mengucurkan triliunan rupiah hanya untuk saham yang sedikit. Kondisi ini tentu sangat mendesak bagi GoTo untuk lebih agresif memangkas biaya operasional, atau berharap ada investor "murah hati" yang bersedia menalangi.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular