
Grab-Sea-GoTo, Mana yang Masih Punya Napas Panjang?

- Pertumbuhan top line melambat tetapi tidak diikuti dengan menggendutnya kas.
- GoTo yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode ticker GOTO punya daya tahan kas paling sedikit.
- Sea Group, induk usaha Shopee, telah berhasil membukukan laba bersih.
Jakarta, CNBC Indonesia - Para raksasa teknologi Asia Tenggara terus berusaha menuju jalur profitabilitas dan terus memperpanjang napas perusahaan di tengah lingkungan makro global yang penuh ketidakpastian saat ini.
Dengan kondisi yang secara umum masih merugi, nama-nama besar tech company di ASEAN terus berupaya menekan beban, mengejar laba (baik berupa adjusted EBITDA maupun net income), hingga mencari pendanaan baru.
Saat ini, ada tiga pemain kakap teknologi di ASEAN, yakni Grab, SEA Group, dan GoTo. Ketiga perusahaan tersebut saling bersaing di beberapa sektor yang sama, misalnya Gojek besutan GoTo versus Grab di sektor ojek online dan jasa antar makanan; Tokopedia milik GoTo bersaing dengan Shopee punya SEA; dan ketiganya bertemu di sektor jasa keuangan digital.
Sempat membikin semacam euforia dalam tahun-tahun belakangan ini sehingga sempat membuat orang-orang berpikir bahwa batas pertumbuhan perusahaan tersebut hanyalah langit, datangnya pandemi Covid-19 juga semakin membuat perusahaan teknologi tumbuh pesat.
Namun, inflasi yang tinggi yang membuat bank sentral dunia, termasuk The Fed AS, mengerek suku bunga membuat mimpi para penganjur techno terhempas sejenak. Maklum, suku bunga yang naik bisa membikin biaya modal makin mahal. Ini sebelum akhirnya musim dingin perusahaan tekno (tech winter) datang.
Pertumbuhan top line melambat tetapi tidak diikuti dengan menggendutnya kas, padahal beban-beban semakin membengkak, membuat para investor perusahaan techno mulai berpikir ulang soal profitabilitas.
Investor pun saat ini terus mencermati kapan ketiga raksasa tersebut benar-benar bisa untung dan bagaimana ketahanan kas (cash runway) mereka di tengah kerugian yang ditanggung.
Secara sederhana, runway menunjukkan berapa lama kemampuan kas menjaga bisnis tetap beroperasi di tengah catatan rugi dan tanpa suntikan dana tambahan.
Di antara tiga pemain kakap tersebut, Grab dengan likuiditas kas US$5,77 miliar hingga 31 Maret 2023 dan mengalami rugi usaha atau operating loss US$816 miliar (kuartal I 2023 disetahunkan), memiliki cash runway 7,1 tahun.
Angka tersebut terbilang lebih baik dibandingkan Sea yang memiliki runway 4,9 tahun. Sementara, GoTo yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode ticker GOTO punya daya tahan kas paling sedikit, hanya 1,6 tahun.
Untuk yang disebut terakhir, GoTo saat ini sedang berusaha mencari pendanaan baru lewat skema private placement atau Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (PMTHMETD).
Untuk mengegolkan rencana tersebut, GOTO akan meminta restu pemegang saham lewat Rapat Umum pemegang Saham (RUPST dan RUPSLB) pada 30 Juni mendatang.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), sebelumnya perseroan akan menerbitkan sebanyak-banyaknya 118.436.392.950 lembar saham Seri A atau sebesar maksimum 10% dari jumlah seluruh modal ditempatkan dan disetor, yang akan diterbitkan dari saham portepel Perseroan dengan nilai nominal Rp 1 per saham.
Tujuan aksi korporasi ini adalah untuk mengembangkan kegiatan usaha, dan memperkuat posisi permodalan Perseroan. Adapun kepastian struktur pendanaan masih bergantung kepada kondisi pasar, minat dari calon investor di masa yang akan datang dan kepentingan terbaik Perseroan.
Rencana penggunaan dana non HMETD yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung kebutuhan modal kerja Perseroan dan anak perusahaannya, termasuk PT Tokopedia, PT Swift Logistic Solutions, PT Dompet Anak Bangsa dan/atau PT Multifinance Anak Bangsa dan/atau PT Multi Adiprakasa Manunggal dan/atau pelunasan melalui konversi atas utang Perseroan di kemudian hari (jika ada).
Apabila non HMETD dilaksanakan, persentase kepemilikan saham dari pemegang saham Perseroan saat ini akan mengalami penurunan (dilusi) sebesar maksimum 9,09%. Pelaksanaan non HMETD ini tidak akan mengakibatkan perubahan rasio hak suara Saham Seri B terhadap Saham Seri A.
Perbaikan Kinerja
Selama 3 bulan pertama tahun ini, tiga raksasa teknologi mengalami perbaikan kinerja keuangan. Pendapatan Grab tumbuh 130% secara tahunan (yoy) menjadi US$525 juta per kuartal I 2023 dengan kerugian berkurang 43% yoy menjadi minus US$250 juta.
Sementara, EBITDA yang disesuaikan (adjusted EBITEDA) juga membaik dengan tumbuh 77% yoy dari minus US$287 juta menjadi minus US$66 juta per triwulan I 2023.
Margin segmen delivery juga menyentuh rekor tertinggi, sebesar 2,6% pada kuartal pertama 2023 dari 2,0% pada kuartal keempat 2022 dan negatif 2,2% pada kuartal pertama 2022.
Grab juga tetap mempertahankan target adjusted EBITDA breakeven (menyentuh titik impas) perusahaan per kuartal IV 2023.
Sementara, Sea, yang merupakan induk Shopee, mencatatkan pendapatan (sesuai prinsip GAAP) mencapai US$3,0 miliar, naik 4,9% secara tahunan per kuartal I 2023. Total laba kotor Sea mencapai US$1,4 miliar, naik 21,1% yoy.
Sea Group juga berhasil membukukan laba bersih US$87,3 juta, dibandingkan dengan total rugi bersih sebesar US$580,1 juta untuk kuartal pertama 2022. Adapun, total adjusted EBITDA sebesar US$507,2 juta, dibandingkan dengan minus US$509,9 juta untuk kuartal pertama 2022
Tidak ketinggalan, kas, setara kas, investasi jangka pendek, dan instrumen investasi lainnya mencapai US$7,2 miliar, menunjukkan peningkatan bersih sebesar US$257,5 juta sejak 31 Desember 2022.
Kemudian, GoTo juga mencatatkan kenaikan pendapatan bersih hingga 123% menjadi Rp 3,32 triliun pada kuartal I-2023, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy) yang sebesar Rp 1,49 triliun. GoTo mencatatkan EBITDA yang disesuaikan tumbuh 67% dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp-1,6 triliun atau -1,1% persentase dari nilai transaksi bruto (gross transaction value/GTV).
Nilai EBITDA yang disesuaikan itu juga naik 49% dibandingkan kuartal sebelumnya. Manajemen GOTO menyampaikan pencapaian EBITDA yang disesuaikan itu didukung oleh kinerja kuat khususnya dari unit bisnis on-demand services dan e-commerce.
Adapun pendapatan bruto Grup GoTo pada periode 3 bulan pertama tahun ini mencapai Rp 5,98 triliun, naik 14% yoy dari sebelumnya Rp 5,23 triliun. Pendapatan ini diperoleh dari semua bisnis inti GOTO yakni on-demand, e-commerce, dan financial technology (fintech).
GoTo juga memangkas rugi bersih hingga 41% pada kuartal I-2023 ini menjadi Rp 3,89 triliun dari rugi bersih periode yang sama 2022, senilai Rp 6,61 triliun. GOTO menyebut dapat segera mencapai tingkat profitabilitas atau target EBITDA yang disesuaikan positif pada kuartal keempat 2023.
Ketiga pemain di atas masih akan perlu membuktikan kepada investor dengan terus memperbaiki kinerja bottom line perusahaan.
Apalagi, masih banyak tantangan dan hambatan ke depan, mulai dari persaingan yang ketat, perubahan regulasi, ketidakpastian iklim ekonomi makro global, dan volatilitas pasar. Untuk tetap bertahan, perusahaan-perusahaan ini harus beradaptasi dengan cepat dan terus berinovasi sesuai dengan kebutuhan pasar yang terus berubah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(trp/dem)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Menghitung Runway GOTO-Grab-SEA, Siapa Paling 'Panjang Umur'?