Dokumen Ini Bocorkan Soal Nasib Rupiah Digital, Simak!

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
Senin, 18/07/2022 10:30 WIB
Foto: Infografis/RI Bakal Punya Uang Digital, Namanya Digital Rupiah/Arie Pratama

Bali, CNBC Indonesia - Negara G20 berkomitmen untuk mendorong ketahanan finansial global jangka panjang. G20 juga berkomitmen untuk melanjutkan diskusi mengenai implikasi makro-finansial dari Central Bank Digital Currencies (CBDC) alias rupiah digital.

Dalam dokumen Chair's Summary hasil pertemuan ketiga FMCBG yang diterima CNBC Indonesia dijelaskan, Indonesia menyambut diskusi lanjutan tentang mata uang digital atau CBDC.


"Karena ini mungkin dirancang untuk memfasilitasi pembayaran lintas batas sambil menjaga stabilitas sistem moneter dan keuangan internasional," tulis dokumen tersebut dikutip Senin (18/7/2022).

"Kami menantikan G20 Techsprint 2022, sebuah inisiatif bersama dengan BIS Innovation Hub, yang akan berkontribusi pada perdebatan tentang solusi paling praktis dan layak untuk menerapkan CBDC," jelas dokumen tersebut.

Sebelumnya, Bank Indonesia mengungkapkan pada akhir tahun segera menerbitkan panduan atau white paper mengenai peta jalan penerbitan Rupiah Digital.

Deputi Gubernur Bank Indonesia, Doni P Joewono menjelaskan panduan penerbitan Rupiah Digital ini merupakan langkah bank sentral untuk mengakomodasi pesatnya perkembangan digitalisasi dan penggunaan mata uang digital, seperti crypto currency, bitcoin, blockchain dan sebagainya.

"Sekarang Bank Indonesia (BI) akan menerbitkan white paper (panduan) dilanjutkan dengan consultative paper. Saya kira panduan ini merupakan langkah besar sebelum memasuki tahap pembuktian konsep dan tahap uji coba," jelas Doni dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 dengan topik 'Future of Money in The Digital Era', Nusa Dua, Bali, (12/7/2022).

Pandangan IMF dan World Bank

Dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 dengan topik 'Future of Money in The Digital Era', International Monetary Fund (IMF) mengungkapkan adanya risiko stabilitas keuangan, hingga krisis ekonomi dengan hadirnya CBDC.

Kepala Divisi Departemen Moneter dan Pasar Modal di IMF, Tomasso Mancini-Griffoli menjelaskan risiko penerbitan mata uang digital akan mengganggu stabilitas keuangan lebih dalam, karena dikhawatirkan masyarakat akan mengalihkan aset mereka di perbankan.

"Dalam hal CBDC yang dikhawatirkan adalah pelarian dari simpanan bank, meskipun perpindahannya mungkin akan berjalan lambat. Namun, jika proses perpindahan (simpanan bank) ke CBDC berjalan cepat, justru berisiko pada krisis keuangan," jelas Tomasso di Nusa Dua Bali, Selasa (12/7/2022).

Oleh karena itu, menurut Tommaso, Bank Sentral sebagai penanggung jawab moneter harus bekerja lebih keras untuk mempertimbangkan soal imbal hasil atau yield yang akan berlaku pada CBDC, agar masyarakat tidak 'FOMO' terhadap mata uang digital.

Karena jika tidak, orang akan dengan cepat berpikir bahwa menabung di perbankan, tidak lagi menjadi investasi yang menarik. "Inilah jalur krisis yang benar-benar nyata," tuturnya.

Tingkat suku bunga yang berlaku antara CBDC dan mata uang yang berlaku saat ini harus diperhitungkan.

"Mungkin mereka bisa tetap menawarkan aset yang dapat dipegang masyarakat dalam likuiditas yang tak terbatas, dan ini mungkin bisa memperlambat masyarakat untuk lari dari bank komersial," kata Tommaso lagi.

Sementara itu, Bank Dunia atau World Bank memandang keberadaan mata uang digital bank sentral tidak akan otomatis meningkatkan inklusi keuangan di suatu negara.

Hal tersebut disampaikan oleh Lead Financial Sector Specialist Payment System Development Group Bank Dunia Harish Natarajan dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia 2022 dengan topik 'Future of Money in The Digital Era', Nusa Dua, Bali, (12/7/2022).

"CBDC tak menjamin akses (keuangan) dan tidak berkontribusi langsung meningkatkan inklusi keuangan," ujar Natarajan.

Pasalnya, tak semua masyarakat bisa dengan mudah mengaksesnya saat CBDC diterbitkan. Oleh karena itu, bank sentral perlu membuat strategi agar CBDC bisa dijangkau oleh banyak masyarakat.

Bank sentral juga harus memastikan perlindungan data dan privasi bagi masyarakat yang memiliki CBDC. Dengan demikian, masyarakat tidak takut untuk bertransaksi menggunakan mata uang digital.

"Saya pikir CBDC memiliki semacam program yang dipimpin oleh otoritas pasti akan membawa perhatian pada beberapa masalah terkait akses dan penggunaan yang lebih rendah," jelas Natarajan.

"Perlindungan data dan privasi akan sangat menjadi penting. Itu adalah kunci utama," ujarnya lagi.


(cap/mij)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Adopsi Teknologi Tinggi, Infrastruktur Digital Makin Diperkuat