Tantangan Bank Digital & Ramalan 'Tiga Raksasa' Bos BCA

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
16 August 2021 07:25
ilustrasi transaksi digital
Foto: Dok BRI

Analis Accenture Tom Merry menyebutkan ada "faktor kepercayaan" di balik turunnya dana simpanan masyarakat di perbankan digital di Inggris. Enam tahun berlalu sejak bank digital pertama muncul di sana, tetapi bank digital di Negeri Big Ben ini belum beranjak dari pasar milenial.

Sebagaimana diketahui, milenial adalah anak muda yang umumnya belum memiliki kemapanan finansial seperti baby boomer. Accenture memaparkan bahwa rerata pendapatan bank digital dari tiap nasabah di Inggris adalah £9, atau 30 kali lipat lebih kecil dari rerata pendapatan bank petahana terhadap nasabah mereka yang sebesar £270.

Hukum bilangan berperan dalam menciptakan ketimpangan ini. Meski dua bank sama-sama mendapat margin bunga bersih 3%, tetapi hasilnya tentu berbeda jauh jika dikenakan terhadap dua aset dengan bilangan berbeda: Rp 30 miliar untuk aset kelolaan Rp 1 triliun dan Rp 30 juta untuk dana kelolaan Rp 1 miliar.

Oleh karena itu, bank digital harus lebih berhati-hati dengan aksi bakar uang untuk membangun public awareness. Demikian juga dengan investasi besar-besaran untuk membangun infrastruktur digital. Semua harus dihitung dengan mengukur target tingkat pengembalian yang didapatkan.

Di tengah kondisi demikian, pandemi menjadi semacam blessing in disguise bagi pelaku industri bank digital. Studi firma konsultan global Deloitte, misalnya, menyebutkan bahwa terjadi peningkatan penggunaan platform perbankan non-konvensional di Swiss selama pandemi, dari kisaran 9-16% pada saat prapandemi, ke kisaran 14-33% selama pandemi.

qSumber: Deloitte

Studi Chase di Amerika Serikat (AS) mengonfirmasi temuan tersebut. Unit usaha bank JP Morgan ini melakukan survei terhadap 1.500 nasabah perbankan dari berbagai latar belakang dan umur. Hasilnya, 54% nasabah perbankan mengakui bahwa mereka menggunakan platform bank digital lebih sering selama pandemi tahun 2020, jika dibandingkan dengan tahun 2019.

Tidak berhenti di situ, mereka juga menyatakan bahwa penggunaan platform atau fitur digital akan terus mereka lakukan setelahnya. "Pandemi telah menunjukkan bahwa layanan perbankan digital menjadi esensial bagi konsumen dari semua umur untuk mengelola keuangan mereka," tutur Allison Beer, Head of Digital Chase.

Dan ternyata, 30% responden menyatakan bahwa mereka telah menginstal aplikasi pembayaran pihak-ke-pihak (peer-to-peer payment/P2P) selama semester kedua 2021. Sebanyak 45% yang sudah menginstalnya sebelum pandemi kini menggunakannya lebih sering ketimbang tahun lalu.

P2P adalah platform pembayaran dari akun ke akun tanpa harus melewati proses otorisasi seperti teller perbankan. Chase menemukan bahwa mayoritas responden memilih memakai platform P2p untuk menghindari penggunaan uang kertas yang rentan menjadi sarana penyebaran virus.

Jika bank digital gagal memanfaatkan peluang pandemi, maka proyeksi Jahja bisa jadi benar. Hanya dua-tiga bank digital yang meraja, itupun anak-anak usaha dari bank yang sudah mapan. Mereka yang tak dapat dukungan dana dan ekosistem petahana bisa layu sebelum berkembang.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/roy)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular