
Pandemi, Data Covid Pusat & Daerah Sering Tak Kompak

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkapkan lonjakan kasus pada pertengahan Januari juga disebabkan oleh terlambatnya verifikasi data yang masuk sehingga ada penumpukan data.
Sejak 13 Januari, kasus baru Covid-19 mencatatkan angka yang sangat tinggi, dari 11.278 kasus, kemudian 11.557 kasus, lalu 12.818 kasus, hingga puncaknya pada 16 Januari sebanyak 14.424 kasus.
"Penambahan jumlah kasus selama beberapa hari terakhir adalah alarm nyaring bagi kita semua. Ini menjadi tanda ada hal yang harus dibenahi ketika menghadapi pandemi ini," ujar Wiku dalam konferensi pers, Selasa (19/01/2021).
Terlambatnya data ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk memperbaiki kondisi ini, sehingga tidak ada penumpukan data. Kementerian Kesehatan juga tengah memilah data yang masuk 17 Januari, dan data yg terlambat masuk dari minggu sebelumnya. Padahal jika data yang dimiliki tidak real time maka kebijakan yang diambil pun tidak tepat waktu sehingga tidak efektif.
"Kemenkes dan pemerintah daerah harus memperbaiki data Covid-19 sehingga mengurangi gap dan data pusat dan daerah. Saya minta ke depannya tidak ada delay data karena ini sangat krusial dalam pengambilan keputusan," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 Dewi Nur Aisyah pun mengatakan adanya keterlambatan data juga berpengaruh pada kasus aktif, karena angka yang terlambat masuk bisa jadi sudah ada sembuh sehingga tidak dapat dikategorikan kasus aktif. Adanya keterlambatan data ini juga tidak dapat dianggap sepele, karena penting mengetahui kasus aktif saat ini atau pasien yang membutuhkan perawatan.
(roy/roy)[Gambas:Video CNBC]
