
Mencari Cara Ampuh Memberantas Penipuan Online

Penipuan menjadi salah satu kejahatan yang tak pernah hilang. Setiap peradaban memiliki berbagai jenis penipuan yang dikenal sebagai modus operandi. Baik dari penipuan kecil-kecilan sampai yang jadi skandal zaman.
Begitu pula di zaman digital, ketika penipuan online sudah sangat massif dan mudah ditemukan setiap hari. Bisa lewat sms, media sosial, whatspp dan lain sebagainya.
Penipuan online seringkali terjadi melalui berbagai platform, dengan berbagai macam modus dan memanfaatkan kemajuan teknologi. Salah satu modus yang masih sering ditemukan misalnya sms yang mengarahkan seseorang yang pada akhirnya mentransferkan sejumlah uang ke rekening bank tertentu.
Modusnya bermacam-macam, misalnya salah satu sms yang terkadang didapatkan "INFO HADIAH No.anda M-dapatkan hadiah Ke-2
Rp.175jt dari SH0PEE PIN;25F4777 INFO KLIK; bit.ly/info-hadiah079". Jika link yang tertera di klik oleh si penerima sms, maka kemudian akan diarahkan pada situs yang menyerupai lembaga tertentu yang membuat calon korban terkecoh.
Modus berikutnya adalah penipuan via telepon yang sempat terkenal dengan Mama Minta Pulsa. Sang penipu mengaku saudara atau orang tua yang sedang berada di kantor polisi karena alasan tertentu. Dengan segala rayuannya, penipu meminta dikirim pulsa atau sejumlah uang.
Model penipuan ini sangat banyak modifikasinya, seperti iming-iming mendapatkan hadiah dari bank tetapi harus menyetor terlebih dulu pajak undiannya. Penipu ini berusaha meyakinkan bahwa telepon tersebut merupakan panggilan resmi dari bank.
Tak berhenti disana, modus pun berubah lagi dengan meminta kode OTP (one time password) yang dikirimkan kepada pelanggan ketika ingin melakukan transaksi atau masuk pada akun tertentu, baik e-commerce, dompet digital, maupun transaksi debit card.
Pengamat IT Ruby Alamsyah mengatakan pelaku akan berupaya mendapatkan kepercayaan agar korban percaya pada modus pertama, ketika mendapatkan kepercayaan barulah ditambahkan modus lainnya. Meminta OTP menjadi salah satu cara untuk mengakses data pribadi korban dengan memanfaatkan social engineering.
Pelaku mendapatkan kepercayaan mendapatkannya melalui teknik social engineering, dengan cara memberikan janji manis, menakut-nakuti, dan memanfaatkan kelengahan dari calon korban. Dengan begitu secara sukarela mereka akan memberikan data rahasia, karena percaya si penipu adalah petugas atau pihak yang berwenang.
Ruby menilai dibutuhkan edukasi kepada masyarakat, dengan informasi yang utuh dan dilakukan secara masif. Masyarakat harus mengetahui modus-modus penipuan yang sering terjadi di masyarakat, sehingga mereka akan lebih waspada. Jika sudah memiliki pengetahuan tentang modus penipuan yang berkembang, tips-tips yang diberikan sebagai upaya edukasi akan lebih efektif.
"Mereka melakukan broadcast, SMS juga, mereka tinggal nunggu korban yang respon, lalu ada tim yang menjalankan respon korban. Mereka sudah ada SOP-nya, ketika kita tangkap kita dapatkan SOP. Ini harus disosialisasikan," jelasnya.
Edukasi menurutnya langsung pada anjuran "jangan share OTP" atau "jangan asal klik", karena ini informasi ini sudah banyak, dan masih banyak yang tertipu.
"Kurangnya tersosilisasi modus-modus yang dilakukan oleh pelaku, dia punya SOP. Kalau modus mereka tersosialisasi baru tips-tips diberikan, informasi harus yang utuh, baru diberi tahu cara menghindar," tambahnya.
Dia menyayangkan saat ini industri dan regulator masih mengandalkan OTP, namun tidak menggunakan regulasi baku yang sama. Penyebutan OTP menurutnya bisa tidak sama antara perusahaan satu dan yang lainnya, dan tidak ada regulasi menggunakan istilah yang sama agar tidak membuat kebingungan.