Penjelasan Lengkap Bos BPOM Soal Izin Pakai Vaksin Sinovac

Yuni Astutik, CNBC Indonesia
12 January 2021 13:17
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito dalam Konferensi Pers Emergency Use Authorization (EUA) Vaksin COVID-19. (Tangkapan Layar Youtube Badan POM RI)
Foto: Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito dalam Konferensi Pers Emergency Use Authorization (EUA) Vaksin COVID-19. (Tangkapan Layar Youtube Badan POM RI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny Lukito mengatakan pemberian Emergency Use Authorization (EUA) untuk vaksin dipastikan sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan.

"Secara garis besar kami lampirkan persetujuan EAU untuk vaksin covid yang siap digunakan pada program hari Rabu. Sebagaimana diketahui, proses tersebut sudah berjalan," katanya dalam Rapat dengan DPR beserta Kementerian Kesehatan RI dan Direktur Utama PT Bio Farma di Jakarta, Selasa (12/1/2021).

Adapun ketentuan yang ditetapkan tersebut diantaranya adalah pertama sudah ada kedaruratan kesehatan pemerintah. Kedua, cukup bukti ilmiah aspek keamanan dan khasiat. Ketiga memiliki mutu standar berlaku untuk cara pembuatan obat yang baik. Keempat, dari semua itu, penilaian manfaat lebih besar dari risiko.

"Didasarkan pada kajian, dari data non klinik atau klinik dari obat tersebut untuk indikasi yang diajukan. Kelima, belum ada alternatif untuk penggunaan diagnosa pencegahan penyebab penyakit dalam hal ini vaksin," imbuhnya.

Tak hanya itu, dia juga menjelaskan bahwa ada persyaratan berdasarkan panduan WHO agar EUA bisa diberikan. Diantaranya persyaratan khasiat dan keamanan.
"Keamanan uji praklinik pada hewan. Fase 1-2 pada manusia pemantauan 6 bulan. Selanjutnya bisa dilanjutkan fase 3. Data keamanan dipantau sampai 3-6 bulan pasca suntik vaksin. Efek samping dicatat dihitung harus memiliki minimal khasiat efikasi minimal 50%," katanya.

"Pengamatan keamanan dipantau 14 hari, 3 bulan dan 6 bulan. Efek samping dicatat dihitung angka kejadian. Apabila ada efek samping maka akan dihentikan," katanya lagi.

Dijelaskan pula, ada evaluasi data dukung keamanan vaksin, yaitu coronavac dari studi klinik fase 3 di Indonesia, Turki dan Brazil yang berhasil didapatkan. Hal ini bisa dilakukan karena pihak BPOM intensif melakukan komunikasi dengan otoritas obat di Turki, Brazil dan China untuk vaksin tersebut dipantau sampai periode 3 bulan sampai periode 6 bulan.

"Hasil evaluasi efikasi vaksin Coronavac, BPOM menggunakan data analisis dari uji klinik yang dilakukan di Indonesia dan mempertimbangkan uji di Brazil dan Turki," tuturnya.

Menurutnya, Coronavac menunjukkan kemampuan pembentukan antibodi dalam tubuh, dalam membunuh dan menetralkan virus. Adapun jika dilihat dari uji fase 1 di China sampai 6 bulan. Selanjutnya fase 3 di bandung, data imogenitas menunjukkan hasil baik.

"Pada 14 hari, kemampuan vaksin membentuk antibodi 99,74%, dan pada analisa setelah 3 bulan 99,23%. Jadi masih konsisten. Hal tersebut menunjukkan jumlah subjek memiliki antibodi masih tinggi yaitu 99,23%," imbuhnya.

Untuk itulah, hasil analisis efikasi coronavac di Bandung, efikasi 65,3% dan berdasarkan laporan efikasi di Turki 91,25% dan di Brazil 78%. Hasil tersebut sesuai dengan syarat WHO, dimana efikasi minimal 50%.

Dijelaskannya, sebesar 65,3% dari hasil di Bandung, harapannya bahwa vaksin mampu mencegah, menurunkan kejadian penyakit hingga 65%. Angka ini sangat berarti dalam upaya keluar dari pandemi, di samping upaya lain seperti 5 M dan 3T.

"65,3% artinya adalah apabila sekarang data kejadian infeksi vaksin sebesar 880%, apabila ada vaksinasi dengan coronavac akan ada penurunan pencegahan 65,3% dari 880 ribu kejadian infeksi. Jadi akan turun 574 ribu orang terlindungi. Saya kira ini satu data angka yang berarti apabila bisa mencegah," pungkasnya.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article BPOM: Tidak ada Efek Samping Serius dari Uji Vaksin Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular