Jakarta, CNBC Indonesia - Bitcoin sekali lagi mencuri perhatian pelaku pasar dunia di tahun ini, harganya terbang tinggi mengungguli aset-aset lainnya, termasuk emas. Bahkan, ada prediksi "gila" untuk harga bitcoin di tahun depan, yang membuat emas akan terlihat "receh".
Melansir data Refinitiv Jumat (20/11/2020) pukul 14:17 WIB, bitcoin menguat 1,75% ke US$ 18.258,25/BTC pada perdagangan hari ini. Jika dilihat sepanjang tahun ini atau secara year-to-date (YtD), mata uang kripto ini terbang lebih dari 155%. Bandingkan dengan emas yang "hanya" melesat 23%.
Bitcoin kini berjarak sekitar 6,5% dari rekor termahal sepanjang masa US$ 19.458,19/BTC yang dicapai pada 18 Desember 2017.
Kenaikan lebih dari 155% di tahun ini bisa dikatakan impresif, tetapi melalui analisis teknikal, Citibank memprediksi bitcoin akan "to the moon" lebih dari 1600% tahun depan. Di akhir 2021, bitcoin diprediksi tembus US$ 318.000 per koin, gila!
Prediksi tersebut dibocorkan ke publik melalui media sosial Twitter. Dalam catatannya kepada konsumen analis tersebut menyebut Bitcoin sebagai '21st century gold'.
"Seluruh eksistensi Bitcoin telah ditandai oleh pertunjukan yang tidak terpikirkan diikuti oleh koreksi yang menyakitkan, jenis pola yang menopang tren jangka panjang," tulis Tom Fitzpatrick, Global Head of CitiFX Technincals Citibank dalam catatannya kepada klien institusional, seperti dikutip dari Forbes, Jumat (20/11/2020).
"Berdasarkan tiga bull (tren naik) berjalan selama dekade terakhir, reli harga bitcoin saat ini berpotensi mencapai puncaknya pada Desember 2021, menunjukkan pergerakan hingga US$318.000 (per koin)."
"Waktu yang akan membuktikan jika akhirnya Bitcoin mencapai level tertinggi seperti itu tetapi kejadian sebelumnnya menunjukkan potensi pergerakan besar yang lebih tinggi dalam 12-24 bulan ke depan."
Dalam catatan itu disebutkan salah satu penyebab kenaikan harga bitcoin adalah reputasinya sebagai emas digital yang semakin meningkat.
Ketika dianggap sebagai emas digital, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakannya tentunya sama dengan emas logam mulia. Kebijakan moneter dan fiskal, kenaikan inflasi hingga pelemahan dolar AS menjadi "bahan" bakar emas untuk terus menanjak. Bitcoin tentu juga akan menikmati hal tersebut, sebab kebijakan moneter longgar dan gelontoran stimulus fiskal masih akan berlanjut hingga tahun depan.
Tetapi, prediksi kenaikan emas di tahun depan justru kalah cemerlang dengan bitcoin. Pada analis memprediksi emas akan mencapai level US$ 3.000, US$ 4.000 bahkan ada hingga US$ 10.000/troy ons, tetapi itu bukan tahun depan, melainkan dalam beberapa tahun ke depan atau jangka panjang. Sehingga emas akan terlihat "receh" dibandingkan dengan bitcoin.
Selain pergerakannya yang mengikuti emas, investor-investor kawakan, seperti Paul Tudor Jones, dan Stanley Druckenmillier juga mulai berinvetsasi di bitcon, yang membuat "pecinta" mata uang kripto makin girang.
Dalam acara "Squak Box" CNBC International pada bulan Mei lalu, Jones mengatakan bitcoin merupakan "spekulasi yang sangat bagus", dan ada sekitar 2% bitcoin dalam portofolio investasinya.
"Lebih dari 1% aset saya saat ini adalah bitcon, mungkin hampir 2%, dan itu terlihat sebagai angka yang tepat untuk saat ini," kata Jones sebagaimana dilansir CNBC International.
Bagi investor pada umumnya, investasi Jones di bitcoin menjadi sesuatu yang tidak biasa. Tetapi menurut Jones, bitcoin lebih baik ketimbang uang tunai, seperti dolar Amerika Serikat (AS).
"Jika anda memegang uang tunai, ada tahu bank sentral memiliki tujuan mendepresiasi nilai tukar sebesar 2% per tahun. Jadi pada dasarnya memegang uang tunai sama dengan membuat aset anda dengan percuma," katanya.
Sementara itu, Stanley Druckenmillier, melihat inflasi di AS akan terus naik dalam 5 sampai 6 tahun ke depan akibat stimulus moneter dari bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), dan ia menyukai emas dan bitcoin sebagai lindung nilai terhadap risiko kenaikan inflasi.
Pernyataan Druckenmillier tersebut mengindikasikan bitcoin memang berperilaku seperti emas, sehingga banyak yang menyebutnya sebagai emas digital.
Sementara itu menurut bank investasi JP Morgan, investor emas dan bitcoin ternyata berbeda. Investor bitcoin didominasi oleh millenial, sementara emas kaum yang lebih berumur.
"Dua kelompok menunjukkan perbedaan dalam preferensi untuk mata uang 'alternatif'. Kelompok yang lebih tua memilih emas, sementara kelompok muda memilih bitcoin," kata analis JP Morgan yang dipimpin Nikolaos Panigirtzoglou dalam sebuah catatan yang dikutip Kitco, Selasa (18/8/2020).
Preferensi emas dan bitcoin sebagai alternatif berdampak pada korelasi kedua aset tersebut menjadi lebih positif. Artinya keduanya bergerak searah, ketika emas menguat, bitcoin juga akan naik. Menurut JP Morgan, hal itu terjadi karena milenial di AS melihat bitcoin sebagai uang 'alternatif' untuk dolar AS.
"Aliran modal simultan telah menyebabkan perubahan pola korelasi antara bitcoin dengan aset lainnya, menjadi lebih positif antara bitcoin dan emas, tetapi juga antara bitcoin dengan dolar karena milenial di AS melihat bitcoin sebagai uang 'alternatif' untuk dolar AS," kata Panigirtzoglou.
Melansir Forbes, Xolali Zigah founder dan chairman Cash Angel, pada bulan Mei lalu menyebutkan agar bitcoin bisa disebut sebagai "emas digital" harus juga memiliki atribut seperti emas yang selama ini dianggap sebagai aset aman (safe haven), kecuali aset berwujud tentunya.
Artribut utama, yakni kelangkaan, baik emas dan bitcoin memiliki supply yang terbatas.
Kemudian ada 3 atribut lainnya. Yang pertama, sebagai alat pembayaran. Emas maupun bitcoin bisa digunakan sebagai alat pembayaran, keduanya bisa ditukarkan dengan barang maupun jasa.
Yang kedua, unit akun, dimana kedua aset ini bisa dipecah-pecah menjadi ukuran lebih kecil. Emas bisa dipecah menjadi setengah ons, seperempat ons, atau dalam gram. Sementara bitcoin bisa dibagi menjadi 1 satoshi, yang merupakan 1/100.000.000 bitcoin.
Yang ketiga, sebagai penyimpan nilai (store of value), yang dikatakan masih menjadi perdebatan apakah bitcoin memilikinya atau tidak. Store of value biasanya menunjukkan aset yang akan diburu saat terjadi gejolak perekonomian karena memiliki nilai intrinsik.
Zigah menyatakan, banyak investor yang skeptis menyatakan bitcoin tidak memiliki nilai intrinsik karena merupakan aset tidak berwujud. Tapi menurut Zigah, nilai intrinsik tidak selalu harus berwujud, bisa juga dilihat dari sisi keamanan yang diberikan.
Ia menyatakan dalam beberapa bulan atau tahun ke depan, akan diketahui apakah bitcoin benar menjadi emas digital atau tidak. Zigah menyakini bitcoin akan menunjukkan sebagai aset store of value.
Memang masih perlu waktu untuk membuktikan apakah bitcoin merupakan emas digital atau bukan. Berkaca dari pergerakannya sejak awal kemunculan, ketika bitcoin terbang tinggi maka akan dipicu kemerosotan tajam dalam waktu singkat.
Namun, menurut CEO Galaxy Digital, Mike Novogratz, kenaikan bitcoin kali ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2017 misalnya, saat mencetak rekor tertiggi sepanjang masa, kemudian malah ambrol nyaris 80% setahun berselang.
Menurut Novogratz saat itu penguatan bitcoin dipicu aksi spekulatif dari investor ritel, sementara saat ini investor institusional mulai masuk ke bitcoin.
"Anda tidak bisa membeli bitcoin di Citibank atau Bank of Amerika, tetapi ahli strategi mereka membicarakan tentang ini. Kita melihat institusi mulai membeli bitcoin, kita melihat investor kaya raya membeli ini, dan diluar negeri mulai diadopsi oleh institusi," kata Novogratz sebagaimana dilansir CNBC International.
Pernyataan Novogratz bisa dikonfirmasi dengan analisis yang dikeluarkan oleh Citibank.
Tim Riset CNBC Indonesia melihat potensi penguatan bitcoin menggunakan analisis teknikal, meski tidak "segila" analisis dari Citibank.
Menggunakan time frame harian, Tim Riset CNBC Indonesia melihat bitcoin membentuk pola ascending triangle (garis merah).
 Foto: Refinitiv |
Batas atas pola tersebut berada di level US$ 12.300/BTC, sementara titik terendah garis miring berada di kisaran US$ 950/BTC. Sehingga lebar pola ascending triangle tersebut sebesar US$ 11.350/BTC.
Secara teori, ketika batas atas berhasil ditembus, maka harga suatu aset akan melesat naik selebar pola ascending triangle.
Sehingga, setelah US$ 12.300/US$ ditembus, bitcoin berpotensi melesat US$ 11.350/BTC. Artinya target penguatannya ke kisaran US$ 23.650/BTC yang berpeluang dicapai beberapa bulan ke depan.
TIM RISET CNBC INDONESIA