OJK Khawatir Penyalahgunaan Data Nasabah, Minta DPR Bertindak

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
11 November 2020 16:31
OJK dan obligasi daerah
Foto: ist

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP).

Hal tersebut dikatakan langsung oleh Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso dalam pergelaran Fintech Summit 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (11/11/2020).

"Berkaitan dengan data pribadi, kami yakin draft undang-undang sudah ada di DPR. Kita dorong supaya dipercepat," kata Wimboh.

Peraturan mengenai data pribadi sebetulnya sudah diatur di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Namun, tidak spesifik aturan mengenai perlindungan dari data pribadi tersebut.

Di dalam pasal 26 ayat (1) UU 19/2016 misalnya, disebutkan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Artinya, jika terjadi penggunaan data pribadi seseorang tanpa izin dari orang yang bersangkutan, maka orang yang dilanggar haknya itu dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan. Yang kemungkinan bisa jadi gugatan tersebut berupa gugatan pidana.

Padahal menurut Wimboh, jika terjadi penyalahgunaan data pribadi, deliknya adalah delik penipuan atau bersifat pribadi, bukan pidana. Wimboh menilai, aturan ini tidak bisa memberikan efek jera terhadap orang-orang yang menyalahgunakan data pribadi.

"Karena kalau ada penyalahgunaan data pribadi, ini deliknya adalah delik penipuan atau private, bukan pidana. Ini kurang bisa gigit dan berikan efek jera kepada orang-orang yang bisa salahgunakan data pribadi," jelas Wimboh.

Pasalnya, kata Wimboh perkembangan digitalisasi di Indonesia kian pesat. Oleh karena itu, aturan mengenai perlindungan data pribadi juga harus segera dirampungkan.

Sebelumnya, dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian Gunadi juga meminta hal serupa. Dia meminta pemerintah dan DPR untuk segera merampungkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP)

Menurut Adrian, UU PDP sangat penting jika Indonesia ingin seluas-luasnya membuka investasi asing di bidang teknologi informasi, termasuk teknologi finansial (Fintech).

"Kami sangat berharap UU Perlindungan Data Pribadi atau UU PDP diselesaikan karena ini penting untuk menjaga kedaulatan data, terutama jika negara ingin membuka investasi asing terutama di bidang teknologi," ujarnya.

UU PDP, menurut Adrian akan mendorong inklusi keuangan di Indonesia. Konsumen yang menggunakan aplikasi peer to peer (P2P) akan merasa lebih percaya diri karena mereka memiliki jaminan atas perlindungan data.

Selain itu juga, dengan adanya kejelasan regulasi mengenai perlindungan data pribadi, dapat memastikan ada keseimbangan antara investasi asing dengan pengusaha lokal. Peran otoritas menurut Adrian sangat penting untuk bisa menyeimbangkan agar perusahaan asing bisa bermitra dengan perusahaan lokal, jika ingin mengembangkan produk digital di dalam negeri.

"Kalau hal itu bisa dijalankan, saya kira, kita sudah siap untuk membuka diri dan Indonesia akan jadi pasar yang cukup menarik bagi investasi di bidang teknologi," ujarnya.


(roy/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kominfo Panggil Facebook-WhatsApp Soal Aturan Privasi Data

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular