Makin Menjamur, Bank BTPN Ajak Masyarakat Jeli Hindari Penipu

dob & Yuni Astutik & Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
05 October 2020 16:58
Jual Beli Buku Tabungan//Cover
Foto: Jual Beli Buku Tabungan//Cover

Penipu selalu selangkah lebih maju dari korbannya. Pameo lawas ini terasa relevan untuk menjelaskan fenomena penipuan memanfaatkan rekening bank yang kian marak. Korban mudah diperdaya dengan berbagai trik baru.

Lalu, setelah terjerat, korban kerap kali menimpakan kesalahan ke bank, bahkan beberapa di antaranya meminta ganti rugi kepada bank.

Penipu mampu memperdaya korban karena mereka selalu meningkatkan kemampuan dan berupaya membuat dirinya relevan dengan zaman. Dari mulai SMS "Mama minta pulsa", trik undian berhadiah, menginformasikan anggota keluarga korban mengalami kecelakaan, lelang murah barang sitaan, hingga pura-pura menjadi petugas call center bank.

Belakangan, ketika e-commerce booming dan aplikasi bank digital menjamur, penipu juga melebarkan operasinya. Mereka buka rekening bank secara digital, aktif di ekosistem digital, lalu membidik calon korbannya dengan modus transaksi kekinian. Misalnya top up e-wallet, pencurian saldo e-wallet, jualan paket wisata dan tiket pesawat dengan harga miring, hingga menyasar produk digital savvy.

Singkat kata, para penipu juga gesit (agile) dan adaptif terhadap perubahan, terutama pola konsumsi. Dan ketika ekonomi bergerak ke arah digital, mereka pun ikut bertransformasi.

Namun demikian, benang merahnya tetap sama: Pertama, penipuan menggunakan rekening bank. Kedua, setiap kali terjadi penipuan, bank adalah pihak pertama yang disalahkan korban. Tidak cukup hanya di situ, di era media sosial seperti sekarang, korban juga curhat ke media sosial, media massa, hingga membuat aduan ke regulator. Reputasi pun ikut tercoreng meski dalam konteks ini bank juga menjadi korban.

Menunggangi COVID

Saat COVID-19 membuat panik masyarakat Indonesia, penipu makin merajalela. Seperti tidak punya hati, mereka menjerat korban dengan modus jualan masker, hand sanitizer hingga alat rapid test. Melalui sejumlah aplikasi e-commerce dan online shop, para penipu menawarkan barang yang tengah dicari dengan harga miring.

Masyarakat banyak yang tergiur. Apalagi pasokan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah penyebaran virus sempat jadibaranglangka. Tanpa banyak pikir, terjadilah transaksi dan korban pun berjatuhan. Konsumen yang terlanjur mentransfer uang kemudian meluapkan kemarahan ke bank. Risiko reputasi bank meningkat dua kali lipat karena penipuan kali ini menunggangi derita orang banyak.

Ketika informasi penipuan berkedok jualan APD menyebar, penipu segera beradaptasi. Mereka menggunakan cara lain, yakni modus penggalangan dana untuk membantu korban COVID-19. Lagi-lagi banyak yang tertipu.

Para penipu kerap menggunakan bank yang memiliki nama besar, jaringan cabang yang luas, dan sering ditransaksikan. Dalam hal ini, Bank BTPN menjadi salah satunya.

Angka pengaduan pun meningkat seiring dengan semakin tingginya masyarakat yang menggunakan produk perbankan digital.

Jika ditarik ke konteks lebih luas, penipuan memanfaatkan bank telah menjadi isu global dan mengkhawatirkan. Mengutip dari penelitian Identity Fraud Study (2018) yang dirilis Javelin Strategy & Research, di Amerika Serikat saja ada 14,4 juta orang yang jadi korban fraud identity. Kerugian mencapai US$ 1,7miliar. Fraud identity adalah penipuan yang memakai data diri orang lain. Ini modus yang banyak dipakai di Indonesia.

Selain itu, penipuan belanja online juga sering ditemukan. Menurut laporan Liyana Hasnan di The Asean Post, total penipuan jenis ini mencapai US$ 57,8 miliar pada 2017, dan di kawasan Asia Tenggara saja jumlahnya US$260 juta.

Melihat fenomena ini, Bank BTPN secara terus-menerus mengevaluasi proses dan kemudian memperbaikinya untuk memastikan bahwa nasabah bisa selalu bertransaksi dengan aman.

Dari sisi pengaduan nasabah, Irwan S. Tisnabudi, Head of Digital Banking Bank BTPN menegaskan, "Kami berkomitmen akan menindak tegas setiap laporan yang diterima terkait penyalahgunaan rekening untuk melakukan penipuan, termasuk transaksi online. Proses blokir rekening pelaku juga dipermudah, setiap kali muncul laporan dari masyarakat yang disertai bukti-bukti pendukung, seperti antara lain screen capture chat atau SMS, dan bukti transfer atau pembayaran ke rekening pelaku penipuan."

Namun tidak berhenti di situ, Bank BTPN juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk mengedukasi masyarakat melakukan validasi rekam jejak rekening bank di website cekrekening.id. Database ini bisa diakses publik dengan harapan dapat membatasi gerak penipu, memeriksa rekam jejak rekening bank tujuan sebelum melakukan transaksi online, sekaligus meminimalkan jumlah korban.

Upaya lainnya, menggencarkan edukasi dengan tiga target. Pertama, mengajak masyarakat untuk lebih hati-hati dalam bertransaksi, termasuk waspada terhadap penipuan untuk mendapatkan data-data pribadi melalui social engineering dan modus lainnya seperti phishing, smishing, dan vhishing yang dilakukan dengan mengatasnamakan Bank.

Kedua, memberikan pemahaman bahwa blokir rekening milik penipu, secepat apapun itu, bukan berarti uang korban akan kembali. Sekali transfer, sedetik itu pula penipu akan mencairkannya. Ketiga, membangun kesadaran bersama bahwa dalam setiap aksi penipuan, bank juga turut menjadi korban. Oleh karena itu, menyalahkan bank merupakan tindakan kurang bijak dan salah sasaran.

Dalam meningkatkan kehati-hatian, selain menerapkan sistem keamanan berlapis untuk menjaga keamanan bertransaksi secara digital dengan menggunakan teknologi terkini, Bank BTPN (melalui Jenius) tak pernah berhenti mengimbau penggunanya agar waspada dan mengingat beberapa hal esensial untuk mencegah terjadinya penipuan. "Misalnya, jangan pernah memberikan data pribadi seperti nama ibu kandung, kode OTP, password dan PIN, CVV di kartu debit, serta berbagai data diri lainnya kepada orang lain, dengan alasan apa pun. Selain itu, kami juga meminta pengguna Jenius agar tidak memberikan atau menjual rekeningnya kepada orang lain dengan alasan apa pun," tambah Irwan.

BTPN juga telah melakukan edukasi secara berkala mengenai keamanan data pribadi dan keamanan bertransaksi secara offline dan online yang diinformasikan secara rutin melalui berbagai medium seperti email, artikel, media sosial, push notification, hingga beragam kegiatan bersama komunitas. Termasuk menyampaikan informasi mengenai pemberian pinjaman melalui fitur Flexi Cash di Jenius. Layanan Flexi Cash hanya diberikan kepada pengguna terpilih. Sama sekali tak ada perantara. Jadi jangan pernah percaya jika ada pihak-pihak yang menawarkan pinjaman dari Jenius.

Irwan menambahkan, "Hal lain yang perlu diperhatikan setiap pengguna Jenius adalah bahwa informasi resmi Jenius hanya dapat diakses dari kanal resmi, Jenius.com, serta media sosial di Twitter (@jeniusconnect dan @jeniushelp), Facebook Jenius Connect, Instagram @jeniusconnect, dan YouTube Jenius Connect. Semua akun resmi Jenius di platform Twitter, Facebook dan Instagram adalah akun terverifikasi dengan tanda centang biru. Jadi, jangan percaya akun-akun lain yang mengatasnamakan Jenius selain akun-akun resmi itu."

Meskipun langkah mencegah penipuan ini terus dilakukan, tingkat keberhasilannya tentu tergantung pada kehati-hatian nasabah dalam berbank dan bertransaksi.

"Kami mengajak masyarakat untuk selalu waspada terhadap penipuan untuk mendapatkan data-data pribadi melalui social engineering dan modus penipuan lainnya yang dilakukan dengan mengatasnamakan Bank. Jenius percaya, bahwa keamanan bertransaksi digital merupakan tanggung jawab bersama, yaitu antara penyedia layanan perbankan dan penggunanya," pungkas Irwan.

Tanpa itu, penipu akan selalu punya ruang untuk beraksi. Seperti pesan Bang Napi, "Kejahatan bukan semata-mata karena ada niat dari pelakunya, juga karena ada kesempatan.

Waspadalah ... waspadalah!!"

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular