730 Juta Manusia Kena Covid-19, Vaksin China Juru Selamatnya?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 September 2020 14:16
Sinovac, Vaksin Covid-19 (Dok.Sinovac.com)
Foto: Sinovac, Vaksin Covid-19 (Dok.Sinovac.com)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebih dari 32 juta penduduk dunia dilaporkan terinfeksi oleh virus corona jenis baru (SARS-CoV-2). Lima bulan sudah kesehatan dan nyawa umat manusia terancam dengan keberadaannya. Namun sinyal musnah dari bumi sampai sekarang belum ada.

Sempat melandai, kasus infeksi di berbagai belahan dunia seperti Eropa kembali meningkat. Ancaman serius yang kini dihadapi oleh negara-negara Barat adalah musim dingin. Saat musim dingin tiba, influenza biasanya menjadi penyakit yang umum diderita.

Kondisi yang dingin juga membuat kekebalan menjadi lebih lemah serta tubuh menjadi rentan terserang penyakit. Lonjakan kasus baru diperkirakan masih akan terjadi. Bahkan sebenarnya angka 32,2 juta orang yang terinfeksi saat ini masih tergolong terlalu rendah. Kenyataannya bisa lebih tinggi.

Beberapa data konfirmasi seseorang terjangkit oleh Covid-19 di awal-awal masih menggunakan data serologis. Data serologis mengacu pada ada atau tidaknya antibodi sebagai pertanda seseorang pernah terjangkit Covid-19 atau tidak.

Masalah muncul ketika orang yang terpapar Covid-19 tidak menunjukkan gejala dan menghasilkan antibodi terutama yang usianya masih tergolong muda. Artinya kasus sebenarnya dari Covid-19 secara global harusnya lebih tinggi dari angka sekarang.

Menggunakan 279 data serosurvei di 19 negara, the Economist memperkirakan bahwa pertambahan kasus pada Januari lalu saat publik baru mengetahui Covid-19 sudah mencapai 1 juta per hari. Pada Mei jumlahnya sudah meningkat menjadi 5 juta per hari secara global.

Menggunakan perkiraan tersebut, maka kemungkinan ada 500 juta - 730 juta orang di dunia yang telah terinfeksi oleh Covid-19. Angka ini setara dengan 6,4% - 9,3% dari total penduduk dunia. Sampai saat ini WHO masih belum mempublikasikan proyeksinya. Namun perkiraan awal total populasi yang bisa terinfeksi mencapai 10%.

Untuk mengetahui seberapa banyak orang yang terinfeksi haruslah dilakukan dengan uji yang sangat sensitif dan juga masif seperti menggunakan metode swab hidung (nasofaring) dan tenggorokan (orofaring) yang dilanjutkan dengan tes reaksi polimerisasi berantai (PCR). 

Adanya fenomena orang tanpa gejala (OTG) juga membutuhkan adanya sistem pelacakan (tracing) yang komprehensif dan ketat. Selain angka asli infeksi yang kemungkinan jauh lebih tinggi yang dilaporkan, angka kematian akibat Covid-19 pun juga sama.

Sebelum datang bulan Oktober, angka kematian global yang tercatat bakal tembus 1 juta orang dari sekarang yang sudah di angka 982.969 orang. Angka kematian ini bahkan lebih mengerikan dari angka kematian akibat malaria (620 ribu), bunuh diri (794 ribu), dan HIV/AIDS (954 ribu) pada 2017 silam.

Di saat-saat genting seperti sekarang ini berbagai upaya terus dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara. Selain melakukan testing dan tracing, berbagai negara juga menerapkan strategi treatment melalui pengobatan dengan berbagai jenis obat yang ada.

Kebijakan pembatasan aktivitas mulai dari yang ringan seperti social distancing hingga yang berat seperti penguncian (lockdown) telah diterapkan. Tak luput juga vaksin penangkal ikut dikembangkan.

WHO mencatat, sampai dengan 22 September lalu ada 38 kandidat vaksin yang diuji klinis. Ada 9 diantaranya masuk uji klinis tahap akhir. Empat di antaranya dikembangkan oleh China.

Salah satu yang dikembangkan oleh China adalah kandidat vaksin CoronVac buatan Sinovac. Perusahaan farmasi Negeri Tirai Bambu ini dikabarkan siap mendistribusikan vaksinnya pada awal 2021 nanti.

Meski uji klinis tahap akhirnya belum selesai, di China vaksin ini telah disuntikkan ke ribuan orang dalam keadaan darurat. Banyak yang berharap dengan segera bahwa vaksin akan segera ditemukan.

Namun jika berbicara dengan realistis, vaksin pada akhirnya tidak akan mampu membumihanguskan pandemi. Vaksin hanya akan menurunkan tingkat keparahan penyakit mengingat jumlah orang yang terinfeksi sudah terlalu banyak dan meluas.

Lagi pula untuk sampai menekan infeksi pada tahap yang sangat signifikan setidaknya ada tiga faktor yang perlu diperhatikan. Pertama adalah efektivitas vaksin yang harus tinggi (> 80%), total populasi yang terinfeksi harus mendekati nol persen dan populasi yang divaksinasi harus mencapai tiga perempat dari total populasi.

Asumsikan menggunakan proyeksi WHO paling ekstrem tadi, ada 10% orang di dunia yang terinfeksi Covid-19 sementara karena keterbatasan pasokan dan urgensi vaksinasi hanya ada 20% penduduk dunia yang divaksinasi tahun depan, artinya vaksin dengan efektivitas 80% pun masih belum mampu menurunkan pandemi pada taraf yang signifikan.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Sukses Nih! Vaksin Covid-19 Ini Hasilkan Antibodi di Lansia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular