Mutasi Corona D614G 10 Kali Lebih Menular, Lebih Mematikan?

Thea Fatanah Abrar, CNBC Indonesia
05 September 2020 18:20
Infografis/ Ditemukan di RI Mutasi dari corona, 10X lebih menular/Aristya Rahadian
Foto: Infografis/ Ditemukan di RI Mutasi dari corona, 10X lebih menular

Jakarta, CNBC Indonesia - Virus corona atau SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit Covid-19 nyatanya sudah bermutasi sejak April 2020 lalu. Telah ditemukan mutasi virus yang banyak diberitakan 10 kali lebih menular dibandingkan covid-19 yang pada awal kali ditemukan.

Awalnya hal ini diklaim oleh pakar Biomolekuler dari Universitas Airlangga (UNAIR), Profesor Ni Nyoman Tri Puspaningsih. Ia mengatakan mutasi tersebut terdeteksi tetapi tidak dimaknai apa-apa karena keterbatasan data dan belum menjadi perhatian.

"Satu bulan setelah terkonfirmasi Covid-19 (di Indonesia) mutasi itu sudah ada. Mungkin lebih dahulu dari informasi Malaysia, tapi belum menjadi perhatian meski saya sempat mengingatkan para peneliti," ujarnya seperti dikutip dari Detikcom pada Senin (31/8/2020) lalu.

Tingginya kasus positif Covid-19 di Surabaya pada Mei lalu, menurut Ni Nyoman, dicurigai merupakan hasil dari mutasi corona yang 10 kali lebih menular. Sebab data GISAID (Global Initiative on Sharing All Influenza Data) menunjukkan kasus di Surabaya mirip dengan klaster penularan di Eropa.

"Namun kesulitan kami membuktikan itu karena data kami sangat-sangat sedikit. Indonesia di database global semua data whole genom sequence akan disumbangkan ke data tersebut," tambahnya.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Amin Soebandrio menjelaskan terkait mutasi virus corona Covid-19 yang muncul di Indonesia setelah sebelumnya ditemukan di Filipina dan Malaysia. Mutasi virus corona ini diberi nama D614G.

Amin mengungkapkan dari lima institusi di Indonesia yaitu di Surabaya, Bandung, Yogyakarta, LIPI dan Eijkman, setidaknya sudah mengirimkan 22 whole genome sequence (WGS) terkait virus corona. Dari total tersebut, dikatakan 8 WGS mengandung mutasi D614G.

"Ada 5 institusi dari 22 WGS ada 8 yang mengandung mutasi. Dengan distribusi pada Mei, itu yang dilaporkan Universitas Airlangga dari surat pada April. Kemudian yang 7 belakangan ada dari Tangerang, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta," ujar Amin saat rapat bersama DPR di Jakarta pada Senin (31/8/2020).

Menurutnya, saat ini masih perlu dilakukan uji penelitian untuk mengetahui seberapa luas mutasi ini terjadi di Indonesia. Adapun Amin menyebut di dunia sudah ada hampir 80% dari isolat Covid-19 yang mengandung mutasi D6146G tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 Kementerian Riset dan Teknologi/BRIN Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan jika kabar terkait mutasi ini sangat infeksius 5-10X lipat, bahkan ada 1 orang menularkannya ke 45 orang dan sudah ramai diperbincangkan.

"Banyak akhir-akhir ini belum dikaitkan. Yang jelas adalah tingkat infeksius tinggi, apakah menyangkut keparahan itu belum. Seperti yang disebut-sebut ganas, itu belum. Hanya harus waspada," katanya.

Infografis/ Ditemukan di RI Mutasi dari corona, 10X lebih menular/Aristya RahadianFoto: Infografis/ Ditemukan di RI Mutasi dari corona, 10X lebih menular
Infografis/ Ditemukan di RI Mutasi dari corona, 10X lebih menular/Aristya Rahadian

Institut Biologi Molekuler Eijkman yang berbasis di Jakarta, sebagaimana dikutip media Reuters, menulis bahwa mutasi virus corona jenis baru ini lebih banyak ditemukan di ibu kota DKI Jakarta.

"Mutasi virus D614G yang menular tetapi lebih ringan telah ditemukan dalam data sekuensing genom dari sampel yang dikumpulkan oleh institut tersebut," tulis Reuters mengutip Wakil Direktur Eijkman, Herawati Sudoyo.

Namun, lebih banyak penelitian harus dilakukan. Termasuk, apakah ini berada di peningkatan kasus baru-baru ini.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya mengidentifikasi strain ini sudah berada di Eropa dan Amerika. Namun saat ini, D614G ditemukan juga di negara tetangga yakni Singapura, Malaysia, dan Filipina.

Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif mengatakan masyarakat harus tetap waspada. Dengan menunjukkan pemodelannya, ia melihat beban kasus bisa naik hingga 500.000 sampai akhir tahun.

"Situasinya serius... Penularan lokal saat ini tidak terkendali," kata Syahrizal, sebagaimana ditulis oleh Reuters.

Sebelumnya Institut Penelitian Medis Malaysia, dilansir dari Straits Times, mengatakan mutasi virus D614G, 10 kali lebih menular. "Ini 10 kali lebih menular dan mudah disebarkan oleh individu," tegas pejabat setempat.

Mutasi baru ini disebut D614G karena mengubah asam amino 614 dan D (asam aspartat) ke G (glisin). Ini memungkinkan virus bereplikasi dengan cepat, sebagaimana ditulis Journal of American Medical Association (JAMA).

Per Sabtu (5/9/2020), Indonesia memiliki 187.537 kasus positif, 7.832 kematian, dan 134.181 pasien berhasil sembuh sejauh ini, menurut data Worldometers.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Bambang Brodjonegoro menegaskan sampai saat ini tidak ada bukti konkret mutasi virus corona jenis baru (SARS-CoV-2) bernama D614G berbahaya.

Berbicara dalam konferensi pers di Graha BNPB, Bambang mengaku telah mendiskusikan mutasi virus tersebut kepada GISAID, sebuah lembaga yang dibentuk untuk mempelajari data genetika virus.

"Kami baru saja melakukan komunikasi langsung pada Presiden GISAID. Disampaikan Presidennya, tidak ada bukti atau belum ada bukti virus ini lebih ganas dan berbahaya," kata Bambang, Rabu (2/9/2020).

Bambang mengatakan meskipun virus ini terbilang baru, namun keberadaan wabah tersebut tidak akan mengganggu pengembangan vaksin yang saat ini dilakukan pemerintah Indonesia.

"Ini tidak akan mengganggu upaya pengembangan vaksin karena mutasi ini tidak menyebabkan perubahan struktur maupun fungsi dari RBD yang merupakan bagian virus yang dijadikan target vaksin," jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio mengatakan keberadaan virus ini memang sudah terdeteksi berada di Indonesia sejak April lalu.

"Dan ini sebetulnya menunjukkan bahwa virus ini sudah ada di Indonesia. Saat ini kami berupaya mendapatkan informasi lebih lanjut dari kota lain untuk mendapatkan gambaran seberapa luas," katanya.

Amin menegaskan, kendati sejauh ini virus tersebut tidak dinyatakan berbahaya bukan berarti masyarakat bisa lengah. Menurutnya, pandemi sampai saat ini belum ada tanda-tanda berakhir.

"Kita tidak boleh anggap pandemi ini dapat diabaikan karena kita tetap harus melaksanakan protokol kesehatan," tegasnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular