
Awas! Penipu Online Mengincar Anda, Ini Beragam Modusnya

Selain modus dengan iming-iming hadiah, ada juga penipuan dengan sms dan panggilan telepon yang terkenal sebagai "Mama Minta Pulsa". Modusnya, penipu akan menelepon calon korban dan mengaku sebagai orang tua, saudara ataupun anaknya.
Penipu menceritakan bahwa dirinya ditangkap di kantor polisi dan minta ditransfer pulsa atau diisikan pulsa. Calon korban yang panik karena keluarganya di kantor polisi, bisa terjebak untuk mengirimkan pulsa ke nomor yang dia tidak kenal
Modus seperti ini pun dimodifikasi bukan hanya meminta pulsa, tetapi juga transfer uang. Alasannya, untuk membebaskan keluarga yang berada di kantor polisi.
Salah satu travel vlogger Dzawin Nur pernah memposting video tentang penipuan semacam ini. Sang penipu mengaku sebagai temannya yang seolah-olah sedang ditahan pihak berwajib karena melanggar lalu lintas.
Singkat cerita, penipu tersebut memang menggiring korbannya untuk melakukan transfer sejumlah uang melalui ATM untuk membayar denda tilang lalu lintas. Namun karena sejak awal sudah curiga, Dzawin akhirnya justru bertanya kepada pelaku terkait penipuan yang dilakukannya.
"Sehari berapa orang Pak, dapat berapa?," kata Dzawin bertanya. "Sehari biasanya saya dapat Rp 35 juta sampai Rp 40 juta. Kalau pulsa nggak bakal habis," ujar si pelaku di ujung sambungan telepon. Percakapan yang absurd. Penipu gigit jari karena gagal memperdaya korban.
Penipuan Online Shop
Seiring berkembangnya teknologi dan media sosial, penipuan bukan hanya melalui layanan telepon ataupun SMS, tetapi memanfaatkan Instagram dengan kedok pedagang online. Belum lama ini, Dinda Audriene salah satu pengguna Instagram yang tertipu ketika membeli baju di sebuah akun Instagram .
Dia tertarik membeli baju di toko tersebut karena ada iklan dari Instagram, dan pemesanan dilakukan melalui whatsapp toko tersebut. Setelah melakukan transaksi, esok harinya Dinda menerima telepon yang mengaku sebagai pihak Bea & Cukai, terkait pengiriman pakaian wanita.
Penelpon menyatakan bahwa barang yang dipesan merupakan barang ilegal, dan pembeli bisa dibilang sebagai penadah. Dinda pun bingung. Dia hanya melakukan pemesanan baju di online shop instagram tersebut dan barang dibeli disebutkan custom yang artinya harus dijahit terlebih dulu, bukan impor.
Dia pun menelpon admin Oshp.id untuk menanyakan kepastian dari telepon tersebut. Admin malah membenarkan bahwa telepon tersebut dari bea dan cukai dan lebih baik bicara dengan owner toko.
"Lalu saya bingung, apa yang dibeli adalah barang ilegal. Terus kenapa harus kontak ownernya, karena ownernya tidak bisa dihubungi juga. Barulah saya sadar kalau mereka satu kesatuan menipunya," katanya kepada CNBC Indonesia.
Kemudian Dinda pun melakukan pengecekan, dan tertanya toko tersebut sebelumnya sudah ada dengan akun yang lain. Banyak cerita dari korban yang ditipu.
Hingga saat ini toko tersebut masih ada di Instagram, dengan 18,4 ribu pengikut, dan masih aktif posting barang dagangannya. Ironis sekali.
Namun dari 18 ribu pengikut tersebut, jika diperhatikan jumlah "likes" di setiap postingan hanya 1-2 likes, bahkan banyak yang tidak ada likes-nya. Kolom komentar pun dibatasi sehingga tidak ada yang bisa memberikan komentar.
Jika dilihat sekilas, toko tersebut memang kesannya asli, karena ada highlights testimoni dari pembelinya. Meski sebagian besar merupakan bukti transfer dari berbagai rekening bank yang cukup banyak, dengan kisaran nominal Rp 300-700 ribu, bayangkan jika semuanya adalah pembeli yang ternyata barangnya tidak pernah sampai alias kena tipu.
Bahkan toko ini sampai memasang Instagram ads untuk memasarkan dagangannya, sehingga kesannya kredibel dan terpercaya. Namun, ternyata untuk memasang iklan di instagram tidaklah sulit dan mahal. Tarifnya mulai dari Rp 14.500 per hari. Untuk lima hari total biaya yang dikeluarkan hanya Rp 100.000, dan untuk 30 hari biayanya Rp432.360. Biaya ini "murah" dibandingkan dengan harga produk yang dijual, dan jumlah pembeli yang ternyata tertipu.
Berdasarkan data Patroli Siber ada 2.259 laporan masyarakat. Sementara melalui portal Patrolisiber ada 5.682 pengaduan dengan total kerugian Rp 19,42 miliar.
(dob/dob)