Internasional

Doakan Ya! Inggris Kembangkan Antibodi Lawan Corona

Thea Fathanah Arbar, CNBC Indonesia
27 April 2020 17:07
In this photo taken Sunday, April 5, 2020, laboratory technicians handle microcentrifuge tubes containing patient samples to be tested for the new coronavirus that causes COVID-19, at the Pathologists Lancet Kenya laboratory in Nairobi, Kenya. The company, which is offering tests to patients with a doctor's referral, was previously having to send samples to South Africa for testing but is now completing the testing in-house in Kenya. (AP Photo/Brian Inganga)
Foto: Covid-19 (AP Photo/Brian Inganga)
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Kesehatan Inggris Edward Argar mengatakan negaranya terus menguji antibodi agar dapat digunakan dalam melawan virus corona (COVID-19). Ia juga berharap antibodi yang sedang diuji dapat bekerja dengan baik.

"Tes terus diuji, tandanya saat ini positif tetapi kami belum sampai mengatakan ini 100% akan berfungsi," katanya kepada Talk Radio, dikutip dari Reuters pada Senin (27/4/2020).

"Kami terus meneliti dengan kecepatan... sekarang kami membuat kemajuan yang sangat baik dan saya berharap kami akan melihat beberapa berita positif di bagian depan itu," lanjutnya.

Inggris hingga kini memiliki 152.840 kasus terjangkit, 20.732 kasus kematian, dan 778 kasus berhasil sembuh menurut data Worldometers.



Sementara itu Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) juga sedang mengembangkan tes serupa. Lembaga ini mendeteksi keberadaan antibodi yang menentukan apakah seseorang bisa kebal terhadap virus tersebut.

Sebelumnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sempat menyatakan tidak semua pasien yang pulih dari virus corona  memiliki antibodi dan kebal terhadap infeksi kedua. Mereka khawatir jika pasien-pasien tersebut tidak secara otomatis mengembangkan kekebalan tubuh setelah bertahan dari penyakit ini.

Menurut ilmuwan utama WHO pada COVID-19, Maria Van Kerkhove, studi pendahuluan terhadap pasien di Shanghai menemukan bahwa beberapa pasien "tidak memiliki respons antibodi yang terdeteksi" sementara yang lain memiliki respons yang sangat tinggi.

Apakah pasien yang memiliki respon antibodi yang kuat kebal terhadap infeksi kedua adalah "pertanyaan terpisah," tambahnya. WHO sendiri masih membutuhkan lebih banyak data dari pasien pulih untuk mempelajari antibodi mereka.



"Itu adalah sesuatu yang benar-benar perlu kita pahami dengan lebih baik seperti apa tanggapan antibodi dalam hal kekebalan," kata Van Kerkhove, dikutip dari CNBC Internasional.

Direktur eksekutif program kedaruratan WHO Mike Ryan dalam konferensi pers menjawab pertanyaan mengenai pasien pulih yang dapat terjangkit virus kembali. "Ada banyak alasan mengapa kita mungkin melihat reaktivasi infeksi baik dengan infeksi yang sama atau agen infeksi lain," katanya.

Secara umum, "ada banyak situasi dalam infeksi virus di mana seseorang tidak menghapus virus sepenuhnya dari sistem mereka". Beberapa pasien juga dapat menghapus infeksi utama dan mengembangkan infeksi bakteri sekunder dalam tubuh mereka, lanjut Ryan.

[Gambas:Video CNBC]




(sef/sef) Next Article Selain Vaksin Moderna, Belanda Juga Temukan Antibodi Covid-19

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular