
Aturan Luhut Soal Ojol Dinilai Ambigu, Ribet Penerapannya
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
13 April 2020 14:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 yang belum lama ini ditandatangani Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan terus menuai kontroversi. Sejumlah pihak menilai aturan tersebut ambigu dan membingungkan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, turut buka suara. Dia menilai, ada kesan ambigu di regulasi itu, khususnya pasal 11d
Poin itu menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar.
(2) melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah selesai digunakan. (3) menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika sedang mengalami suhu badan di atas normal atau sakit.
Hal ini bertentangan dengan pasal 11.c pada aturan yang sama, yang menyebut angkutan roda 2 (dua) berbasis aplikasi dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.
Djoko mempertanyakan, apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan. Selain itu, apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor.
Belum lagi terkait teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang. Dalam hal ini, menurutnya pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," ungkapnya, Senin (13/4/20).
Dia menyerukan, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak cepat tanpa melihat kepentingan perseorangan dan mengesampingkan kepentingan bisnis.
"Demikian pula dengan aturan yang diacu jangan saling bertentangan dan menimbulkan kebingungan di masyarakat, termasuk petugas pelaksana di lapangan," ujarnya.
Apalagi, sebelumnya sudah ada aturan yang terbit mendahului baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB untuk atasi virus corona Covid-19 dan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Jakarta juga selaras dan saling mendukung.
"Meskipun awalnya ada permintaan untuk membolehkan ojek online (daring) mengangkut orang. Ketegasan Kementerian Kesehatan patut diapresiasi untuk tidak mengabulkan permintaan itu," bebernya.
Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Menurutnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).
Karena itu, dia curiga, aturan yang diteken Luhut ini mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal, Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama pelaksanaan PSBB di Jakarta sendiri sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.
"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," ucapnya.
(roy/roy) Next Article Aturan Kemenkes & Permenhub Soal Ojol di PSBB Bikin Bingung
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, turut buka suara. Dia menilai, ada kesan ambigu di regulasi itu, khususnya pasal 11d
Poin itu menyebutkan dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi, sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan sebagai berikut (1) aktivitas lain yang diperbolehkan selama Pembatasan Sosial Berskala Besar.
Djoko mempertanyakan, apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan. Selain itu, apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor.
Belum lagi terkait teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang. Dalam hal ini, menurutnya pemerintah harus menyediakan tambahan personil dan anggaran untuk melengkapi pengadaan pos pemeriksaan.
"Pasti ribet urusan di lapangan. Dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingungan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," ungkapnya, Senin (13/4/20).
Dia menyerukan, hendaknya pemerintah dan masyarakat saling mendukung dan bergerak cepat tanpa melihat kepentingan perseorangan dan mengesampingkan kepentingan bisnis.
"Demikian pula dengan aturan yang diacu jangan saling bertentangan dan menimbulkan kebingungan di masyarakat, termasuk petugas pelaksana di lapangan," ujarnya.
Apalagi, sebelumnya sudah ada aturan yang terbit mendahului baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB untuk atasi virus corona Covid-19 dan Peraturan Gubernur Nomor 33 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Jakarta juga selaras dan saling mendukung.
"Meskipun awalnya ada permintaan untuk membolehkan ojek online (daring) mengangkut orang. Ketegasan Kementerian Kesehatan patut diapresiasi untuk tidak mengabulkan permintaan itu," bebernya.
Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 menyatakan, bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang. Menurutnya, permintaan supaya pengemudi ojek daring untuk tetap dapat membawa penumpang sangat jelas melanggar esensi dari menjaga jarak fisik (physical distancing).
Karena itu, dia curiga, aturan yang diteken Luhut ini mengakomodir kepentingan bisnis aplikator transportasi daring. Padahal, Pemrov DKI Jakarta dan aplikator selama pelaksanaan PSBB di Jakarta sendiri sudah mau taat aturan yang sudah diberlakukan.
"Sebaiknya segera cabut dan revisi Permenhub. Nomor 18 Tahun 2020. Abaikan kepentingan bisnis sesaat yang menyesatkan. Utamakan kepentingan masyarakat umum demi segera selesainya urusan penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) yang cukup melelahkan dan menghabiskan energi bangsa ini," ucapnya.
(roy/roy) Next Article Aturan Kemenkes & Permenhub Soal Ojol di PSBB Bikin Bingung
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular