
Demi Merger Grab & Gojek, 'Orang Kuat' Tekan Softbank
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
09 March 2020 15:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Para pemegang saham yang disebut 'sangat kuat' sedang melakukan lobi-lobi kepada SoftBank untuk menyatukan Grab dan Gojek, yang merupakan unicorn terbesar di Asia Tenggara.
Mengutip Financial Times, Senin (9/3/2020) pembicaraan tersebut berhubungan dengan Indonesia, negara terpadat keempat di dunia. Go-jek yang bermarkas di Jakarta, yang memperoleh pendanaan dari Vincent dan Google. Sementara Grab berbasis di Singapura yang mendapatkan suntikan dana dari SoftBank dan Microsoft. Kedua telah berupaya untuk mengambil hati pelanggannya di Indonesia dalamĀ kurunĀ 18 bulan terakhir.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari sekadar apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham berpengaruh jangka panjang di kedua perusahaan yang ingin membendung kerugian atau menemukan cara untuk keluar dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab.
Selama ini menurutnya sudah ada pembicaraan terus-menerus antara keduanya, yaitu Grab dan Go-jek. Namun sejauh ini ada hal yang penting, investor tersebut menambahkan.
Artinya, ini mencerminkan keadaan yang berubah-ubah antara investor Grab, SoftBank yang berada di bawah tekanan banyak pihak, atas ekspektasi yang tinggi dari perusahaan teknologi. Hal ini mengingatkan kita pada WeWork, binaan SoftBank yang mengalami kerugian tahun lalu.
Pendiri SoftBank Masayoshi Son baru-baru ini mengunjungi Jakarta guna melakukan diskusi. Ini terkait dengan kesepakatan seperti apa yang diinginkan SoftBank, yang belum jelas hingga saat ini.
"Mengingat dinamika kedua belah pihak, ada kemauan yang lebih besar di tingkat tertinggi, meski ada persoalan kontrol yang rumit," ujar salah satu pemegang saham yang berpengaruh.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Sementara itu, jika keduanya bergabung diperkirakan nilainya lebih dari US$ 23 miliar. Di mana keduanya telah membakar banyak uang untuk melayani masyarakat dengan beragam cara termasuk transportasi online, layanan pesan-antar makanan dan layanan pembayaran di Singapura, Vietnam, Thailand dan Indonesia.
SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya mengatakan tak ada lagi penyelamatan, setelah apa yang terjadi kepada WeWork.
Namun sejak saat itu, sejumlah perusahaan startup tertekan termasuk Perusahaan perhotelan asal India, OYO dan perusahaan perjalanan asal China yaitu Didi Chuxing. Grab dan Go-jek juga disebut tak menguntungkan.
Belum lagi tekanan pada masa depan Grab dan Go-jek, datang dari Elliott Management Corp yang merupakan pemegang saham SoftBank, menuntut SoftBank untuk menghadapi kerugian.
"Hal ini bukan satu-satunya pilihan tetapi itu adalah opsi yang paling mungkin. Ada cara rasional untuk memikirkannya yaitu bahwa semua pemegang saham akan menghasilkan banyak uang, Bagian itu sangat mudah," ujar investor itu lagi.
"Tapi kemudian ada masalah manajemen yang kurang rasional. Jika pembicaraan gagal, mereka akan memecah ego manajemen, tentang siapa yang akan melakukan apa," imbuhnya.
Setiap kejadian di Indonesia akan menghadapi rintangan yang dapat menyebabkan denda untuk Gojek dan Grab atau bahkan kesepakatan yang bisa saja diblokir. Namun, penalti finansial kemungkinan tidak akan menghalangi pemegang saham.
Kasus yang pernah terjadi adalah Uber dan Grab didenda US$13 juta dolar oleh pengawas kompetisi Singapura atas merger yang dilakukan pada 2018 di Asia Tenggara. Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
(dob/dob) Next Article Jika Grab dan Gojek jadi "Kawin"
Mengutip Financial Times, Senin (9/3/2020) pembicaraan tersebut berhubungan dengan Indonesia, negara terpadat keempat di dunia. Go-jek yang bermarkas di Jakarta, yang memperoleh pendanaan dari Vincent dan Google. Sementara Grab berbasis di Singapura yang mendapatkan suntikan dana dari SoftBank dan Microsoft. Kedua telah berupaya untuk mengambil hati pelanggannya di Indonesia dalamĀ kurunĀ 18 bulan terakhir.
"Kekuatan yang bermain di sini lebih tinggi dari sekadar apa yang diinginkan Grab atau Gojek, atau memang tidak diinginkan. Ini adalah tentang sejumlah pemegang saham berpengaruh jangka panjang di kedua perusahaan yang ingin membendung kerugian atau menemukan cara untuk keluar dari investasi mereka," kata salah satu investor dari Grab.
Selama ini menurutnya sudah ada pembicaraan terus-menerus antara keduanya, yaitu Grab dan Go-jek. Namun sejauh ini ada hal yang penting, investor tersebut menambahkan.
Artinya, ini mencerminkan keadaan yang berubah-ubah antara investor Grab, SoftBank yang berada di bawah tekanan banyak pihak, atas ekspektasi yang tinggi dari perusahaan teknologi. Hal ini mengingatkan kita pada WeWork, binaan SoftBank yang mengalami kerugian tahun lalu.
Pendiri SoftBank Masayoshi Son baru-baru ini mengunjungi Jakarta guna melakukan diskusi. Ini terkait dengan kesepakatan seperti apa yang diinginkan SoftBank, yang belum jelas hingga saat ini.
"Mengingat dinamika kedua belah pihak, ada kemauan yang lebih besar di tingkat tertinggi, meski ada persoalan kontrol yang rumit," ujar salah satu pemegang saham yang berpengaruh.
Fakta terkait perundingan sedang dilakukan dengan serius mencerminkan bagaimana lingkungan telah berubah di Asia, di mana belum lama ini baik pengusaha maupun investor memprioritaskan pertumbuhan dengan mengorbankan keuntungan.
Sementara itu, jika keduanya bergabung diperkirakan nilainya lebih dari US$ 23 miliar. Di mana keduanya telah membakar banyak uang untuk melayani masyarakat dengan beragam cara termasuk transportasi online, layanan pesan-antar makanan dan layanan pembayaran di Singapura, Vietnam, Thailand dan Indonesia.
SoftBank pertama kali berinvestasi di Grab pada 2014 dan dalam beberapa putaran pendanaan selanjutnya mengatakan tak ada lagi penyelamatan, setelah apa yang terjadi kepada WeWork.
Namun sejak saat itu, sejumlah perusahaan startup tertekan termasuk Perusahaan perhotelan asal India, OYO dan perusahaan perjalanan asal China yaitu Didi Chuxing. Grab dan Go-jek juga disebut tak menguntungkan.
Belum lagi tekanan pada masa depan Grab dan Go-jek, datang dari Elliott Management Corp yang merupakan pemegang saham SoftBank, menuntut SoftBank untuk menghadapi kerugian.
"Hal ini bukan satu-satunya pilihan tetapi itu adalah opsi yang paling mungkin. Ada cara rasional untuk memikirkannya yaitu bahwa semua pemegang saham akan menghasilkan banyak uang, Bagian itu sangat mudah," ujar investor itu lagi.
"Tapi kemudian ada masalah manajemen yang kurang rasional. Jika pembicaraan gagal, mereka akan memecah ego manajemen, tentang siapa yang akan melakukan apa," imbuhnya.
Setiap kejadian di Indonesia akan menghadapi rintangan yang dapat menyebabkan denda untuk Gojek dan Grab atau bahkan kesepakatan yang bisa saja diblokir. Namun, penalti finansial kemungkinan tidak akan menghalangi pemegang saham.
Kasus yang pernah terjadi adalah Uber dan Grab didenda US$13 juta dolar oleh pengawas kompetisi Singapura atas merger yang dilakukan pada 2018 di Asia Tenggara. Pembicaraan antara kedua belah pihak pertama kali dilaporkan oleh The Information. Hingga kini, Grab, Gojek dan SoftBank semuanya menolak berkomentar.
(dob/dob) Next Article Jika Grab dan Gojek jadi "Kawin"
Most Popular