Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Untungkan Startup, Yakin?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 January 2020 15:57
Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Untungkan Startup, Yakin?
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Omnibus law Cipta Lapangan Kerja banyak menimbulkan polemik akhir-akhir ini terutama di kalangan buruh. RUU Cipta Lapangan Kerja yang di dalamnya membahas tentang ketenagakerjaan itu dinilai dapat untungkan perusahaan rintisan atau startup, tapi dinilai merugikan oleh buruh.  

Pemerintah memang tengah menggenjot investasi asing untuk masuk ke Indonesia. Omnibus law jadi senjata utamanya yang digadang-gadang dapat menarik hati para investor untuk menggelontorkan uangnya ke dalam negeri.


Faktor krusial yang mempengaruhi aliran investasi ke suatu negara di antaranya adalah seberapa menarik pasarnya dan seberapa supportive regulasinya. Regulasi di sini mencakup banyak hal salah satunya ketenagakerjaan

Dalam rancangan omnibus law/RUU Cipta Lapangan Kerja, poin yang membahas tentang sektor ketenagakerjaan ada di bab IV pasal 437-458. Dalam klaster ini, poin yang dibahas antara lain upah minimum (UM), pemutusan hubungan kerja (PHK) dan peningkatan perlindungan pekerja dan perluasan lapangan kerja.

Poin yang jadi kontroversi di RUU Cipta Lapangan Kerja ini antara lain perizinan Tenaga Kerja Asing (TKA), kebijakan pesangon, fleksibilitas waktu kerja hingga alih daya (outsourcing). Elemen buruh menilai kebijakan tersebut justru merugikan pihaknya. Hal inilah yang jadi pemicu adanya demonstrasi buruh di depan Gedung DPR/MPR hari ini.

Ambil contoh saja soal TKA dan outsourcing pada perusahaan rintisan (startup). Saat ini geliat ekonomi digital Indonesia bisa dibilang sangat pesat. Walaupun ukurannya masih kecil yaitu di bawah 5% dari PDB RI, pertumbuhan ekonomi digital melaju pesat tiap tahunnya.

Ekonomi digital RI mampu tumbuh dobel digit kala pertumbuhan PDB Indonesia mentok di angka 5% saja tiap tahunnya.Meroketnya ekonomi digital Indonesia turut mengundang investor asing untuk menanamkan modalnya di sektor ini. 

Kalau dibandingkan kontribusi investasi di sektor ekonomi digital terhadap total investasi asing di Indonesia, maka proporsinya terus tumbuh. Tercatat pada 2018, kontribusi investasi ke sektor digital mencapai 13% dari total investasi asing di Indonesia. Menurut rilis data BKPM, dari aliran investasi asing per tahun di level USD 20-25 miliar, diperkirakan 10% disumbang dari sektor ekonomi digital.

Ekonomi digital yang terus tumbuh ini ternyata tak dibarengi dengan peningkatan serapan pekerjaan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena keterampilan dan SDM digital di Indonesia jumlahnya belum mencukupi. Menurut Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), kebutuhan tenaga kerja digital tiap tahunnya mencapai 600 ribu orang dan belum terpenuhi.

Tingginya kebutuhan SDM ini disebabkan oleh menjamurnya startup yang menggunakan teknologi dalam bisnis modelnya. Kalau hal ini terus terjadi maka dalam 10 tahun ke depan defisitnya akan melebar hingga 6-7 juta pekerja.


Oleh karena itu, kebijakan TKA dilonggarkan agar menarik talenta digital asing untuk dapat bekerja di Indonesia dan diharapkan dapat melakukan transfer of knowledge ke pekerja tanah air mengingat investornya juga lebih banyak dari asing.

Tak sampai di situ saja, pemerintah juga melonggarkan kebijakan outsourcing untuk startup. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Airlangga mengatakan bahwa kebijakan outsourcing tersebut telah dikoordinasikan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

"Jadi kita memberikan fleksibilitas. Industri digital dan strartup akan lebih banyak berasal dari outsourcing, bahkan startup besar pun. Karena keterbatasan resource dan regulasi," ujar Airlangga di kantornya, Jumat (20/12/2019).

"Kebanyakan juga unicorn outsourcing ke penyalur. Sehingga dengan demikian, fleksibel harapannya outsourcing," kata Airlangga melanjutkan.

Jika menganut pada UU ketenagakerjaan no.13 tahun 2003 maka outsourcing hanya boleh dilakukan untuk kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan produksi missal call centre, satpam hingga cleaning service. Namun saat ini penggunaan outsourcing semakin meluas ke berbagai lini.

Industri digital dan startup memang berkembang pesat dan menjanjikan. Namun kontribusinya terhadap sektor real masih terbilang kecil. Lagipula startup yang berkembang adalah startup di bidang jasa perdagangan seperti e-commerce yang notabene bersifat padat modal ketimbang padat karya seperti pada manufaktur.

Sedangkan kalau melirik industri manufaktur yang menjadi tulang punggung ekonomi RI, nilai investasi ke sektor ini terus mengalami penurunan. Padahal secara struktural sektor manufaktur menopang hampir 20% perekonomian RI.

Omnibus Law Bisa Untungkan Startup, Yakin?Sumber : BKPM
Belum lagi tantangan di sektor manufaktur seperti halnya otomasi dengan robot yang mampu mengubah peta kebutuhan pekerja di sektor ini. Menurut kajian McKinsey Global Institute hingga 2030 nanti pekerjaan yang sifatnya monoton dan di lingkungan yang dapat diprediksi serta pekerjaan terkait koleksi dan pengolahan data dapat diganti oleh robot.

Walau tak secara langsung membuat pekerjaan manusia jadi hilang dan mengambil alih peran manusia seutuhnya. Namun dengan kemajuan teknologi ini menyebabkan adanya perubahan terhadap peran manusia yang pada akhirnya juga ikut mengubah kebutuhan akan keterampilan tertentu di masa mendatang.

Ambil contoh saja industri rokok. Dengan adanya mesin, kini pangsa pasar Sigaret Kretek Mesin (SKM) sudah jauh lebih banyak dibanding Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang dilinting dengan tangan. Hal ini telah menyebabkan terjadinya PHK lebih dari 30.000 pekerja di sektor ini dalam beberapa tahun terakhir.

Artinya kebutuhan untuk pekerjaan yang sifatnya monoton tadi dan pada lingkungan yang dapat diprediksi seperti operator mesin akan semakin sedikit. Sementara pekerjaan yang membutuhkan kemampuan dan literasi digital akan semakin pesat.

Oleh karena itu kuncinya bukan terletak pada fleksibilitas tenaga kerja saja dengan melonggarkan kebijakan TKA maupun outsourcing, yang jauh lebih penting adalah memastikan kesiapan tenaga kerja dalam negeri untuk dapat bersaing.

Pemerintah harus memberikan koridor atau batasan yang jelas dan tegas agar TKA yang masuk ke Indonesia adalah yang benar-benar Indonesia butuhkan dan berdampak positif bagi perekonomian. Jangan sampai TKA yang semi-skilled atau unskilled juga ikut diimpor. Ini yang jelas nantinya membahayakan untuk sektor ketenagakerjaan RI.

Omnibus law soal ketenagakerjaan tak hanya dikritisi oleh buruh saja, bahkan ekonom sekelas Faisal Basri juga mengkritisinya. Faisal Basri mengkritisi bahwa dalam pembuatan omnibus law kurang mengikutsertakan buruh.


TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular