
PP E-Commerce Terbit, Bos Pajak Masih Kebingungan Soal BUT
Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
10 December 2019 21:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) bertujuan membuka basis perpajakan. Kendati demikian, DJP masih ragu mengimplementasikan beberapa poin dalam pasal tersebut.
"Jadi ke depan, basis baru akan muncul ketika kita menerapkan PP e-commerce ini. Kedua, mengenai e-commerce ini bagaimana kita memajaki [perusahaan luar negeri] dengan memajaki penghasilannya di Indonesia," tutur Suryo di kantor pusat DJP, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
"Jadi, TV-TV asing yang selama ini tidak pernah bayar PPN, nanti kita minta tolong sama TV asing itu, setelah memungut, menyetorkan kepada pemerintah. Jadi, sama-sama nonton TV asing dan TV dalam negeri, sama-sama bayar PPN," lanjutnya.
Seperti diketahui, dalam pasal 7 PP Nomor 80/2019 tertulis setiap PMSE asal luar negeri wajib menujuk perwakilan yang berkedudukan di wilayah hukum NKRI yang dapat bertindak sebagai dan atas nama pelaku usaha yang dimaksud.
Artinya, para e-commerce asal luar negeri wajib hukumnya untuk memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dipergunakan subjek pajak luar negeri. Adapun mekanisme perpajakan diatur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, Kemenkeu berencana juga akan meredefinisikan kembali mengenai BUT. Di mana BUT tidak hanya didefinisikan lewat bagaimana kantor cabang perusahaan luar negeri bisa hadir tanpa ada kantor fisik.
Menanggapi hal tersebut, Suryo mengakui DJP belum mempunyai keputusan final bagaimana persoalan BUT ini ketika omnibus law perpajakan diberlakukan. Apakah peraturan dalam PP e-commerce ini masih berlaku atau tidak.
"Sebenarnya tidak bisa membaca sepotong mengenai BUT ini karena adanya signifikan [dalam bentuk kantor fisik]. Tapi bisa gak kita hadapi dengan konteks itu [hadir tanpa kantor fisik]," ungkapnya.
Suryo menekankan bahwa peraturan yang tertuang dalam Pasal 7 PP E-Commerce tersebut tidak harus jadi BUT. Tapi penerapan itu juga masih jadi bahan pertimbangannya.
"Jadi tidak serta merta PP 80 yang bersangkutan harus jadi BUT. Hitung-hitungannya belum spesifik," tuturnya.
(miq/miq) Next Article Ingat, Mulai 1 Juli Pelanggan Netflix & Zoom Cs Kena PPN 10%
"Jadi ke depan, basis baru akan muncul ketika kita menerapkan PP e-commerce ini. Kedua, mengenai e-commerce ini bagaimana kita memajaki [perusahaan luar negeri] dengan memajaki penghasilannya di Indonesia," tutur Suryo di kantor pusat DJP, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
"Jadi, TV-TV asing yang selama ini tidak pernah bayar PPN, nanti kita minta tolong sama TV asing itu, setelah memungut, menyetorkan kepada pemerintah. Jadi, sama-sama nonton TV asing dan TV dalam negeri, sama-sama bayar PPN," lanjutnya.
Artinya, para e-commerce asal luar negeri wajib hukumnya untuk memiliki Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dipergunakan subjek pajak luar negeri. Adapun mekanisme perpajakan diatur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, Kemenkeu berencana juga akan meredefinisikan kembali mengenai BUT. Di mana BUT tidak hanya didefinisikan lewat bagaimana kantor cabang perusahaan luar negeri bisa hadir tanpa ada kantor fisik.
Menanggapi hal tersebut, Suryo mengakui DJP belum mempunyai keputusan final bagaimana persoalan BUT ini ketika omnibus law perpajakan diberlakukan. Apakah peraturan dalam PP e-commerce ini masih berlaku atau tidak.
"Sebenarnya tidak bisa membaca sepotong mengenai BUT ini karena adanya signifikan [dalam bentuk kantor fisik]. Tapi bisa gak kita hadapi dengan konteks itu [hadir tanpa kantor fisik]," ungkapnya.
Suryo menekankan bahwa peraturan yang tertuang dalam Pasal 7 PP E-Commerce tersebut tidak harus jadi BUT. Tapi penerapan itu juga masih jadi bahan pertimbangannya.
"Jadi tidak serta merta PP 80 yang bersangkutan harus jadi BUT. Hitung-hitungannya belum spesifik," tuturnya.
(miq/miq) Next Article Ingat, Mulai 1 Juli Pelanggan Netflix & Zoom Cs Kena PPN 10%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular